Air yang semula tenang di sulap menjadi sebuah ombak besar oleh Ki Burhan dengan sebuah jurus peraga ajian pemanggil kodam setan miliknya.
“Raja kali ini tamatlah riwayatmu bangsa kalap adalah setan terkuat yang tak bisa hancur. Sebab bangsa kalap terbuat dari air sehingga dipukul jua tak akan bisa, dibakar api jua tak mampu membakarnya seluruh bentuk mereka adalah air,” teriak Ki Burhan sambil terus menatap dengan mata melotot pada Raja yang tengah bersiap dengan kuda-kuda sempurna di depannya.
Sementara itu di belakang Ki Burhan berdiri ratusan bentuk setan berwujud air berkumpul. Sehingga bentuk-bentuk setan kalap yang berasal dari air dan berbentuk tinggi besar. Seakan mereka serupa air bah mirip dengan tsunami yang hendak meluluh lantakkan apa pun yang menghalanginya.
“Raja kami akan membantumu,” ujar Akri datang dengan sembilan belas anggota divisi pengintainya berjajar di samping kanan, kiri dan belakang Akri setelah beberapa saat yang lalu mener
Hanya kisah rekaan belaka dalam imajinasi Author. Nama tokoh serta tempat bukan asli sebenarnya. Kalau ada kesamaan tentu tanpa disengaja .
Setelah kapak berhenti berputar dan mampu dijinakkan oleh Kakek Duwi. Kakek Duwi mulai memegang gagang kapak lalu secepat kilat mengayunkan ke arah belakang. “Hiya...!” teriak Kakek Duwi seketika mengubah wujudnya menjadi mode api kuning kembali. Sehingga kapak yang iya pegang semula bukan senjatanya ikut tersalurkan api kuning membakar setiap sisi kapak namun tak hancur tetap utuh. Saat kapak terayun ke arah belakang oleh ayunan dari lengan kuat tangan Kakek Duwi. Ada satu tangan dari sosok tua lain yang menangkap ayunan kapak padanya. Sosok tersebut tersenyum pada Kakek Duwi sambil berkata, “Paman kau masih saja lekas marah.” Samping pas kakek tua yang memanggil Kakek Duwi dengan sebutan Paman. Ada pula satu sosok lebih tua lagi tapi masih lebih tua Kakek Duwi berkata, “Mas tidak ingatkah pada kami keponakan-keponakanmu, anak dari mendiang Haji Bagus Effendik.” Seketika saat Kakek Duwi melihat wajah-wajah mereka dan sesaat setelah menden
“Nyai jangan sampai penyamaran kita diketahui orang,” ucap Suhendra berjalan di sisi Nyimas suci sambil membawa gerobak sayur yang Suhendra dorong perlahan di area pasar desa Sumobito.Mereka berdua tengah ditugaskan Raja mencari informasi tentang sebuah bayi keturunan dari pendekar golongan tua terdahulu.Desa Sumobito adalah sebuah desa kecil yang termasuk dalam beberapa desa perbatasan sebelah utara kota Jombang. Tak semua desa telah hancur oleh ulah para setan dengan kalimat goro-goro yang sering di teriakkan oleh beberapa petinggi praktisi para normal atau sering disebut dukun.Beberapa desa kecil di area perbatasan-perbatasan yang selalu di jaga oleh pasukan-pasukan elite sekutu organisasi tua terdahulu yakni T O H dari lima kota sekitar. Membuat para dukun enggan menduduki apalagi menghancurkan desa-desa tersebut. Sebab bisa jadi turut campurnya elite-elite pasukan perbatasan dari kota lain di luar kota Jombang akan ikut campur. Ka
“Loh-loh Bu, Bu,” teriak Nyimas Suci menangkap Si Ibu Muda yang pingsan setelah melihat kepala pemilik warung di atas gerobak Dengan cepat Suhendra membungkus kepala tersebut dengan sebuah kain putih agar tidak menimbulkan kepanikan seluruh orang yang tengah berada di pasar. Tapi beberapa mata terlanjur melihat kepala putus dari pemilik kedai makan. Sehingga suasana pasar tradisional desa Sumobito menjadi tak terkendali dan semakin kacau saja. “Bagaimana kang?” tanya Nyimas Suci masih menopang tubuh Si Ibu muda. “Kalau aku bertarung sendirian Nyi aku tak akan mampu melawan mereka yang berjumlah sepuluh orang itu,” jawab Suhendra tampak mulai berpikir keras untuk menemukan satu cara agar Si Ibu muda dan bayinya terselamatkan dan Nyimas Suci dapat membantunya bertarung. “Woi kalian para berandal jangan mengacau di daerah kami!” teriak beberapa orang yang datang ternyata mereka adalah sekelompok punggawa Lurah yang diketuai langsu
“Awas Nyimas!” teriak Suhendra meloncat menghindari ledakan dari serangan Ki Surono sambil menggotong tubuh Si Ibu muda. Sedangkan Nyimas Suci jua ikut meloncat menghindar sambil menggendong bayi dari Si Ibu muda anak Pak Lurah desa Sumobito. “Sudah aku duga mereka adalah salah satu punggawa kelompok anak keturunan yang sedang menyamar, serang mereka!” teriak Ki Surono memberi aba-aba serangan pada sepuluh anak buahnya dengan cara mengacungkan gada. Serempak sepuluh dari anak buah Ki Surono melesat ke arah Suhendra dan Nyimas Suci. Dengan cepat mereka telah berhadap-hadapan dengan Suhendra dan Nyimas Suci. Tak membuang waktu lama ke sepuluh anak buah Ki Surono lantas menyerah Suhendra dan Nyimas Suci dengan jurus-jurus andalan mereka. Keadaan yang tak menguntungkan dialami Nyimas Suci dan Suhendra. Sebab masing-masing dari mereka membawa tubuh yang harus mereka selamatkan. Membuat gerak Nyimas Suci dan Suhendra menjadi tak leluasa dan berkali-kali t
Derap langkah kaki dari telapak dan cakar-cakar macan kumbang begitu mantap menjejak tanah. Sedikit iya percepat segera dari berlenggang menjadi berlari semakin cepat dan semakin cepat lagi. Matanya mulai menimbulkan efek api kemarahan yang nyata tajam dan beraura. Gigi taring terselip di sela-sela pojok bibir tak begitu panjang namun cukup untuk menakuti lawan saat iya mengaung gahar. Hoar, Hoar, Argh, “Woi Surono masih hidup kau ternyata!” macan kumbang seolah berteriak dengan cepat meloncati sepuluh anak buah Ki Surono yang tengah baku hantam dengan Suhendra. Macan kumbang wujud yang sangat gahar dan garang dengan perawakan kekar. Memungkinkan bentuk ini meloncat tinggi layaknya saudara jauh jenisnya yakni cita. Sekali melompat bahkan beberapa meter terlampaui olehnya. Kali ini yang iya incar adalah pemimpin para dukun yang sedari tadi hanya diam mengusung gada di pundak kanan. Seakan iya memandang remeh Suhendra dan Raja yang iya lawan
Duar, kratak, kratak, Ki Surono memang melangkah memang tegap berdiri mengacungkan gadanya. Namun gada yang tertinggal hanya gagang gada. Namun tubuh berdiri Ki Surono tinggallah tubuh tanpa kepala. Sesaat tadi kilat hitam bergerak cepat dari ujung pasar bawah pohon akasia. Sosok kilat percepatan dari jurus lari kilat dari sang pemimpin utama organisasi anak keturunan. Dialah Raka dalam mode kemarahan total beraura hitam pekat bercampur api hitam menyala-nyala. Haaa...! Haaa...! Teriakan-teriakan kemarahan mulai menjejali mata dan otak yang terus terbakar mengikuti seluruh tubuh luar dan dalam. Bahkan keseluruhan bola mata Raja menghitam pula. Gigi taringnya kini mulai memanjang berbarengan dengan rambutnya jua mulai memanjang. Otot-otot lengan dan kaki mulai tampak layaknya seseorang yang terkena penyakit varises menonjol keluar. Tangan kanannya menggenggam gumpalan satu daging berwujud otak
Pada sebuah desa bernama desa Mbadas bagian utara. Desa Mbadas sebenarnya terdiri dari dua bagian yang menjadi satu desa. Satu bagian utara masuk dalam lingkup kota Jombang. Satu bagian selatan masuk dalam lingkup kota Kediri.Bagian selatan dan utara hanya dibatasi oleh pepohonan bambu yang berjajar sepanjang tepian persawahan di bagian desa Mbadas utara. Sedangkan di balik selatan dari hutan bambu adalah permukiman warga masuk wilayah kota Kediri.Sebuah gubuk kecil terletak di pinggiran sawah sebelah utara masuk pada wilayah kota Jombang. Sebuah gubuk beratapkan daun rumbia dan berdinding dari anyaman bambu sangat sederhana.Gubuk tersebut menghadap ke arah sawah dan memang letaknya di tepian sawah jauh dari permukiman warga di arah utara kira-kira dua kilo meter jaraknya dari gubuk. Sengaja pak tua Raji mendirikan gubuk ini jauh dari perkotaan bahkan jauh dari pedesaan sekitar.Pak Tua Raji tak ingin ikut campur atas kejadian-kejadia
Beberapa sosok bayangan berkelebat di depan Pak Tua Raji dan Susanti yang tengah menunggu tanaman padi mereka di tepian sawah. Seakan ada aura aneh menjalar pada kulit Pak Tua Raji. Walau kekuatannya telah hilang, tetapi bila merasakan adanya sinyal-sinyal akan keadaan bahaya di sekitarnya tentu iya masih mampu.“Ndok Susanti ayo kita ke dalam kamu belum tidur siangkan Nak?” pinta Pak Tua Raji merayu Susanti agar mau diajak masuk ke dalam gubuk.Susanti masih terlalu kecil untuk melihat sosok-sosok setan atau mungkin siluman bahkan mungkin dukun pembawa setan. Pak Tua Raji sangat yakin kalau beberapa bayangan yang melintas berlarian diatas padi bukanlah manusia.Hanya para setan atau dukun atau para punggawa anak keturunan yang mampu melakukannya. Jikalau mereka adalah punggawa anak keturunan tentu mereka akan berhenti untuk sekedar menyapa serta memberi sedikit makanan seperti biasanya.Jikalau beberapa bayangan tersebut ada