( POV 3 )"Aku sudah melamarnya, Aidan," ucap Timothy Johnson pada sang adik di sambungan teleponnya pagi itu di ruang kerjanya."Apa kau sudah melamarnya?! Hebat sekali kakakku ini!!" puji sang adik, yang bernama Teddy Aidan Johnson."Lalu apa jawabannya padamu Tim?" Ted bertanya kemudian."Dia ingin bertunangan denganku terlebih dulu, dia tak mau buru-buru menikah karena dia masih trauma dengan hubungan sebelumnya." sahut Tim lirih."Itu tak tak masalah, bukan berarti dia menolakmu kan? dia hanya butuh waktu saja, Tim. Kau jangan terlalu terburu-buru," Ted memberikan dorongan."Ya, kau benar, aku pikir juga begitu, masih banyak waktu untuk kita lebih saling mengenal," ucap Tim."Aku jadi semakin tak sabar bertemu calon kakak iparku ini," goda Ted seraya terkekeh senang."Dia adalah wanita yang mandiri dan luar biasa, Ted," sahut Tim bangga."Aku percaya itu, kalau tidak mana mungkin kakakku yang sedingin es ini bisa tergila - gila padanya, hahaha!" Ted tertawa senang di sebrang sana
Malam ini Tim sengaja memerintah pelayan mansion keluarga Johnson untuk menyiapkan hidangan istimewa sebagai acara penyambutan kedatangan Teddy Johnson dan ia juga menyuruhku untuk datang ke mansionnya. Selama aku mengenal Tim, ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di mansion mewah milik keluarga Johnson. Keluarga Johnson yang ada di Dallas hanya tersisa Tim dan Ted saja, dan mereka berdua adalah pewaris utama dari segala aset peninggalan sang ayah.Namun, hanya Tim Johnson lah yang kini melanjutkan perusahaan, sedangkan untuk Ted lebih memilih menjadi pengacara karena seperti yang Tim katakan padaku semalam, adiknya itu adalah tipe yang tertutup.Dan kini seperti yang telah direncanakan kami berdua menyambut kedatangan Ted di mansion utama.Kulihat Tim begitu antusias menyambut sang adik, aku bisa memahami dan merasakan kasih sayangnya pada adik satu-satunya itu.Saat itu sekitar pukul 8 malam, aku yang sejak tadi tengah duduk di taman mansion, melihat keindahan pemandangan mala
Alden Corp. Dallas"Besok akan ada rapat direksi, kau harus menyiapkan semua berkas yang aku minta malam ini, Michelle," perintah Mr. James, atasanku siang itu padaku."Baik, Mr. Cameron. Segera akan saya siapkan," jawabku."Fuuhhh,, malam ini aku harus lembur, karena tidak mungkin aku bisa menyelesaikan berkas sebanyak ini dalam hitungan jam," ucapku dalam hati.Namun, sebelum aku memulai pekerjaanku, saat itu aku sempatkan mengirim pesan pada Tim kalau akan lembur malam ini, agar ia tak khawatir nanti.Beberapa jam pun berlalu tanpa aku sadari, hingga satu persatu dari karyawan kantor lainpun pulang dan kini hanya sisa beberapa."Kau akan lembur hari ini, Michelle?" tanya Peter teman satu kantorku saat aku tengah sibuk berkutat di depan komputer."Ah ya, Peter. Mungkin satu jam lagi selesai" sahutku seraya tersenyum tipis."Oh, hebat. Aku salut dengan semangatmu, Michelle! Baiklah, aku pulang dulu ya. Ini sudah hampir malam, kau jaga diri baik-baik ya," ucap Peter sebelum berlalu pe
"Aahh, kepalaku pusing sekali," keluhku saat baru membuka mata ini. Rasanya seluruh tubuhku terasa rontok dan tanpa tenaga. Kepalaku pusing dan terasa berat. Entah apa yang terjadi semalam aku tak ingat, hingga kini aku akhirnya menyadari sepenuhnya kalau aku terbaring di tempat yang asing dengan tubuh polos dan dengan seorang pria...."Astaga, Ya Tuhan?!! Apa yang terjadi sebenarnya?!!" pekikku syok seketika saat melihat seorang pria tidur di sebelahku dan pria itu tak lain adalah James Cameron, atasanku sendiri!!Mendengar teriakanku, James membuka kedua matanya dan kini dapat kulihat dengan jelas senyuman penuh arti mengembang di wajah tampannya yang kini tampak menakutkan bagiku sekarang."Hallo, Michelle sayang... Kau sudah sadar??" Tanyanya menyeringai padaku seraya bangun setengah badan dan baru aku menyadari kalau dia dan aku sama-sama telanj*ng!!"James Cameron bisa jelaskan padaku apa yang terjadi semalam??!" Tanyaku keras dengan wajah syok yang amat sangat."Tentu saja ber
( POV 3 )Mister Rich Klub, Dallas."Apa??!! Kami tidak salah dengar, Ted?!" Martin Cruse berseru tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar tadi dari bibir sang sahabat, Ted Johnson."Ini kejutan, Ted! Aku tak menyangka sahabatku yang bagai orang kutub ini bisa jatuh cinta, dan wanita beruntung itu ternyata adalah Michelle Scullys!" Stephen Lee berseru girang dengan ekspresif."Shut up, Stephen!! Apa kau tidak tahu, Ted sedang patah hati sekarang!" Tegur Martin Cruse kesal pada teman konyolnya yang satu itu."Oh, Sorry sorry. Maafkan aku yang terlambat menyadari kabar mengejutkan ini." Ledek Stephen dengan senyuman lebarnya."Lalu apa yang akan kau lakukan? Apa Michelle tahu kau menaruh hati padanya sejak dulu?" Martin bertanya ingin tahu."Tidak, aku belum sempat mengatakannya. Dan aku rasa lebih baik dia tidak tahu untuk selamanya," Ted menjawab lirih dengan nada putus asa."Astaga, Ted Aidan Johnson kenapa kisah cintamu begitu amat menyedihkan." Stephen berkomentar dengan mengg
Hari-hari kulalui dengan tanpa gairah sejak peristiwa itu, hati dan perasaanku seakan mati rasa. Menjadi budak nafs* psikopat berkedok presdir, James Cameron, sungguh membuat hidupku tersiksa dan bagai di neraka.Di mana setiap hari aku harus melayani keinginan James Cameron di mana pun tempat, psikopat itu tak hanya menyiksa tubuhku saja, namun juga jiwaku. Dan aku semakin yakin kalau dia memang sengaja melakukannya agar aku hancur.Semakin aku hancur, semakin aku merasa tak berarti di mata Tim Johnson. Ingin rasanya aku berlari dari semua siksaan ini, namun aku tak bisa. James Cameron tahu bagaimana ia bisa mengendalikan hidupku, ia seolah tahu kelemahan yang kumiliki. Ya, aku tak bisa membuat Tim Johnson hancur karena kebodohan dan keegoisanku. Saat ini yang aku lakukan hanya bisa bertahan namun entah sampai kapan.....Malam itu saat aku akan pulang menuju ke villa, aku terkejut dengan kedatangan Teddy Johnson yang tampak berdiri di sisi mobil jaguarnya. Penampilannya kali ini t
Villa Johnson, Dallas."Michelle, kumohon buka pintunya!" Samar-samar kudengar suara Teddy Johnson dari balik pintu kamarku malam itu setelah aku pulang dari neraka jahanam seorang psikopat yang bernama James Cameron.Aku yang saat itu masih meringkuk di bawah selimut tebal yang menutupi tubuhku tak bergeming sedikit pun. Karena saat ini aku merasa lemah dan tanpa tenaga. Aku sama sekali tak berniat membuka pintu itu, karena jika aku membukanya Ted akan tahu aku tidak dalam keadaan baik-baik saja.Namun seperti tak menyerah, Ted terus berteriak memanggil namaku. Hingga akhirnya, sebuah suara pintu didobrak mengejutkanku.BRAK!!Aku diam dan tak berkutik, semakin mempererat selimut yang menutupi tubuhku."Michelle! Katakan padaku apa kau baik-baik saja?!" Tanya Ted cemas seraya mendekatiku yang masih tak bergerak di bawah selimut."Michelle...Michelle. Kumohon jawablah pertanyaanku. Apa terjadi sesuatu padamu, Michelle? Kumohon bicaralah...""Ted, pergilah.Tinggalkan aku, aku baik-bai
( POV 3 )"Bagaimana keadaan Michelle, Aidan? Apa dia baik-baik saja?" tanya Tim di teleponnya malam itu pada sang adik."Dia baik-baik saja, Tim. Kau tak perlu khawatir, ada aku disini menjaganya. Kau bagaimana di sana? Kapan kau akan pulang?" Ted balik bertanya."Besok lusa aku akan pulang ke Dallas. Masalah perusahaan sudah bisa kuatasi di sini, aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan Michele. Entah kenapa pikiranku merasa tak tenang akhir-akhir ini.""Kau merindukan Michelle Tim, itu yang membuatmu banyak berpikir," sahut Ted."Aidan..""Ya??""Kau mau kan menjaga Michelle jika suatu saat aku tak ada?""Apa maksudmu Tim? Kau jangan bicara yang aneh-aneh!" tegur Ted tak senang."Jawab pertanyaanku, Aidan. Kau mau kan menjaga Michelle untukku?" tanya Tim kembali serius."Tanpa kau minta pun aku akan menjaganya untukmu, Tim karena Michelle adalah calon kakak iparku.""Aku berterima kasih padamu, Aidan. Kalian berdua adalah hidupku. Akan kulakukan apa saja agar kalian bisa bahagia."