Flash back on:
Laila baru saja makan malam, saat ponselnya berdering."Ya Mi?" sapa Laila."La, apa kamu sibuk?""Enggak juga. Baru saja makan malam. Ada apa Mi?" tanya Laila."Ada klien yang hanya ingin kamu dampingi menyanyi di tempat karaoke. Bayarannya lumayan. Kamu mau kan?" tanya Mami."Boleh juga. Aku kan juga sering main di tempat karaoke, Mi.""Good girl. Kalau begitu, siap-siap sekarang ya di Rose karaoke.""Hah, sekarang Mi?""Iya. Kenapa? Ada masalah?""Hm, kok mendadak ya Mi? Tapi nggak apa-apa deh. Laila siap-siap dulu.""Nah, gitu dong. Habis ini langsung Mami transfer duit ke kamu.""Oke Mi."Laila tersenyum puas melihat nominal yang tertera di saldo mbanking nya sekarang. Dia lalu segera bersiap untuk tugas selanjutnya.Perlahan Laila menatap wajah nya yang masih terasa sakit. Dia belum bilang pada mami Rosa tentang perbuatan Satria. Satria sudah mengancamnya sampai begitu rupa. Dan sekarang, satu kenyataan pahit seolah menampar nya dengan telak. Satria adalah kakak kandung Bintang, lelaki yang mencintainya dan sebenarnya Laila pun ada rasa dengan lelaki tampan itu.Dengan menghela nafas panjang, Laila mulai memoles wajahnya dengan make up agar luka lecetnya tidak tampak. Dia ingin segera menabung untuk bisa membiayai kedua adiknya sampai lulus SMA dan dia bisa lulus kuliah lalu menemukan pekerjaan yang lebih baik.***Flashback off :Laila terperangah melihat Bintang yang juga mendelik ke arahnya.Bintang berdiri mendekat ke arah Laila. Perempuan itu mundur selangkah."Kak, aku bisa jelasin," ujar Laila parau."Tidak usah. Aku tidak butuh penjelasan. Sekarang kamu ikut aku!"Laila meringis kesakitan saat tangan Bintang mencekalnya."Dek, apa-apaan ini. Kenapa kamu mau pergi? Apa kamu mengenal pemandu karaoke ini?" tanya Satria saat Bintang hampir saja menyeret Laila keluar dari ruangan karaoke.Lagi-lagi mata Laila terbelalak melihat Satria yang sedang menyeringai padanya.Tangan Laila gemetar dan langsung memegang lengan Bintang."Kamu berhutang penjelasan padaku, La!" seru Bintang kembali menarik tangan Laila yang mulai gemetar.Laila menggeleng cepat. Sementara Satria mendekati mereka dengan mengedipkan sebelah mata pada Laila, saat pandangan Bintang hanya terfokus pada gadisnya."Kamu kenal dia?" tanya Satria pada Bintang saat mereka bertiga saling berdekatan."Ini Laila. Gadis yang kuceritakan tadi. Kak Satria kan sudah melihat fotonya di ponselku?" sahut Bintang.Satria pura-pura terkejut."Wow. Jadi dia cewek yang sudah menolak cinta kamu?"Laila semakin mundur saat Satria mendekatinya. Tak dihiraukannya cekalan Bintang yang terlepas karena Laila yang berontak dan keluar dari ruang karaoke temaram itu.Laila berlari di sepanjang koridor gedung karaoke bercat biru telur asin itu. Di belakangnya, Bintang mengejar."Tunggu Laila! Kita harus bicara!"Tangan Bintang menggapai lengan Laila dan langsung menariknya kedalam pelukan."Kenapa La, kenapa kamu tidak cerita?" tanya Bintang lirih.Laila merasakan dadanya sesak dan panas, sementara matanya masih ditutupi oleh kaca-kaca."Sayang, katakan ini semua hanya salah paham," bisik Bintang sambil menghirup aroma bunga mawar dari rambut Laila yang tergerai.Laila terdiam. Lelehan air mata yang jatuh ke pipinya kini ditingkahi dengan suara isak tangis lirih."Jawab pertanyaan ku dengan jujur, La! Apa kamu sudah tidur dengan lelaki lain semenjak kamu bekerja sebagai pemandu karaoke?" teriak Bintang menatap ke arah mata Laila yang memandang ke lantai klab malam itu."Aaargghh! Brengs*k!"Lelaki itu bahkan meninju tembok yang berdiri kokoh di belakang gadis yang dicintainya, membuat Laila memekik dan meraih tangan Bintang."Maafkan aku, Kak! Maafkan aku!" bisik Laila mengusap tangan Bintang yang terkepal dengan erat."Jadi hal ini yang menyebabkan kamu tidak mau menerima perasaan ku?"Laila menganggukkan kepalanya dengan kaku. Hati Bintang berdenyut nyeri."Maafkan aku, Kak. Aku butuh uang untuk menghidupi adik dan ibuku," sahut Laila lirih."Tapi bukan dengan menjadi lonth*, La!""Kak ...!"Hati Laila perih saat Bintang memakinya dengan profesi yang dijalaninya walaupun Bintang benar."Kenapa? Apa aku salah? Sebutan untuk perempuan dibayar yang tidur dengan laki-laki itu lonth* kan?" tanya Bintang menatap tajam pada Laila.Laila terdiam. Satu persatu butiran air lolos dari matanya."Aku sudah pernah bekerja sebagai pegawai toko dan tidak cukup untuk biaya hidup serta sekolah kedua adikku, Kak."Keduanya terdiam. Hening merajai koridor klab malam itu. Satu dua pasangan tamu tampak melirik mereka tanpa minat. Karena laki-laki yang datang hanya fokus dengan pasangan nya saja.Mendadak Bintang memeluk tubuh Laila dengan erat."Berapa orang yang pernah tidur dengan kamu? Dan mulai kapan kamu melakukan pekerjaan ini?" desis Bintang sambil mengeratkan pelukannya seolah hendak meremukkan tubuh Laila. Sebenarnya Bintang tahu, semakin dia mengetahui tentang Laila, dia akan semakin terluka.Hatinya begitu patah melihat gadis yang dicintainya mati-matian adalah seseorang yang ternyata bisa disentuh oleh lelaki lain secara bebas asalkan dibayar.'Mungkinkah ini karma? Aku yang telah mempermainkan dan tidur bersama dengan beberapa pacarku lalu mencampakkan mereka saat bosan dihukum oleh Tuhan dengan jatuh cinta setengah ma ti pada kupu-kupu malam?' bisik hati Bintang perih."Aargh, sakit, Kak. Aku enggak bisa nafas. Kamu terlalu erat memelukku," ucap Laila. Dia merasa kesakitan karena dipeluk begitu erat oleh Bintang.Sebenarnya Laila ingin menceritakan semua tentang pekerjaan nya, tapi dia merasa belum siap untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan lelaki itu."Maaf. Tapi aku ingin kita pergi dulu dari sini." Bintang melepas jaketnya lalu memakaikannya pada Laila."Ayo ikut aku!" perintah Bintang sambil menggenggam tangan Laila.Gadis itu hanya bisa menurut dan berjalan mengikuti Bintang."Masuk, La!"Laila terdiam saat Bintang membukakan pintu mobil untuknya. Tapi tak urung juga Laila menurut.Bintang memasangkan sabuk pengaman di pinggang Laila. Dan gadis itu hanya bisa menahan nafas, saat dia merasakan posisi mereka yang cukup dekat.Bintang lalu melajukan mobilnya membelah jalan raya dengan terdiam. Pikirannya dipenuhi oleh berbagai macam hal."Kita mau kemana, Mas?" tanya Laila takut-takut sambil melirik ke jalanan sekitar yang sepi."Hotel!""Apa?"Next?Laila menelan ludah. Lalu menatap Bintang dengan takut-takut. "Kak, berhenti! Aku mau pulang saja. Aku bisa mengembalikan uang yang telah dibayar oleh mereka yang menyewaku menemani karaokean malam ini," ujar Laila lirih. Bintang menatap nya dengan tajam. "Kenapa mau pulang? Apa kamu keberatan menemaniku tidur? Jangan khawatir aku akan membayarmu dengan mahal. Berapa hargamu permalam? Sepuluh juta? Dua puluh juta?""Kak, hentikan!" pekik Laila. Dia merasa terhina karena ditawar oleh lelaki yang dicintainya.Bintang yang sedang marah terdiam. Dadanya tampak naik turun, berusaha mengendalikan emosi. "Sejak kapan kamu menjadi pemandu karaoke? Apa kamu juga melayani tamu di hotel? Jangan-jangan kamu bahkan pernah tidur dengan kakakku?!"Laila terdiam dan hanya menangis. "JAWAB, LAILA!" Bintang memukul setir dengan frustasi. "Aku mulai bekerja dengan mami Rosa sudah hampir setahun. Dan seperti yang kamu tahu, baru tiga bulan ini aku menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama dengan
"Hai Laila, apa saya boleh masuk?" tanya Satria sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Bo-boleh."Laila mempersilakan Satria masuk ke dalam ruang tamu. "Duduk Pak. Mau minum apa?"Satria tersenyum dan duduk di sofa. "Terserah kamu, mau memberikan aku minuman apa saja.""Baiklah Pak. Tunggu sebentar di sini." Laila lalu pamit dan pergi ke dapur untuk menyeduh kopi sachet. Sambil menunggu air di teko panas, Laila berlari ke kamarnya untuk mengambil ponsel dan kembali ke dapur seraya berusaha menghubungi Bintang.Satria menunggu beberapa saat di ruang tamu sambil memainkan ponselnya. "Ck, lama amat!" keluh Satria tak sabar seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu lalu melangkah dengan cepat tanpa suara dari ruang tamu mencari Laila di dapur. "Sayang," bisik Satria lirih di telinga Laila. Laila terkejut dan membalikan badan. Tubuh Satria sangat dekat padanya. Rupanya Satria menyusulnya ke dapur.Laila hendak mundur tapi ada
Laila dikejutkan oleh suara ponselnya yang berdering saat dia sedang memasak ayam goreng untuk makan malam."Halo.""Halo, La. Kamu bisa ke rumah sakit nggak? Mami kecelakaan. Parah banget. Butuh banyak darah. Stok darah di PMI kosong, sementara darah kami nggak ada yang cocok untuk mami. Ada yang cocok dua, tapi semua mengalami anemia. Seingat ku golongan darah kamu B kan? Coba ke rumah sakit Mitra Sehat sekarang. Siapa tahu darah kamu bisa menyelamatkan mami. Karena mami akan dioperasi sekarang!"Laila terkesiap mendengar penuturan salah satu rekan seprofesi nya itu. Walaupun dia merasa marah karena mami mempersulit syarat untuk Laila keluar dari pekerjaan nya, tapi dia tidak bisa menampik fakta bahwa melalui perantara mami Wati lah dia bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup ibu dan kedua adiknya. "Baiklah. Aku ke rumah sakit sekarang!"**Golongan darah Laila dinyatakan cocok dari segala aspek untuk menjadi pendonor darah bagi mami Rosa. Gadis itu terpekur di depan
Laila terdiam. Dia terlalu terkejut dengan berita yang memukul nya ini. Tangan dan tubuhnya gemetar, keringat dingin membasahi tengkuknya, jantungnya berdebar lebih kencang. "Nak, kok pertanyaan dari ibu tidak dijawab? Apa semua itu benar? Jawab, Nduk?"Laila tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menjatuhkan diri di lantai dan menangis tersedu-sedu. "Maaf, Bu. Maaf." Hanya itu kata yang bisa diucapkan oleh Laila. Terdengar helaan nafas berat dari keduanya. "Jadi selama ini yang uang yang kamu kirimkan pada kami hasil dari ..," ucapan dari ibu Laila terputus dan terdengar isak tangis dari kedua anak beranak itu. Sementara itu di luar rumah, Bintang masih tetap menggedor-gedor pintu. "Sayang, buka pintunya! Kalau kamu tidak mau membuka pintu, aku akan mendobrak nya!"Sepi tidak ada jawaban. Bintang mulai kehilangan kesabaran. "Kalau begitu aku akan mendobrak pintu ini dalam hitungan ketiga. Satu, dua, ..,"Sebelum hitungan ketiga, pintu rumah Laila terbuka dari dalam. Waja
Beberapa saat sebelumnya,"Kamu kenapa manyun gitu, Lan?" tanya Aris, sodara sepupu Wulan. Mereka sedang berada di halaman tengah rumah Wulan yang luas dan duduk di gazebo menatap ke arah kolam renang.Wulan mendengus kesal. "Gebetan aku punya pacar, Kak.""Hahaha! Kamu kok cemen sih. Gebetan punya pacar kok manyun, nanges?! Bukan Wulan yang kukenal ah! Kalau gebetan punya pacar, kamu cari gebetan lain dong! Jangan mau kalah!"Wulan mendelik mendengar kata-kata sepupunya. "Ish, kak Aris ini! Ini beda dengan pacar-pacar aku yang lainnya! Ini benar-benar varietas unggul," ujar Wulan dengan menyedekapkan kedua tangan nya di depan dada. Aris tertawa terbahak-bahak. "Aish, sejak kapan kamu menjadi melo seperti ini? Sudah lah, laki-laki di dunia ini banyak! Bukan cuma gebetan kamu saja!Kayak aku dong, walaupun jomblo, tapi sudah banyak cewek yang menemaniku tidur. Hm, bukannya bermaksud sombong sih. Aku memang Arjuna!" seru Aris bangga sambil menegakkan kerah bajunya.Wulan mencebik. "Syo
"Jadi kak Satria yang membu n*h Anggi?" tanya Laila dengan tatapan masih setengah percaya. Sejenak Laila kebingungan di bawah pohon mangga. Desau angin yang meniup di tengkuk nya terasa lebih dingin dan membuat bulu kuduknya meremang. Laila masih terpaku di tempatnya. Mencoba berpikir jernih tentang apa yang harus dilakukan nya sekarang. 'Apa yang harus kulakukan kalau sudah seperti ini? Aku pacaran dengan laki-laki yang mempunyai seorang kakak yang ternyata pelanggan ku yang mengalami kelainan saat berhubungan. Dan nggak cuma itu, dia bahkan membun*h Anggi. Yah, walaupun mungkin saat itu dia tidak sengaja atau tidak bermaksud untuk melakukan nya, tapi dia pasti menyiks* Anggi dulu saat berhubungan. Apa yang harus kulakukan? Aku harus pergi dari sini sesegera mungkin. Aku ingin pulang dulu agar bisa berpikir jernih,' batin Laila. Laila segera membalikkan badan dan berlari. Namun sayangnya, karena Laila terlalu gugup dan panik, dia tidak melihat batu kecil yang teronggok di hadapan
'Astaga! Kenapa jalan hijrah ini begitu terjal kutempuh, Tuhan?!'Laila menangis terisak di kontrakan nya sendirian. Dadanya terasa sesak dan dunia ini serasa menghimpit nya. "Aku harus segera ke rumah ibu malam ini. Tapi naik apa? Sekarang sudah jam 12 malam. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?" gumam Laila benar-benar panik. Dia terbangun dari ranjangnya dan berjalan hilir mudik tak tentu. "Apa aku harus mengatakan hal ini pada kak Bintang? Padahal baru aja aku mengatakan hal buruk tentang kak Satria pada kak Bintang. Apa dia masih mau menolong ku? Tapi aku tidak mempunyai pilihan lain," gumam Laila. Dengan tangan gemetar, dia meraih ponselnya dan menekan nomor Bintang. Sekali, dua kali, tiga kali, Laila mencoba menelepon Bintang, tapi lelaki itu sungguh tidak menerima telepon nya. Akhir nya Laila nekat mengirimkan pesan pada Bintang.[Kak, ibuku jatuh di kamar mandi dan sekarang sedang di bawa di rumah sakit di kampung ku. Tolong aku, Kak! Antarkan aku pulang!Aku sungguh tidak
Flash back satria bertengkar dengan Bintang Beberapa saat sebelumnya,Bintang terdiam setelah membaca pesan whatsapp dari Laila. Diremasnya ponselnya sampai buku-buku tangan Bintang memutih. "Ini tidak mungkin. Kak Satria pasti tidak pernah tidur dengan Laila. Laila pasti ngeprank aku, kan?" gumam Bintang dengan hati yang masygul. "Aku harus memastikan nya sendiri."Bintang lalu keluar dari kamarnya di lantai dua rumahnya lalu menuju ke arah ruang kerja kakak nya yang berada di lantai tiga. Ruang kerja kakaknya berdekatan dengan perpustakaan rumahnya yang mengkoleksi berbagai macam buku dengan berbagai genre. Di seberang ruang kerja kakaknya itu terletak kamar Satria, yang bersebelahan dengan ruangan yang mempunyai berbagai alat gym. Bintang memelankan langkah nya saat sudah berada di hadapan Satria yang sedang asyik mengotak atik laptop nya. Kakak lelakinya itu menoleh padanya dengan mengangkat satu alis nya lalu menoleh ke arah jam yang menempel di tembok. "Ada apa? Tumben kamu