Share

6. Pengakuan Yudhi

Tok ... Tok ...

"Assalamualaikum, Dik Tiara."

Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu. 

Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi.

"Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan.

"Apaan itu?"

Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas.

"Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara. 

Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.

Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut.

"Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi.

"Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"

Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Yudhi yang menyadari hanya tersenyum, lalu ia bangkit membuka pintu kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. 

Ia hidupkan saklar. 

"Alhamdulillah, sudah diperbaiki. Padahal bulan yang lalu Mas pulang, masih rusak. Pasti kerjaan Umi ini," lirihnya pelan.

Yudhi masuk lebih dalam, menghidupkan kran air lalu keluar dan mempersilahkan permaisurinya mandi.

Tiara segera membuka koper lalu mengambil baju handuk. Saat berpas-pasan di depan pintu kamar mandi, mereka saling melempar pandang.

"Permisi, Mas."

"Oh, iya. Saking terpananya sama permaisuri Mas sampai lupa udah menutupi jalan utama ke kamar mandi."

Guyonan Yudhi tak terlalu Tiara tanggapi. Hanya tersenyum kecil, lantas wanita itu segera meluncur ke dalam kamar mandi.

Di dalam ruangan kecil itu, Tiara menatap wajahnya pada sebuah kaca yang terletak di atas wastafel. Teringat dan kembali memikirkan apakah Wira bisa melalui malam ini dengan menahan gejolak dalam dirinya. 

Tiara seolah bisa merasakan apa yang sedang dirasakan Wira. Rindu Wira, seakan menyelimuti tubuhnya.

"Pasti menyakitkan untukmu, Mas. Maafkan aku Mas, harusnya aku tahu kamu gampang terpancing emosi. Tak seharusnya aku membuatmu semakin tersulut amarah. Tapi aku sudah nggak tahan Mas. Sungguh bukan perceraian yang aku inginkan, tapi perubahan pada sikapmu, Mas."

Sekilas kejadian malam itu kembali terngiang di benak Tiara.

*

"Oke, Mas ceraikan kamu. Silahkan kamu menju** dirimu di luaran sana!"

"Nyebut, Mas. Mas sudah mentalak saya untuk ketiga kalinya!"

"Biar! Bukankah itu yang kamu mau, sekarang kamu bebas, menikahlah dengan lelaki manapun. Puaskan keinginanmu."

"Kamu keterlaluan, Mas! Aku benci sama kamu!"

*

Tiara menghela napas panjang. Setiap kali mengingat perceraian itu, dadanya terasa sesak.

Tak lagi tenang, ia mulai mencentongi air dengan gayung lalu menumpahkannya ke sekujur tubuh. 

Bayangan Danu, tangisan bocah itu, tatapan matanya, genggaman tangan yang enggan membiarkan Tiara pergi. Semua terasa begitu membekas di diri Tiara. 

"Danu, Mama rindu, Nak ...."

Tangis Tiara beriringan bersama titisan air. Lagi, seolah tak mampu meredam rasa sakit di dadanya, Tiara kembali menyirami tubuh berkali-kali tanpa henti. Seolah segala kesedihan akan luruh seiring tetesan air yang jatuh ke lantai.

Tapi kenyataan, ingatan akan Danu semakin dalam, semakin sakit pula terasa di dadanya.

Tak hanya Danu, kini kata rindu yang ia dengar dari Wirapun mulai ikut membebani. Ia merasa bertanggung jawab untuk meredakan gemuruh rindu dalam hati mantan suaminya.

"Aku menyalahkanmu atas perceraian ini, Mas. Padahal akupun turut ambil andil. Hiks ...."

Seperti hilang ingatan, Tiara terus menyiram tubuhnya dengan air tanpa jeda. Yudhi yang mendengar, menjadi cemas. Ia bangkit dan mengetuk pintu kamar mandi.

"Dik ...."

Tak ada jawaban.

Yudhi semakin kalap. Ia ketuk kembali sambil memanggil nama Tiara.

"Dik ...."

Tetap tak ada jawaban, justru suara siraman air itu terdengar semakin kencang.

***

Sudah setengah bak air berkurang, karena Tiara terus menyirami tubuhnya seperti sedang kerasukan. Karena kelelahan, ia rebah bersandar di dinding.

Terdengar namanya dipanggil dari luar.

"Dik, mandinya udah tho? Kenapa lama banget?"

"Iya, Tiara udah siap, Mas."

"Kalau gitu buka pintunya, Dik."

Dengan sedikit kesusahan Tiara bangkit meraih handuk mandi dan menyematkan ke tubuh. Setelah selesai Tiara berjalan hendak membuka pintu. Tapi mendadak penglihatannya kabur, samar ia masih bisa melihat knop pintu kamar mandi.

Walaupun tubuh sudah tak seimbang tapi tangan berhasil membuka kunci dan menekan knop ke bawah. Tapi setelah itu, Tiara merasa penglihatannya benar-benar menjadi gelap. Napasnya tertahan, jantung melemah.

Tiara ambruk.

"Tiara ...."

Yudhi yang ada di hadapan, segera menahan tubuh sang istri.

"Kamu kenapa, Dik? Ya Allah, Tiara ...."

Bersamaan dengan diangkatnya tubuh yang sudah tak lagi berdaya itu, azan mengalun di mushalla samping rumah.

"Alhamdulillah sudah waktunya berbuka. Allahumma lakasumtu wabika amantu waaala rizkika aftartu birahmatima yaa arhamarrahimin."

Yudhi berhasil menidurkan Tiara di atas ranjang. Kecemasannya bahkan membuat lelaki itu lupa untuk meneguk segelas air. Yang ia ingat hanya keselamatan Tiara. Dengan cepat, Yudhi mengambil minyak kayu putih di dalam tas sandang sang istri, lalu menggosok-gosokkan minyak di pelipis juga menciumkan aromanya di hidung Tiara.

"Bismillah, Tiara sadarlah, Sayang."

Pelan, Tiara mulai membuka mata.

"Mas ...."

"Kamu kenapa Tiara, dimana yang sakit?"

Tiara kembali menumpahkan air matanya.

"Hatiku yang sakit, Mas ...,"jawabnya sambil terisak. Yudhi yang mendengar pun sama sakitnya, mengetahui istri belum move on dari masa lalu, ternyata sama sakit dengan diselingkuhi.

"Kamu yang sabar, Dik. Semua masalah ada jalan keluarnya. Kamu hanya harus berserah diri sambil ikhtiar. In Syaa Allah, Allah akan beri jalan keluar terbaik."

"Semua ini salahku, Mas. Aku yang meminta cerai dari Mas Wira. Sejujurnya, aku tak sungguh-sungguh ingin bercerai, hanya ingin dia berubah. Tapi ternyata, permintaanku dia iyakan ...."

Tiara kembali berderaikan air mata. Yudhi yang mendapati kenyataan itu, sungguh merasa amat terguncang.

"Semua sudah jalan Allah, Dik. Ikhlas."

Tiara tak berespons, masih terisak dalam kedukaan yang teramat dalam.

"Jangan menangis lagi, Dik. Kamu harus memikirkan kondisimu, jika kamu sakit, bagaimana bisa kita kembali ke Jakarta. Bukankah kamu bilang kamu kangen Danu?"

Ucapan Yudhi membuat tangis Tiara seketika terhenti. Ia memandang sang suami, membuat lelaki itu merasa begitu iba.

"Sudah selesai azan, Dik. Mas harus berbuka dan melaksanakan shalat magrib. Jika Adik terus menangis, Mas tidak bisa ngapa-ngapain?"

Tiara menunduk sambil menahan isakan.

Sedang Yudhi bangkit dan berjalan menuju meja. Ia ambil gelas berisi air mineral yang diletakkan ibunya di tempat itu.

"Adik minum dulu, yuk. Biar seger badannya."

Tiara bangkit dan meminum air itu beberapa teguk. Setelah Tiara kembali berbaring, Yudhi mencari bekasan dimana Tiara meletakkan bibirnya pada gelas tersebut.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya sambil meneguk habis air di dalam gelas.

Tiara melihatnya dengan perasaan tak menentu. Terlalu sulit ia membaca sikap romantis sang suami tersebab begitu banyak beban di kepala wanita itu.

"Mas sedang mencoba mempraktikkan apa yang dilakukan Rasul dahulu bersama istrinya Aisyah, Dik. Minum dari bekasan bibir sang istri," lanjutnya kemudian sambil tersenyum.

Tiara terhenyak. Ia memandang lelaki itu yang setelah mengucapkan kalimat romantisnya bangkit untuk kemudian menghilang di balik pintu kamar mandi.

Selepas kepergian Yudhi, Tiara kembali bergelimpangan air mata. Bayangan kebersamaannya bersama Yudhi walau baru dua hari, tapi teramat berkesan di dalam hati. Tapi detik berikutnya, kebersamaannya bersama Wira ikut membayangi. Semua yang melintas dalam jiwa membuat Tiara kembali terguncang.

"Ya Tuhan, aku ingin semua ini segera berakhir."

***

Yudhi baru saja selesai melaksanakan shalat magrib. Ia bangkit setelah melipat sajadah, berjalan mendekati ranjang untuk mengetahui keadaan Tiara. 

Dipandanginya sang istri, tampak sudah tertidur pulas. Niat Lelaki itu membangunkan untuk makan malam, terpaksa ia urungkan, terlebih setelah mendengar dengkuran halus pertanda tidur nyenyak.

Akhirnya Yudhi memutuskan untuk keluar seorang diri. Saat sampai di ruang makan, sang ibu ternyata sudah terlebih dahulu ada di tempat itu. Tampak sibuk mengatur menu di atas meja.

"Lho, Yud, mana Tiara?"

Yudhi menarik kursi lalu mendudukkan tubuh di atasnya. Dia menarik sepotong peyek udang, lalu mengunyah dengan nikmat.

"Tiara sakit, Mi."

"Sakit opo tho? Tadi sehat bener?"

"Habis mandi dia pingsan."

"Hah? Pingsan, Astaghfirullah! Sekarang gimana, Yud?"

"Sudah sadar, Mi. Tapi sudah tertidur, nanti biar Yudhi bawakan nasi buat Tiara ke kamar, Mi."

Wanita itu terlihat menghela napas. Kemudian ia menghentikan kegiatan dan memilih duduk di kursi samping sang anak.

"Katakan pada Umi Yud, ada apa?"

Yudhi menggeleng sambil melanjutkan mengunyah peyek di tangannya. Sang ibu yang tahu anaknya berusaha menyembunyikan sesuatu, mengeluarkan tangan kiri lelaki itu yang ia letakkan di bawah meja.

"Sejak kapan kamu belajar berbohong sama Umi, Yud?"

Yudi berhenti mengunyah sambil melihat jemari tengah dan manisnya yang saling terpaut. Semenjak kecil ia memang tidak bisa berbohong. Sekali waktu Umi mendapatinya berbohong tapi jemari tangan kirinya saling terpaut. Semenjak itu sang ibu sudah bisa menghapal bagaimana watak sulungnya itu ketika menyumbunyikan sesuatu hal.

"Ini petanda bohong apa jujur?"

Yudhi tersenyum sambil menunduk.

"Ada apa, Yud?" Sang ibu mengulang pertanyaannya.

"Kali ini Yudhi malu Um untuk bercerita."

"Sama Umi kok malu? Jika yang kamu lakukan itu bertentangan sama agama, seharusnya kamu malunya sama ...?"

"Allah, Um."

Pertanyaan Umi menampar kewarasan lelaki itu. Betapa bodohnya ia mengiyakan keinginan Tiara untuk menikah di bawah tangan.

"Hem, kamu udah dewasa, apapun yang kamu lakukan, Umi tahu pasti sudah kamu pertimbangkan baik buruknya. Ayo sekarang jujur?"

Sejenak hening. Yudhi sedang mengumpulkan keberanian untuk menjawab. Detik selanjutnya ...

"Sebenarnya Yudhi sama Tiara masih nikah siri, Mi?"

"Astaghfirullah!"

***

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status