CHOCHO POV
Kak Titi sekarang gak pelit waktu. Chocho senang! Senang sekali. Kak Titi bisa nemenin. Meski sebentar. Sebal! Kak Ander udah curi Kak Titi! Chocho sebal. Dulu Kak Titi punya Chocho. Sekarang punya Kak Ander juga. Chocho gak suka Kak Titi di kamar Kak Ander. Chocho ikut masuk.
"Chocho!" Kak Titi kaget.
Dia berdiri cepat. Dari ranjang Kak Ander. Kak Ander duduk. Rambut Kakak kacau.
"Kalian ngapain?" Chocho tanya
Pipi Kak Titi merah. Kak Ander rapiin rambutnya.
"Kak Titi bobokin Kak Ander?" Chocho tanya. Gak seneng! Sebal!
<XANDER POV Kakiku semakin membaik. Dad dan Mom sering mendesakku agar segera kembali ke rumah. Dengan berbagai alasan yang logis, aku selalu menunda kepulanganku. Sebenarnya memang sudah saatnya aku kembali ke 'dunia' ku yang dulu, tapi ada sesuatu yang membuatku enggan melakukannya. Sesuatu yang bernama 'Titi'. Dia yang telah mewarnai hari-hariku belakangan ini dengan keceriaan, kepolosan dan tingkah antiknya. Dia membuatku sangat bahagia hingga aku tak bisa mengenali diriku sendiri. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta, dan membuat hidupku jadi lebih semarak.Kami menjalin kasih secara sembunyi-sembunyi, tapi sepertinya Pak Frans mencurigai kami meski ia tak berani mengungkapkannya langsung padaku. Sedang Chocho, adikku itu akan mencemburui siapapun yang dekat dengan Titi. Duh posesif sekali. Yang jadi cowoknya
TITI POV "Masih lama?" Lagi-lagi Chocho bertanya tak sabar. "Sebentar lagi, Sayang," jawabku menenangkannya. "Oke!" kata Chocho sambil mengedipkan matanya.Chocho duduk dengan gelisah didalam mobil. Kakinya bergoyang terus seakan tak sabar ingin meloncat keluar saat mobil berhenti tiba di tujuan. Wajahnya nampak sangat antusias! Berbeda ketika dia bertanya padaku, apa aku cinta Mas Aro. Saat itu aku bingung harus menjawab apa. Akhirnya aku hanya berkata bahwa Mas Aro sudah ada yang punya. Anehnya Chocho diam saja dan bisa menerimanya. Entah dia mengerti atau tidak aku juga tak tahu. "Mana pantainya? Gak kelih
XANDER POV Untungnya pertunangan yang membuatku muak ini telah usai. Bahkan selama acara itu berlangsung, aku tak pernah sekalipun menatap mata tunanganku. Pasti pandangan mataku kosong, wajahku nampak dingin. Namun gadis itu tak bereaksi apapun meski aku yakin dia menyadari betapa dinginnya sikapku padanya. Kurasa ia juga tak menghendaki pertunangan ini. Kami adalah pion dalam biduk permainan politik bisnis yang dimainkan keluarga kami. Entahlah, mungkin ini sudah menjadi kutukan bagiku sebagai anak sulung keluarga Edisson. Terkadang aku merasa Chocho lebih beruntung dariku. Meski sudah menjadi nasibnya disembunyikan sebagai aib keluarga Edisson, tapi tak ada yang mengatur kehidupan cintanya atau dia diharuskan menikah dengan putri konglomerat lainnya. Dia bebas mencintai siapapun! Ehm, sampai sekarang aku masih bingung melihat hubungan Chocho dan Titi. Hubungan mereka terasa istimewa, s
TITI POV TIDAK! Kurasa ini tidak benar. Kudorong tubuh Mas Aro agar menjauhiku. "Mas Aro tak perlu berbuat seperti ini untuk membuktikan cinta Mas. Aku percaya Mas cinta aku," kataku lembut. "Tapi aku tak cuma butuh rasa percayamu, Titi. Aku ingin tetap memilikimu. Aku tak sanggup kehilanganmu!" Aku tersenyum lembut untuk menenangkannya. "Mas Aro tetap memiliki... cintaku. Tapi maaf, lebih baik kita cukup menyimpan cinta itu dalam hati. Aku ini wanita, Mas. Aku tak ingin menyakiti perasaan tunangan Mas Aro." Mas Aro terhenyak mendengar keputusanku. Kurasa ia tak menyangka aku akan mengambil langkah ini. Ya malam ini pikiranku pas benar pada tempatnya! "Titi, kau tak mengenal siapa tunanganku. Kami hanya korban keegoisan keluarga! Ia juga tak mencintaiku. Bahkan didepan temannya ia memanggilku Om dan tidak mengakui aku sebagai
GLADHYS POV Brengsek! Kepalaku masih terasa pusing gegara mabuk semalam, eh kini masih harus ngambil hapeku yang tertinggal di mobil si Om. Damn! Paling hapeku terjatuh saat aku mengakusisi paksa mobilnya yang kusabotase buat balapan liar. "Dhys, apa bener arahnya kesini?" tanya Uun yang kupaksa untuk mengantarku mengambil. "Iyalah, aplikasi pelacakku gak pernah mengecewakan kok." Aku menunjukkan aplikasi pelacak yang kuinstal di hape Uun. "Prett!" ledek Uun kenes. Uun ini sohibku sejak SMP yang lagaknya rada kemayu juga kenes. Aku sering menggodanya dengan memanggil dia Uni. Cuma dia yang tahu aku luar dalam. Paham jiwa pemberontak yang kusembunyikan dalam gaya anggun dan songgongku, adalah topeng untuk menutupi kesedihan dan rapuhnya hatiku. Yah, emang aku orang munafik sedunia, tapi setidaknya di depan Uun aku bisa bertingkah apa adanya. "Lagian elo Say, n
CHOCHO POV Bahagia. Bahagia banget! Rasanya dada ini hangat. Kata Kak Titi itu bahagia. Senangnya. Chocho jalan sambil lompat-lompat. Tangan Kak Titi Chocho gandeng. Trus digoyang-goyangin. Diayun-ayun atas bawah. "Kak Titi rasa!" Chocho tarik tangan Kak Titi. Taruh di dada Chocho. "Rasa apa?" Chocho tanya. "Hmm apa ya?" mata Kak Titi melihat atas, "hm rasa coklat kali ya, atau strawberry." Chocho bingung. Mulut Chocho melongo. Hah? Masa dada Chocho bisa ada rasa? Mau coklat aja! Chocho suka coklat! Tiba-tiba Kak Titi tertawa, lalu menutup mulut Chocho terus mencubit pipi Chocho. "Astaga Chocho, Kak Titi cuma bercanda. Sini terasa hangat kok." Tangan Kak Titi pegang dada Chocho lagi. Tapi Chocho masih belum ngerti. Chocho angkat kaus Chocho. "Eh Chocho, mau apa
TITI POVApa ini yang dinamakan kawin lari?Ah, kami enggak kawin. Juga enggak berlari. Istilah itu gak cocok menggambarkan keadaan kami saat ini. Peduli amat ama istilahnya. Yang jelas kami berdua, pergi meninggalkan semuanya di belakang hanya supaya bisa mencinta dengan bebas.Apa kami bahagia? Amat sangat! Aku tak pernah melihat wajah Mas Aro secerah ini. Ia terus tertawa, tersenyum, tertawa, dan tersenyum setiap kali memandangku."Apa ada sesuatu yang lucu di wajahku? Mas Aro tertawa terus kalau lihat aku," ucapku merajuk."Titikoma, itu karena kamu sangat menggemaskan," katanya sambil mencubit kedua belah pipiku."Aih, Mas Aro! Pipiku bisa molor nih kalau keseringan digemasin," protesku manja.Dia tertawa terbahak mendengar rajukanku. Lalu memelukku mesra."Oke, oke. Mulai sekarang aku tak mencubitmu kalau gemas, tapi.."Cup. &
TITI POV Aku tak bisa tidur setelah menguping pembicaraan Mas Aro dan Paman saat mereka melakukan panggilan telepon. Sungguh, pikiranku didominasi kecemasan akan nasib Chocho. Mengapa dia dikirim ke rumah sakit jiwa? Apa salah Chocho? Salahnya cuma satu, mencintai wanita sepertiku. Wanita yang tidak menghargai dan menyia-nyiakan cintanya yang tulus. Maafin Kak Titi, Chocho.. Airmataku bergulir begitu mengingat kemalangan anak asuhku itu. Buru-buru aku menghapusnya saat kudengar pintu kamar terbuka. Aku memejamkan mataku dan pura-pura telah tertidur. Mas Aro masuk, dia memperhatikanku cukup lama dari tempatnya berdiri. Entah apa yang dipikirkannya. Beberapa saat kemudian barulah ia naik ke ranjang dan merebahkan dirinya di sampingku. Kudengar ia menghela napas panjang. Mas Aro mengelus rambutku lembut sambil bergumam pelan, "mengapa aku merasa ki