Saat Nathan bangun, Dareen langsung mengajak Nathan untuk pulang ke rumah Nafeesa dan Bilqis. Saat ini mereka tengah berada di dalam mobil menuju rumah Nafeesa dan Bilqis. Di perjalanan, Nathan hanya diam sambil memainkan rubik miliknya. Dareen tersenyum bahagia saat melihat rubik pemberiannya dimainkan oleh putranya. Kemudian pria tampan itu mengusap surai milik Nathan dengan lembut. "Kita akan jalan-jalan bareng, Bunda. Kamu seneng gak?" Tanya Dareen. Nathan mengangguk, karena jika boleh jujur anak laki-laki itu terlihat bahagia, saat mendengar ia, bundanya dan ayahnya akan jalan-jalan bersama. Tapi, ia tidak bisa mengekspresikan wajahnya. Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah Nafeesa dan Bilqis. Terlihat Nafeesa tengah duduk di depan, sambil menunggu Nathan. Dareen keluar dari mobil lebih dulu, kemudian membuka 'kan pintu untuk anaknya. Nathan keluar dari dalam mobil, dan berlari menghampiri Nafeesa. Anak laki-laki itu memeluk Nafeesa
Setelah puas bermain di Timezone, Dareen mengajak Nathan dan Nafeesa ke cafe yang paling dikenal sebagai tongkrongan anak muda. Dekorasi cafe sangat sederhana namun tetap terlihat elegan. Saat tiba di tempat parkir cafe, Dareen membuka pintu untuk Nafeesa dan Nathan. Pria itu menggenggam tangan Nathan, dan memegang tangan Nafeesa. Namun, gadis itu memilih untuk menjauhkan tangannya dari tangan, Dareen. "Gak enak dilihatin orang," ujar Nafeesa dengan hati-hati. "Gapapa, orang juga gak kenal kita 'kan," balas Dareen. "Enggak Mas, nanti teman-teman Mas ngeliat kita. Terus bicara yang enggak-enggak tentang, Mas," lanjut Nafeesa. Dareen hanya menampilkan senyuman tipisnya, kemudian menggenggam erat tangan Nafeesa. "Biarin aja, Mas gak peduli. Intinya sekarang, Mas bisa habiskan waktu bareng kamu dan anak kita. Masalah tanggapan orang lain, belakang aja," jawab Dareen. Nafeesa hanya pasrah, dan Dareen langsung berjalan masuk ke dalam cafe dengan tangan sebelah kiri menggandeng anaknya d
Ilham baru saja bangun dari tidurnya, pria itu berjalan ke arah kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Hari ini, ia ada pertemuan dengan dosen pembimbingnya saat menyusun skripsi. Setelah selesai mandi, Fatih keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi, layaknya seperti anak kuliahan biasanya. "Gila, kapan dah gue wisuda. Banyak banget yang harus gue urus, tapi gapapa tinggal sehari lagi. Besok otw Jakarta, ketemu ponakan kesayangan gue," ujar Fatih. Pria tampan itu mengambil tas punggung-nya dan berjalan keluar dari kamar. Fatih tinggal di rumah sang Kakak yang ada di Semarang. Rumah ini dihuni oleh pembantunya untuk sementara waktu, karena Nafeesa dan Bilqis selama beberapa bulan tinggal di Jakarta. "Bi, Fatih pergi dulu ya. Dahhh," teriak Fatih. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumah tersebut, langsung berlari dari dapur untuk mengejar Fatih yang berjalan keluar rumah. "Aden! Sarapan dulu, jangan main pergi aja. Nanti bibi dimarahin sama Non Nafeesa, buruan makan. Nant
Sudah dua hari berlalu, hari ini tepatnya hari dimana Fatih akan wisuda dan ia akan resmi mendapatkan gelar S.E. di jurusan manajemen. Fatih tengah bersiap-siap di dalam kamarnya, dan Nafeesa tengah memakaikan baju untuk Nathan. Sore semalam Nafeesa datang bersama Nathan ke Semarang. Sedangkan Bilqis hari ini akan tiba di Semarang bersama Zay dan Dareen. Setelah rapi, Fatih keluar dari dalam kamar dan duduk di sofa ruang keluarga dengan perasaan gugup. Nathan keluar dari dalam kamar, dengan menggunakan setelan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupu. Nafeesa? Wanita itu memakai dress berwarna abu-abu, sehingga dia terlihat anggun. "Udah siap dek?" Tanya Nafeesa. "Udah, Kak. Tapi aku gugup banget ini," balas Fatih. Nafeesa mendekati adiknya dan duduk di samping, Fatih. "Adik, kakak hebat banget loh, semoga nanti dapat IPK yang tinggi ya. Semoga sukses dan semoga mendapatkan kebahagiaan yang banyak," ujar Nafeesa menggenggam tangan adiknya. "Semoga ya, Kak. Kakak juga harus bahagia be
Saat pulang dari tempat wisuda Fatih, Nafeesa dan yang lainnya memilih untuk pulang ke rumah. Nafeesa tengah berada di kamar tamu, sambil mengompres kening Dareen. Suhu tubuh pria itu tiba-tiba saja panas, saat baru sampai di rumah Nafeesa dan Bilqis. Nafeesa langsung mengabari dokter agar datang ke rumah dan memeriksa keadaan, Dareen. Dokter menyarankan agar Dareen harus banyak beristirahat, karena pria itu kurang istirahat. Nafeesa langsung menyuruh Dareen untuk istirahat di dalam kamar tamu. Dareen membuka kedua matanya dan menatap Nafeesa yang tengah duduk di samping kasur. "Kok Mas bangun? Kepalanya masih sakit banget ya?" Tanya Nafeesa. "Iya, sakit banget. Kamu istirahat aja dikamar," balas Dareen. Nafeesa menggelengkan kepala dan mengambil kain yang terletak di kening, Dareen. Ia kembali memeras kain tersebut dan meletakkannya di kening Dareen kembali. "Aku disini aja, buat jagain Mas. Badan Mas masih panas banget loh. Aku gak bakal tenang kalau tinggalin Mas sendirian disi
Setelah tiba di Jakarta, Dareen dan Zay kembali bekerja. Namun, baru saja kedua pria itu duduk di kursi kerja mereka masing-masing, sekretaris mereka memberi kabar tentang penggelapan dana yang dilakukan oleh bendahara. Kedua pria itu langsung mencari bendahara tersebut, dan ternyata dia sudah melarikan diri ke Luar Negeri. "Sialan! Sudah saya bilang awasi bendahara sialan itu, karena dari awal saya melihat dari gelagatnya sudah aneh sejak pertama masuk bekerja. Tapi Papa terus aja mempertahankan bendahara sialan itu! Bermilyaran uang perusahaan rugi, karena bendahara itu. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini!" Teriak Zay di ruang kerjanya. Dareen yang berada di ruang kerja kakaknya, hanya bisa menghela nafas dengan kasar. Sebenarnya ia juga tidak percaya pada bendahara yang baru setahun bekerja di perusahaan Winarta Group, saat itu ia ingin menolak. Namun Tuan Beni malah menerimanya untuk bekerja di perusahaannya. Apa boleh buat, jika itu semua keputusan Tuan Beni, Dareen ataupun Zay tidak
Setelah masalah perusahaan Winarta Group selesai, Nafeesa dan Fatih pulang lebih dulu ke Jakarta. Sedangkan Dareen masih menetap di perusahaan yang ada di kota Bandung, untuk mengecek keuntungan perusahaannya. "Huh! Akhirnya semua masalah beres, gue bisa istirahat dengan tenang," ujar Dareen yang menutup laporan serta laptop-nya. Pria itu berjalan keluar ruang kerjanya, dan menemui penanggung jawab perusahaan yang ada di kota Bandung. "Syukurlah, Pak. Perusahaan kita kembali seperti biasanya," ucap penanggung jawab. "Iya, kita masih diberikan kepercayaan untuk melanjutkan pekerjaan ini. Jadi, kamu jangan sampai lengah dalam memilih karyawan baru. Saya tidak ingin kejadian ini terjadi untuk kedua kalinya," jelas Dareen pada penanggung jawab perusahaan yang ada di Bandung. "Baik, Pak. Saya akan lebih berhati-hati dalam memilih karyawan yang akan bekerja di perusahaan ini," balas penanggung jawab. "Oke, kalau begitu saya pamit untuk pulang," lanjut Dareen. "Baik, Pak. Hati-hati dij
Dareen tengah duduk di balkon kamar sambil mengerjakan pekerjaan kantor miliknya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka, sontak Dareen langsung menatap ke arah pintu kamarnya. "Kamu sibuk?" Tanya Nyonya Riska. "Banget, Ma. Ini laporan harus dikirim hari ini juga," balas Dareen kembali mengerjakan laporannya. Nyonya Riska menghela napasnya, "ikut Mama dulu, kamu harus fitting baju pernikahan. Tinggal dua bulan lagi, kalian akan menikah. Kita harus persiapan jauh-jauh hari, karena kalau sebulan mau nikah. Nanti kejar waktu," lanjut Nyonya Riska. Dareen menatap Nyonya Riska, "gak bisa Ma, laporan ini sangat penting untuk perusahaan kita. Terlambat sedikit saja mengirim ke perusahaan Alexander Group, kita kehilangan kesempatan buat kerja sama dengan mereka," jawab Dareen. "Tapi, pernikahan kamu lebih penting dari kerjaan itu, Dareen. Sekarang simpan laptop kamu, dan ikut Mama. Nana sudah nungguin kita di butik langganan, Mama," tegas Nyonya Riska. Dareen menghela napasnya, dan tangan