"Apa? Kakak diminta Mas Aksan menemani Bi Jum?" Seketika penasaran itu bercokol kembali di ingatannya, kenapa harus di temenin? Bi Jum kan sudah tua? Berbagai pertanyaan dan kecurigaan baru mulai bermunculan. Apa jangan-jangan Mbak Tami pun soal ruangan di dalam ruang kerja suaminya itu?"Lho, Aksan belum bilang?" tanya Mbak Tami.Nilam menggelengkan kepalanya, ia sama sekali tak tahu soal ini. "Mungkin dia lupa, Mbak gak keberatan kok dek. Malah harusnya kamu pergi bulan madunya sebulan tapi Aksan tidak bisa selama itu pergi bisa kacau perusahaan papa, kamu gak apa-apa kan cuma pergi seminggu aja? Kalau kelamaan kasian juga suami Mbak ditinggal sendirian di rumah." "Mbak gak usah repot-repot jaga Bi Jum, aku rasa Bi Jum tak masalah tinggal di rumah sendirian lagian hanya seminggu.""Janganlah, aku aja gak tega membiarkan Bi Jum sendirian di rumah. Bi Jum sudah cukup tua untuk tinggal sendirian di rumah segede ini." Nilam tak berbicara lagi, dia memilih melanjutkan kegiatannya mem
"Lagi apa kamu?" Nilam salah tingkah ketika lampu dinyalakan oleh Aksan yang menyembul dari balik pintu, bibirnya mendadak kelu dan tangannya yang segera ia turunkan membuat pas foto itu nyaris terjatuh dan nyaris mengenai kaki Nilam namun sigap Aksan berlari dan menangkap pas foto itu. "Mas ... Mas Aksan ....""Kamu lagi ngapain di sini malam-malam begini gelap-gelapan pula?" tanya Aksan. Nilam memandang suaminya itu, tak tampak wajah takut atau pucat, Aksan terlihat biasa saja. "Ma-mas ... Itu tombol apa?" tanya Nilam.Aksan hanya tersenyum mendengar pertanyaan istrinya itu."Kamu penasaran sama tombol ini sampai harus mengendap-endap kayak gini?" tanya Aksan.Nilam menganggukan kepalanya, Aksan mengusap kepala Nilam hingga membuat Nilam merasa lebih baik tapi kecurigaannya tetap bersarang di hatinya. "Coba kamu tekan saja," titah Aksan. "Hah? Tekan? Kamu yakin?" Nilam menatap wajah Aksan serius, apa ini sudah saatnya dia tahu atas apa yang disembunyikan suaminya selama ini.
"Mas ... Itu Mas ...."Nilam tersengal-sengal dan berusaha mengatur nafasnya yang terasa sesak. "Ada apa?" tanya Aksan.Nilam terdiam sejenak, ia berusaha untuk bersikap tenanh terlebih dahulu agar bisa berpikir apa yang harus ia ambil. Ditarik nafanya sedalam mungkin lalu menghembuskannya perlahan."Ada kecoa mas," jawab Nilam.Akhirnya Nilam memutuskan untuk tidak menceritakan apa yang dilihatnya."Ya ampun, kirain ada apa. Sudah ketemu yang dicarinya?" "Sudah mas.""Memang cari apa sih?" tanya Aksan penasaran."Surat dari Sesil mas, sudah yuk ah nanti ada kecoa lagi."Nilam menarik tangan Aksan dan mengajaknya pergi dari sana, semua terjadi biasa saja hingga aktifitas sarapan pun selesai. Nilam pamit ke kamar dengan alasan untuk memastikan semua barang untuk dibawa sudah lengkap. Di dalam kamar Nilam berpikir kerasa bagaimana caranya agar tak jadi pergi, karena ia sama sekali tak mau pergi. Nilam merasa harus segera memecahkan semua ini, tak mungkin bisa tenang jika ia belum men
"Ka-kamu ...."Telunjuknya mengarah ke wajah Nilam, membuat Nilam semakin kelimpungan dan tak tahu apa yang harus ia jelaskan tentang foto itu."Ma-maaf mas," ujar Nilam gugup.Aksan mencoba menenangkan dirinya, ia tak mau gegabah dengan memarahi Nilam atau menyakiti hatinya dengan kata-kata yang tak pantas. "Dari mana kamu menemukan foto ini?" tanya Aksan."Aku tak sengaja menemukannya mas ketika aku membereskan ruang kerja mas," jawab Nilam yang sudah berhasil mencari alasan tentang hal itu."Kamu bereskan ruang kerja Mas?" tanya Aksan heran."Selalu mas, tiap hari aku rapikan mejanya dan kusapu dari debu. Bi Jum tak pernah aku suruh untuk membersihkannya karena aku mau ruangan itu aku yang membereskannya."Aksan kembali terihat kelimpungan, seperti takut sesuatu terjadi saat Nilam berada di sana."Kamu menemukan apa saja selama membersihkan ruang kerja mas?" tanya Aksan.Nilam membaca sikap suaminya aneh, ya dia bisa mengira Aksan tengah ketakutan ketika mendengar Nilam suka membe
Aksan terlihat tak nyaman sepanjang perjalanan, wajahnya menunjukan kekhawatiran tentu saja itu membuat Nilam semakin curiga, ia berharap begitu sampai rumah bisa memergoki hal yang selama ini ia curigai."Kenapa mas?" tanya Nilam."Nggak sayang, Mas telepon Mbak Tami dulu ya ngabarin kalau kita gak jadi pergi." Tebakan Nilam benar, Aksan takut di rumah sedang tidak baik keadaannya jadi dia harus memastikan semua aman. Nilam tidak setuju dengan apa yang dikatakan Aksan."Gak perlu lah mas, kan nanti juga kita sampai rumah."Namun Aksan tetap merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel, Nilam membiarkannya seberapa besar pum cara Aksan menyembunyikan hal itu bagi Nilam jika sudah waktunya terbongkar akan terbongkar.Selesai mengirim pesan pada Mbak Tami, Aksan menggenggam tangan Nilam dan tak terlepas hingga sampai di depan rumah."Walah, ini yang mau liburan sudah pulang lagi." Mbak Tami sudah memyambut mereka pulang dengan senyum sumringah yang bagi Nilam itu adalah senyum kemun
"Alasan apalagi yang akan kamu ucapkan mas?" tanya Nilam.Aksan menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan berat. Pikiran Aksan melayang pada peristiwa itu, peristiwa di mana kehancuran bermula. Dengan berat Aksan menceritakan semua yang terjadi pada Nilam.Satu bulan setelah Aksan melamar Nilam, tiba-tiba seorang perempuan datang ke rumahnya dan mengaku sebagai simpanan papanya. Nyaris semua dibuat tak percaya akan hal itu hingga akhirnya papa mengakuinya.Saat itu terjadi pertengkaran hebat antara mama dan papa Aksan, hingga akhirnya papa membela perempuan itu dan mama memilih peegi dari rumah, Mama Indri adalah selingkuhan papa yang papa simpan dan jaga dengan baik, kepergian mama bukan membuat papa Aksan berpikir atau menyesal, justru dia melegalkan pernikahannya bersama Mama Indri tak ada yang menghadiri pernikahan itu, Mbak Tami, Aksan dan Ikhsan-kembaran Aksan memilih berfokus mencari mama kandung mereka. Aksan diliputi rasa sakit yang sungguh pedih, kenyataan pahit har
"Dia yang kamu cari?" Mbak Tami mendorong kursi roda dengan seorang perempuan yang duduk di atasnya. Nilam terperangah dan mendadak memiliki kekuatan untuk berdiri meski tangannya menempel berpegangan ke dinding. Aksan terlihat pasrah saat melihat kakaknya datang bersama perempuan yang selama ini ia sembunyikan."Siapa dia Mas? Siapa?" teriak Nilam.Perempuan di atas kursi roda itu menatap Nilam dengan tatapan sinis dan mendelik lalu tiba-tiba tersenyum membuat Nilam merinding sendiri. Ada yang aneh dari perempuan itu, lalu dia melihat ke arah Aksan dengan senyum bahagia dan kembali melihat ke arah Nilam dengan melotot."Jangan dekati suamiku, pergi ... Pergi ...."Perempuan itu ikut berteriak seperti Nilam tapi suaranya parau, Nilam terhenyak mendengar ucapan perempuan itu. Dia menatap ke arah Aksan."Apa dia bilang Mas? Suami? Kamu suaminya? Iya? Jawab mas?" Nilam tak kuasa menahan emosinya dia memukuli Aksan yang sejak tadi hanya terdiam, melihat Aksan dipukuli perempuan diatas
"Bohong ...."Seketika semua mengarah ke arah suara, Mama Indri sudah berdiri di pintu, tak ada yang menyadari kedatangannya karena sibuk dan hanyut dalam suasana menyakitkan."Tante ...."Mbak Tami menoleh dan terkejut, begitupun Aksan dan Nilam, tak ketinggalan Bi Jum yang sejak tadi mengintip di balik dinding. Tak ada mata yang tak menoleh ke arah Mama Indri.Mama Indri menghampiri Nilam yang masih terduduk lemas, dia ikutan duduk di hadapan Nilam. "Kalau dia benar mencintaimu seberapa tentu dia akan ingat syarat yang kamu ajukan, kalau dia benar mencintaimu tentu dia akan takut untuk berpisah darimu dan memilih membiarkan perempuan gila itu sendirian, kalau dia ...."Tetiba tangan kekar itu menyambar rambut Mama Indri hingga Mama Indri kesakitan, Aksan mengangkat tubuh Mama Indri dengan sekuat tenaga lalu menghadapkan wajahnya ke hadapannya."Belum puas kamu menghancurkan rumah tangga orang tuaku hah? Belum puas kamu melihat keponakanmu sendiri menderita? Sekarang kamu mencoba me