Amanda merasa tidak enak melihat raut muka sedih terpancar di wajah Purwa saat dirinya menyinggung soal istrinya. Purwa meyadari perasaan tidak enak Amanda kemudian menggeleng dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Kami ada sedikit masalah, dia hanya pergi untuk mengunjungi keluarganya. Bilangnya hanya beberapa hari, tapi sampai sekarang aku menunggu dia tak kunjung datang."Purwa berkaca-kaca terkenang istrinya yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya. Dia memang sudah mendapat laporan bahwa nama istrinya tercatat didaftar korban yang dikuburkan secara massal di Aceh. Tapi batinnya terus menyangkal hal itu dan percaya bahwa istrinya masih hidup. Oleh sebab itu dia tidak pernah mau menziarahi tempat pemakaman masal itu.Beberapa kali dia pernah memutuskan menikah lagi, tapi rasa bersalahnya pada istrinya itu membuatnya terkungkung dalam kenangan sampai saat ini. Istrinya sedang mengandung anak, buah hati mereka yang sudah lama ditunggu-tunggu. Tapi naasnya mereka terp
Setelah memastikan Purwa tidak mendapat masalah lagi, Amanda bergegas menuju kamarnya di rumah Wisnu. Mengechek hp-nya apakah ada telpon atau pesan masuk dari papanya? Pasalnya sejak kemarin papanya tidak bisa dihubungi, tidak membalas pesannya, juga tidak menghubunginya balik. Mudah-mudahan memang papanya itu sedang sibuk. Begitu yang diharapkan Amanda menyingkirkan kekhawatirannya.Sudah malam dan Amanda mengambil tasnya untuk bersiap pulang. Dia memesan kendaraan dari aplikasinya. Dirapikan dirinya sebentar lalu bangkit keluar kamar."Kau sudah mau pulang?" suara yang dirindukannya itu terdengar ditelinga."Oh, Pak Wisnu? Sudah balik dari Singapura?" sapa Amanda. Dia melihat pria ini hanya tersenyum padanya karena merasa tidak perlu menjawab pertanyaan itu. Tentu saja dia sudah balik, memangnya siapa sekarang yang sedang berdiri di depannya?Amanda jadi berdebar mendapat senyuman itu. Beberapa hari ini dia memang merindukan Wisnu. Tiba-tiba melihatnya sudah ada di depannya, tentu j
Lesti baru pulang saat mendapati Amanda duduk melamun di dekat meja samil memainkan gelas kosong. Dia baru saja hendak menyapanya ketika Amanda mengangkat gelas itu dan meminumnya--masih dengan wajah melamun yang dibarengi senyum tipis di bibirnya. Lesti segera menduga pasti sesuatu terjadi pada temannya itu hingga melamun dan senyum-senyum sendiri."Kau kenapa sih?" tanya Lesti heran."Apa?" Amanda terhenyak oleh sapaan Lesti. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran temannya itu."Hemm, melamun dan senyum-senyum sendiri? Apakah sesuatu terjadi di antara kalian?""Melamun? Siapa yang melamun?" Amanda buru-buru mengaktifkan mode sadarnya."Tuh gelas udah kosong tapi masih diminum juga, apa artinya kalau bukan sedang melamun?" Lesti menunjuk gelas kosong Amanda."Ehh, tadi masih ada airnya!" sanggah Amanda heran dan buru-buru meletakkan gelas kosongnya di meja."Jiaaah, ngeles saja lu, emang habis ngapain sih sama Pak Wisnu sampai terbayang-bayang gitu?" goda Lesti."Enggak, tadi aku—aku …
Amanda tampak terburu-buru masuk ke rumah Wisnu pasalnya dia kesiangan. Semalam dia baru bisa memejamkan matanya sekitar jam 01.00 dini hari, dan tak tahunya saat terbangun matahari sudah bersinar terang. Dia pasti sangat malu sekali karena sudah telat. Purwa pasti sudah menantikan menu sarapan paginya hari ini. Ini karena hp-nya rusak sehingga tidak ada alarm yang membangunkannya. "Bik Titik, maaf, aku terlambat. Apa Om Purwa sudah dibuatkan sarapan?" "Sudah, Mbak" "Oh!" Amanda tampak bersalah sekali. "Tidak perlu cemas Mbak, saya kasih Bapak menu yang seperti Mbak bilang kemarin. Saya masih ingat, kok!" tukas Titik. "Ya sudah, aku akan temui Om Purwa dulu," ujar Amanda dan bergegas menemui Purwa yang ada di halaman samping bersama Ujang. "Hey, Amanda?" sapa Purwa dengan raut terkejut. "Wisnu tadi pagi bilang semalam kau kurang enak badan jadi tidak masuk hari ini, apa kau sudah baikan?" Amanda tercenung mendengar pernyataan Purwa. Mungkin Wisnu mengira dirinya masih shock kar
Amanda menepuk-nepuk pipinya karena baru sadar bahwa dia sudah membuat janji dengan Wisnu. Apakah ini adalah kencan? Ya, ini adalah kencan pertama mereka. Aduh, dia begitu grogi hingga bingung mau pakai baju yang mana? Bahkan Amanda merasa penampilannya sangat berantakan meski sudah berulangkali merapikan dan menghias dirinya. Huft! Amanda sepertinya harus menenangkan diri dulu. Gluk! Gluk! Gluk! Segelas air putih sudah diteguknya dan dia merasa sedikit tenang. Ahirnya dia memutuskan memakai dress selutut dengan riasan tipis dan rambut yang terurai di bahu. Maunya dia ingin terlihat sempurna, tapi setelah dipikir-pikir dia perlu tampil nyaman agar tidak tampak memalukan di depan Wisnu. Dia beruntung karena Wisnu sudah menyukainya. Jadi apapun yang dia pakai pasti tidak akan jadi soal. Sekarang dia tampak gelisah karena bingung harus bagaimana nanti ketika bersama Wisnu. Apa yang akan dia bicarakan dan bagaimana kalau dia hanya bisa mengatakan oh, hehe, ahh, ya, baiklah. Itu pas
Tadinya dia merasa akan kesulitan mengobrol saat bersama Wisnu malam ini. Tapi ternyata tidak. Semuanya berjalan dan mengalir begitu saja. Mereka sudah sering mengobrol sebelum ini. Jadi apa yang dikhawatirkan Amanda sama sekali tidak terjadi. “Mas Wisnu pasti malu karena makan di tempat seperti ini?” Amanda melihat pria ini menunduk tadi saat dia datang, jadi dia berpikiran seperti itu. “Tidak! Tanya saja sama temanmu, Dion. Aku bahkan sering ngopi di warkop!” sanggah Wisnu tidak terima dibilang malu makan di tempat seperti ini. “Benarkah? Mas Wisnu ngopi sambil ngrokok di warkop bareng bapak-bapak gitu?” pikir Amanda yang setahunya warkop itu tempat bapak-bapak ngrumpi. "Apa kau yang malu ketahuan kencan denganku di sini?" tanya Wisnu mengabaikan topik tentang warkop. Diteruskan pun Amanda gak bakal nyambung bahasan warkop. Amanda sampai terbatuk mendengar kata terahir Wisnu. KENCAN??? Dia pikir kata itu hanya dalam pikirannya saja. Tapi ternyata Wisnu pun merasa ini adalah kenc
Mobil Wisnu sudah sampai di depan kontrakan Amanda dan mereka merasa jarak terasa lebih pendek dari biasanya. Keduanya bahkan masih anteng di dalam mobil dan belum ingin beranjak terlebih dahulu. Sampai Amanda merasa dia memang harus turun. "Aku turun dulu ya, Mas?" ucapnya malu-malu pada pria yang kini sudah diterima di hatinya sebagai kekasihnya itu. "Jangan!" Wisnu menjawab dan keduanya tertawa kecil. "Sudah malam, besok kan aku harus dampingin Om Purwa terapi" "Baiklah, aku akan menjemputmu pagi-pagi" "Tidak usah!" "Aku sudah bilang aku tidak terima penolakan!" "Oke -- baiklah" Amanda menyerah pada pria keras kepala ini. dan saat kata itu berhasil diucapkannya dia lagi-lagi mendapat ciuman dari Wisnu. Sangat cepat hingga Amanda tak tahu cara menghindarinya. Astaga! "Selamat malam, dan terima kasih atas traktirannya!" ujar Wisnu tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mencuri cium lagi pada gadis itu. "Iya sama-sama, selamat malam!" ujar Amanda keluar dari mobil Wisnu de
Setelah menjalani terapi, Purwa merasa kakinya sungguh sakit. Amanda bingung harus bagaimana. Dia mencoba menghubungi Wisnu tapi hanya terdengar nada sibuk. Ahirnya dia pun merelakan pulang malam demi menunggui dan menemani Purwa yang sejak tadi terus mengeluh. Lagipula dia ingin membicarakan sesuatu pada Wisnu. "Aku sudah bilang, kalau aku tidak bisa jalan lagi ya sudah. Tidak perlu dipaksa-paksa! Jadi begini kan, sakit!" Purwa uring-uringan. Ujang sudah terbiasa dengan sikap Purwa, tapi Amanda jadi serba salah dan tidak tahu harus bagaimana? "Pak, itu artinya syaraf dan otot-ototnya mulai terangsang. Tunggu sebentar mungkin akan mereda, therapisnya juga bilang efeknya tidak lama," ucap Ujang mencoba menenangkan. "Terangsang apa? Pakai merangsang-merangsang segala, ngomongin apa sih kamu!" malah mendapat omelan, Ujang memilih diam. "Ambilkan obat nyerinya Amanda" Purwa meminta tolong pada Amanda. Saat berbicara pada gadis itu dia tidak bisa berkata dengan keras. Jadi Purwa harus