Pagi ini Alona lagi-lagi diteror oleh telepon dari ibunya yang tak lelah mengingatkan untuk pulang ke Indonesia. Tak tanggung-tanggung, sang ibu kali ini mengikutsertakan kakak dan abangnya untuk membujuk Alona agar segera kembali.
"Kamu kapan sih mau dengerin omongan orang tua?" sungut mamanya kesal.
Wickley benar-benar menepati janjinya, tak sampai sebulan mereka di Indonesia, semua persiapan pernikahan sudah hampir rampung. Rencananya minggu depan adalah hari yang dipilih pria itu untuk acara besar mereka yang bahkan tanpa bertanya pada Alona lebih dulu.Meski sempat mendapat bogeman mentah dari sang abang, Ilyas, yang meraung marah ketika Wickley bertamu ke rumah dan menyatakan duduk perkaranya, tapi pria itu tetap tak gentar dan terus memasang wajah datarnya. Alona bahkan harus menjerit hingga pingsan
Alona mengganti-ganti channel TV dengan kesal yang merongrong seluruh jiwa. Pria brengsek itu yang memaksa Alona untuk ikut ke apartemennya, tapi dia malah pergi entah ke mana sejak tiga jam yang lalu tepat setelah Alona menyelesaikan mandinya.Wickley bahkan pergi tanpa pamit, meninggalkannya begitu saja, dan hingga kini tak memberi kabar apa pun. Ingin rasanya Alona perg
Pagi-pagi sekali Alona terbangun di atas ranjang king size Wickley yang hanya berbalut selimut tebal, badannya terasa lengket dan bau keringat. Menoleh ke samping, dirinya mendapati pria itu yang sedang tertidur nyenyak. Jika melihat wajahnya saat ini, Alona tak akan percaya bahwa pria yang selama ini berkelakuan iblis padanya adalah pria yang sama.Wajah damai Wickley membuat Alona tak sadar tersenyum, apa lagi mendengar suara dengkur halus pria itu yang anehnya malah terasa merdu di telinga Alona. Dengan ragu,
Sepanjang perjalanan menuju rumah orangtua Alona, Wickley tak memberikan kesempatan wanita itu melepas tautan jari mereka. Perasaan cemas semakin menyelimuti pria itu melihat Alona yang tak mengucapkan sepatah kata sedari tadi. Dia lebih suka Alona yang meledak-ledak dari pada bersikap dingin seperti ini. Kalau memang marah, harusnya wanita itu melampiaskan, bahkan jika ingin memaki pun Wickley merasa lebih baik, dari pada hanya diam begitu.Kesunyian di antara me
Keesokan harinya, Wickley datang saat Alona bahkan masih begitu nyaman dengan seperangkat alat tidurnya, membuat wanita itu mengerang kesal karena ulahnya.Alona menatap wajah muram priatu yang duduk di hadapannya, lima belas menit berlalu dan mereka masih saja dalam keadaan membisu.Di rumah sedang sepi, karena sang mama sudah pergi sejak pagi mengurus berbagai hal tentang persiapan
Alona membuka mata secara perlahan, ia merasa kelopak matanya begitu berat untuk digerakan. Bukan karena dirinya sedang mengantuk, melainkan karena riasan mata yang membuatnya sedikit kesusahan untuk berkedip.Diperhatikannya wajah cantik nan anggun yang terpantul dari cermin di hadapannya. Untuk sesaat Alona merasa sangat takjub melihat hasil polesan make up dari MUA yang dipilih oleh Wickley untuk hari pernikahan mereka. Ngomong-ngomong soal pria itu, dia sepertinya sudah kembali dari Las Vegas tadi malam, meski belum bertatap wa
Sakit di kepala Alona begitu menyengat, matanya ia paksa untuk terbuka meski dengan pandangan yang begitu silau. Wanita itu mengerang saat tubuhnya juga ikut merasakan sakit luar biasa.Wanita itu memperhatikan sekeliling ruangan yang tak lain adalah kamarnya sendiri, tapi anehnya tempat ini tidak seperti yang terakhir kali ia lihat. Di mana bunga mawar merah yang tadinya memenuhi setiap sudut kamarnya? Di mana hiasan indah yang tadinya menyulap kamar ini s
Alona mulai mengepak barang-barang yang menurutnya penting. Keputusan sudah ia ambil, mama dan kedua saudaranya pun sudah setuju kalau Alona akan tinggal dengan tantenya untuk beberapa waktu. Ketika Alona mengatakan dia baik-baik saja, tentu semua itu tidak benar, yang paling ia rasakan saat ini hanyalah lelah. Lelah berpikir, dan lelah membatin.Kali ini ia akan melepaskan semua angan yang sempat terukir, setitik harap yang sempat hinggap, atau sekedar rasa yang