Dersik membisik. Suasana pagi yang cerah begini tak semua orang menyukainya. Xena membenci panas yang menyengat. Baik di jam-jam masih bisa dibilang pagi begini atau kalau tengah hari datang menyapa nanti. Xena membenci gerah, ia tak suka kalau tubuhnya berkeringat banyak seperti ini. Itulah alasannya ia terus saja menghela napas kasar sembari mengibaskan kerah seragam putih abu-abu yang dikenakan oleh Xena hari ini. Gadis itu melirik Bara yang terkesan diam dan tenang. Tetes butiran keringat mulai membasahi kedua sisi pelipis remaja jangkung itu. Tak ada percakapan di antara keduanya dalam sesaat. Hanya menyisakan hening dengan menikmati semilirnya bayu yang berembus. Bel nyaring mulai terdengar memekakkan telinga. Menyita perhatian Xena yang kini menoleh tepat mengarah ke semua bagian pintu kelas yang meramai.
Gadis itu kembali menghela napasnya. Ramai tak disukai oleh Xena. Apalagi kalau keadaannya sedang kacau begini. Rambutnya berantakan sebab ia mengikatnya alakadar tak
Kaki jenjangnya tegas menyapu jajaran petak ubin yang samar memantulkan bayangan tubuh rampingnya. Baru saja ia selesai mencuci wajah dan menyekanya dengan tisu lembut pemberian Bara sebelum remaja itu menghilang entah kemana perginya. Katanya sih, ia tak akan sudi menunggu Xena berlama-lama di dalam kamar mandi wanita. Bukannya apa, ia hanya tak ingin disebut sebagai si mesum yang suka mencuri kesempatan dengan berpura-pura berdiri menunggu seseorang di depan pintu utama area toilet wanita sekolahan.Bagi Xena juga tak apa. Toh juga Bara sudah banyak membantunya sebelum ini. Menemaninya berlari, mengajaknya mengobrol, bahkan rela membelikan gadis itu tisu untuk membersihkan wajahnya. Sudah cukup, bagi Xena semua itu sudah cukup adanya. Sekarang waktunya kembali masuk ke dalam kelas. Dalam dugaannya sekarang pasti Nea sudah menunggunya. Gadis itu mengirimi spam pesan bahwa panggilan suara bertubi-tubi banyaknya hanya untuk menanyakan alasan Xena tak datang ke dalam kelas
Xena cantik. Hidupnya serba berkecukupan dengan kedua orang tua yang amat sangat menyayangi dirinya. Segala hal yang dilakukan oleh Xena tak pernah mendapat teguran dari papa juga mamanya. Ia memiliki banyak orang baik yang hidup di sekitarnya sekarang ini. Jikalau dimasukkan ke dalam catatan, hidup gadis itu terlihat sempurna dengan segala anugerahnya yang luar biasa indah. Akan tetapi semesta tak memberinya sebuah rasa yang tak kalah indah pula. Rasa cinta dengan objek yang wajar, Xena menginginkan itu.Mengapa harus Abian Malik Guinandra yang menjadi tambatan hatinya?Mengapa juga harus Daffa Kailin Lim yang masuk kw dalam harapannya sekarang ini?Xena membenci fakta itu. Menyimpan rasa dengan terus berusaha untuk terlibat netral dan baik-baik saja adalah hal tersulit yang dilakukan oleh dirinya sekarang. Setiap memandang paras Malik, Xena selalu saja jatuh hati. Setiap mendengar suara Daffa, ia kembali merangkai harapan. Jika tak Malik, berikan saja Daffa
Malam tiba. Gemintang indah menghias di atas cakrawala. Tak ada mendung hanya saja semilir hawa bayu yang berembus sedikit berlebihan malam ini. Sepoi-nya tak biasa, sedikit kencang dengan sesekali embusan dingin terasa kuat menusuk masuk ke dalam tulang belulang. Gadis cantik yang masih kokoh menatap cermin persegi di depannya itu tak mengindahkan hawa yang merambah masuk ke dalam kamar pribadinya. Hanya fokus dengan polesan lip balm tipis untuk membuat kesan 'memukau' ada di atas parasnya malam ini. Bukan ingin pergi berkencan buta bersama seorang laki-laki tampan dan mempesona, bukan juga ingin menghadiri pesta dansa para bangsawan ala-ala negeri dongeng. Xena akan pergi ke minimarket di sisi pertigaan jalan raya sebelum gang masuk ke dalam area perumahan tempatnya tinggal. Tak perlu memesan ojek online, juga tak perlu memesan taksi atau sampai naik bus segala. Ia hanya perlu berjalan, paling lambat akan sampai lima belas menit berlalu.Ia kembali tersenyum kala menyadari a
Jajaran rak penuh dengan camilan sukses di lewati oleh dua remaja yang ada berjalan sejajar dengan Malik yang membawa keranjang mewah berisi apapun yang ingin dibeli oleh Xena. Tak ada yang menyuruh Malik untuk ikut serta datang kemari bukan? Remaja jangkung itu memaksa untuk ikut alih-alih menunggu di dalam rumah dengan menopang dagu dan menyilangkan kakinya di atas sofa ruang tamu sembari menatap televisi besar di sana. Ia tak diharuskan ikut. Tak harus menerjang hawa dingin dengan berjalan menyusuri jalanan gelap yang ada di area perumahan elit tempatnya tinggal. Jadi jangan salahkan Xena kalau ia membuat Malik berposisi seperti seorang babu atau pesuruh sekarang ini. Toh juga, akan lebih enak dipandang kalau wanita yang memilih belanjaan dan pria yang membawa keranjang belanjaannya."Udah semuanya?" Malik menyela. Melirik semua makanan yang sudah masuk ke dalam keranjangnya.Xena menggeleng. Tidak, ia belum puas untuk menghimpun semua belanjaan yang ada d
String lampu pijar menjadi penerang utama bagi dua remaja yang kini duduk berjajar dengan jarak sedang tak terlalu dekat. Hela menatap jauh ke depan. Menikmati suasana sepi yang kini datang selepas Malik kembali dari mini market untuk membelikan obat merah dan handsaplat untuk menutup luka yang ada di sisi lengan milik Hela. Remaja jangkung itu tak mau berucap sepatah katapun sekarang ini. Hanya diam membisu untuk menunggu Hela-lah yang membuka percakapan di malam pertemuannya dengan Abian Malik Guinandra.Bukan hal yang aneh untuk Malik melihat Hela bertengkar dengan seseorang di tepi jalan begini. Ini sudah ketiga kalinya remaja itu memergoki Hela bertengkar bak bocah yang sedang memperebutkan makanan dan permen di sisi trotoar jalanan. Tak mengindahkan tatapan orang asing juga kalimat para penonton bisu yang tertarik dengan pertengkaran dirinya bersama pria yang sama."Makasih," sela Hela melirih. Menarik kantung plastik putih bening yang diletakkan di sela duduknya d
Apa benar-benar tak ada hati untuk gue sampai sekarang?" tanyanya melirih. Tatapannya berubah sayu dengan penuh pengharapan ada di dalamnya. Hela benar-benar berharap Malik sedikit mau membuka hati untuk dirinya.Remaja itu melepas genggaman tangan Hela perlahan. Menghembuskan napasnya kasar kemudian memutar tubuhnya untuk bisa berbicara dengan nyaman. Gadis itu tak kunjung mengerti alasannya datang kemari dan menolongnya beberapa waktu yang lalu. Malik menganggap Hela adalah teman baiknya lambat laun. Gadis itu memang keras di luarnya, terlihat sinis dan tak acuh pada lingkungannya. Hela dikenal sebagai si populer dewi-nya sekolah dengan segala peringai anggun dan wajah cantik serta proporsi tubuhnya yang indah semampai menjulang tinggi, namun tak banyak yang tahu bagaimana Hela Ileana yang sebenarnya?Hanya ada dua orang yang mulai mengenal Hela dengan baik, pertama Daffa Kailin Lim. Kedua, Abian Malik Guinandra."Jangan membuat situasi aneh sekarang. Kead
Pagi menyapa bersama lengkungan sempurna sang mentari yang sudah agung menempati posisinya di atas sana. Hawa sedikit hangat. Angin yang berembus tergolong normal layaknya pagi pada umumnya. Gadis berambut pekat itu bersenandung ringan. Menatap luasnya cakrawala sembari sesekali tersenyum manis untuk menikmati apa yang disuguhkan alam padanya pagi ini. Nea Oktaviana, si manis nan lugu kekasih hati dari Daffa Kailin Lim. Ia tak sedang bersantai kali ini, namun sedang menunggu Xena yang katanya mampir di dalam kamar mandi selepas menyuruhnya untuk pergi terlebih dahulu. Sepuluh menit lebihnya beberapa detik, gadis itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya juga. Entah kemana perginya Xena, jikalau hanya ke kamar mandi untuk buang air kecil mungkin 10 menit cukup untuk memberi jeda waktu pada Xena.--kecuali jikalau Xena mengingkari janjinya! Tidak, Xena bukan gadis yang suka seenaknya sendiri seperti itu. Jikalau gadis itu ingin pergi ke suatu tempat Xena biasa mengabari
"Hai Xena!" Sapaan dengan nada ringan sukses membuat Xena mengurangi laju langkah kakinya. Ia menoleh. Sejenak menatap remaja jangkung yang kini mulai menyamai setiap gerak langkah kakinya.Bara tersenyum kala Xena menatapnya dengan manis. Gadis itu sangat mempesona untuknya lambat laun. Tak seperti gadis cantik metropolitan kebanyakan, Xena bukan hanya berpoint tambah pada kecantikannya saja. Gadis itu berperangai baik dan sopan. Pendiam dengan tutur lembut yang amat sangat menawan hati. Hanya itu yang sukses meluluhkan hati Bara belakangan ini. Setiap malamnya selalu dipenuhi dengan wajah Xena dan suara manis yang terekam di dalam memorinya.Bara tak tahu semenjak kapan ia jadi begini, jika ditanya apakah dirinya tertarik dengan Xena? Jawabannya iya! Namun dirinya belum berani untuk mengatakan bahwa ia jatuh hati pada Xena. Ketertarikan Bara hanya sebatas fisik saling memandang dan teman baik saling bercengkrama intens. Selebihnya, Bara tak berani menyimpul