Share

Dendam yang salah

Semenjak Mikha rujuk dengan suaminya, ia benar-benar membatasi diri untuk berkomunikasi dengan Dimas. Hati pria itu terasa begitu hampa, bagaikan ada sesuatu yang berharga hilang dari dirinya.

Pagi itu, ia tampak menikmati secangkir kopi di sebuah coffee shop, pikirannya begitu kalut dan hatinya begitu sesak. Hingga tiba-tiba tampak seseorang mendekat kearahnya.

"Hai," sapa gadis blonde yang kini berdiri di meja yang ditempati oleh Dimas, dengan memegang segelas kopi di tangannya.

Dimas hanya melirik sejenak lalu segera memalingkan wajahnya. "Apakah aku boleh duduk di sini?" tanya Marrie dengan menunjuk kur si kosong dihadapan Dimas.

"Duduk saja," jawab pria itu dingin.

Sejenak suasana menjadi hening, Marrie nampak serba salah karena sikap Dimas sangat jauh berbeda.

Gadis bermata biru itu mencoba memberanikan diri untuk memulai percakapan kembali.

"Emm Dimas, kau benar-benar tidak mengingatku?" ucapnya gugup.

Dimas hanya melirik dengan senyuman pias yang tersungging di bibirnya, "Tidak, terlalu banyak orang yang aku temui. Yang aku tau sekarang, kau adalah adik dari pria itu," ucapnya sinis. Entah mengapa, setiap melihat Marrie rasa kesalnya semakin bergejolak.

"Kalau begitu, ayo kita berkenalan ulang. Perkenalkan namaku Marrie," ucap Marrie seraya mengulurkan tangannya. Namun alih-alih menjawab, Dimas malah beranjak dan pergi meninggalkannya begitu saja.

................

Lembayung senja semakin terpancar, menandakan langit yang kian lama semakin temaram.

Sesosok pria bertubuh tegap dengan seragam tentara lengkap, tengah menunggu seseorang di lantai 2 sebuah cafe. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang berada di hadapannya seraya merasakan desiran angin yang semakin terasa menusuk

"Dimas," Suara sapaan seorang wanita cukup memecah lamunannya.

Pria yang tengah menyeruput secangkir kopi itu mengangkat kepalanya dan mengulas senyuman terbaiknya.

"Apa kabar?" tanya Mikha basa basi seraya duduk pada sebuah kursi dihadapan Dimas.

"Baik, Kembar gak ikut? Oh ya, mau minum apa?" Dimas menyodorkan sebuah menu pada Mikha namun Mikha hanya tersenyum.

"Ah terima kasih, aku cuma sebentar kok," tolak Mikha secara halus.

Wanita berhijab itu nampak memejamkan matanya dan menghela napasnya perlahan.

"Dimas, terima kasih ya. Selama ini kamu sudah banyak membantuku, aku pamit karena besok kami pergi ke Jogja sebelum kembali ke London," ucapnya dengan hati-hati.

Dimas tersentak, hatinya bagai tertimpa batu yang begitu besar. Seketika wajah pria itu begitu terlihat muram dan kembali menundukkan kepalanya, "Mikha, apa kau yakin kalau suamimu takkan mengulang kesalahan yang sama? Mengapa kau dengan mudah menerimanya kembali? Sedangkan kau tidak pernah bisa menerima perasaanku yang sudah bertahun padamu?" ucapnya lirih, merasa sakit hati yang teramat mendalam dan begitu menyiksa.

Mikha menghela napasnya dengan kasar, dan menatap pria yang berada di hadapannya. Sementara dari kejauhan sang suami memandang tajam Mikha dan Dimas yang tengah berbincang.

Pria blonde itu mencoba menahan rasa cemburunya yang sudah meluap-luap, terlebih saat melihat Dimas menatap Mikha dengan sorot mata penuh arti.

"Maaf, masalah aku dan suamiku memang hanya karena kesalahan pahaman. Dimas, aku yakin ada gadis di luar sana yang tengah menunggu cintamu. Tolong lupakan perasaanmu kepadaku, kamu berhak mendapatkan yang lebih baik. Aku selalu menganggapmu sebagai teman baikku, tolong bukalah hatimu untuk gadis lain," tutur Mikha dengan lembut mencoba menjaga perkataannya agak tidak semakin menyinggung Dimas.

"Ya sudah, aku permisi dulu," Mikha bangkit namun seketika Dimas menahan tangannya.

"Maaf Tuan kami harus buru-buru, terima kasih ya sebelumnya Anda sudah banyak membantu anak dan istriku," ucap Max yang tiba-tiba saja datang dengan tatapan tajam. Ia tidak tahan melihat tangan istrinya di sentuh pria lain.

Tanpa mereka sadari, Dimas menatap kepergian Mikha dan Maxim hingga menghilang dari penglihatannya. Tangan pria itu mengepal erat, menahan segala luapan emosi yang berkecamuk di dalam dirinya.

................

Berhari-hari berlalu, Marrie selalu mengulik informasi tentang kebiasaan-kebiasaan pria pujaan hatinya, hingga tentu saja membuatnya dengan mudah menemukan Dimas di tempat-tempat yang sering pria itu kunjungi.

Namun, berkali-kali ia mencoba mendekati pria itu. Berkali-kali juga ia mendapatkan penolakan bahkan selalu diacuhkan.

"Saying I love you, Is not the words I want to hear from you,"

BRAK

Sebuah bantal melayang tepat mengenai Yudhi yang tengah asik bernyanyi dan memainkan gitar.

"Jangan nyanyi lagu itu!" protes Dimas yang tidak suka mendengar lagu Maxim yang di nyanyikan sahabatnya.

Yudhi yang bingung hanya menggaruk-garukan kepalanya yang tidak gatal melihat tingkah Dimas.

Belakangan ini memang Dimas sedikit sensitif dan mudah sekali marah, "Lagi PMS lu yee," cebik Yudhi menahan tawanya.

Dimas menghela napasnya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Entahlah. Lu tau kan kalau adik iparnya Mikha ganggu gue mulu, lama-lama gue muak sama perempuan itu," tuturnya seraya memijat keningnya.

Yudhi mengeryitkan keningnya dan meletakkan gitar di tangannya pada tempatnya. "Cantik gak? Kalau lu gak mau, buat gue aja! Gak kasian lu liat gue udah jomblo menahun, hati gue sampe banyak sarang laba-laba saking kosong tak berpenghuni," ledek Yudhi, lengkap dengan memasang wajah memelasnya.

"Hahahaha Sono ambil aja, ikhlas gue. Etttt, tapi setelah gue balas dulu," tutur Dimas tersenyum seringai.

Mendengar ucapan sahabatnya, Yudhi menatap tajam kepada Dimas, "Maksudmu apa?"

"Dia harus merasakan sakit hati seperti yang tengah gue rasakan karena perbuatan Kakaknya!"

BRAKKKK

Dimas tersentak, Yudhi menggebrak meja di hadapannya dengan begitu keras.

"Gak waras lu! Gadis itu gak tau apa-apa, salah kalau lu balas dendam sama dia. Lagi pula, sejak awal perasaan lu yang salah!" pekik Yudhi yang benar-benar murka dengan jalan pikiran Dimas.

"Kalau lu gak suka dia, cukup bicarakan baik-baik. Coba lu pikir, seandainya Fafa adik kesayangan lu di perlakukan seperti gadis itu, pikir!" sambung Yudhi kembali seraya menatap tajam Dimas dan pergi keluar dari kamar asramanya.

................

Dimas nampak bergeming, memikirkan perkataan sahabatnya yang cukup menyentuh relung hatinya. Pria tampan bertubuh tegap itu menatap nanar ke arah jendela kamarnya, menatap langit berbintang dengan rembulan yang bersinar begitu indahnya.

TOK TOK TOK

Pintu kamar asramanya diketuk beberapa kali.

Dimas segera beranjak dan berjalan menuju arah pintu.

"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Dimas pada seseorang yang kini berada di hadapannya.

"Ada yang mencarimu, sekarang di ruang tunggu," tutur pria paruh baya itu, lalu berpamitan untuk pergi terlebih dahulu.

Dimas berjalan untuk menemui seseorang yang telah menunggunya. Betapa terkejutnya ia, saat melihat Marrie yang nekat mencarinya hingga asrama militer yang ia tempati. Marrie menoleh dan tersenyum manis kala melihat sosok pria yang ia cari, berjalan mendekat ke arahnya.

"Hai," sapa Marrie dengan senyuman terbaiknya.

Raut wajah pria itu nampak masam, dan terlihat jelas jika ia sangat malas untuk menanggapi gadis blonde di hadapannya. "Dari mana kau tau alamat ini? Dan ada keperluan apa?" tanyanya tanpa basa basi.

Marrie yang merasa jika kehadirannya tidak diinginkan hanya dapat menelan salivanya kasar, dan berusaha menebalkan wajahnya. Lagi-lagi gadis itu menyuguhkan sebuah senyuman hangat guna menutupi perasaannya.

"Aku membawakannya makanan, kata Kak Mikha kamu sangat menyukai nasi goreng," ucap Marrie tersenyum.

Dimas hanya tersenyum sinis dan menatap gadis itu lekat-lekat dan berkata, "Aku tidak mengenalmu, dan kau tak perlu repot-repot melakukan ini semua!".

"Tapi aku ingin sekali mengenalmu," ucap Marrie lirih.

"Lebih baik kau segera pergi, daripada kau semakin terlihat seperti wanita yang tidak mempunyai harga diri, menjijikan!" cebik pria berkulit eksotis tersebut dan segera pergi meninggalkan Marrie.

Sakit? Hatinya terasa begitu berdenyut perih, Marrie berusaha mati-matian menyembunyikan air matanya yang sudah begitu berat menggenangi pelupuk matanya.

Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang tengah memandang ke arah Marrie dan Dimas. Sepasang mata yang menatap begitu sendu dan penuh arti mendalam.

ā€‹

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Dari London sampe Tabalong... wuih hebat author nih...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status