Aku mulai asyik menjalankan usaha online shopku, media sosialku penuh dengan barang-barang dagangan. Mulai dari pakaian anak-anak, dewasa, gamis dan hijab.Tak hanya media sosial, aku juga memposting di grub jual beli dan di aplikasi jual beli online.Alhamdulillah atas izin Allah daganganku sedikit demi sedikit laku dan mulai ada yang menjadi resellerku. Aku tak mengambil untung banyak. Yang penting bisa jalan. Karena itulah banyak yang tertarik dengan pakaian yang aku jual.Tok... Tok... Tok. Pintu rumah diketuk, segera kubuka. Bapak tukang pos ternyata. "Ada surat, Mbak." Bapak itu memberiku sebuah surat. "Terima kasih,Pak." "Sama-sama mbak, permisi dulu,Mbak." Bapak tukang pos akhirnya pergi meninggalkan rumahku.Kubuka surat itu, dari pengadilan agama. Surat panggilan untuk mediasi. Semoga saja besok senin semuanya berjalan lancar.Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt .... Ponselku bergetar, ternyata pesan dari Mas Deni. [Dek, kamu kok tega sih gugat cerai Mas, Mas masih cinta ka
Pov DeniAku begitu syok saat membaca surat yang diantarkan tukang pos. Surat dari pengadilan agama. Anita... Kenapa kamu benar-benar tega?Padahal Mas masih sangat mencintaimu.Harus bagaimana meluluhkan hatimu?Padahal, dulu kamu sangat mencintaiku, secepat itu kah cintamu hilang?"Kamu baca apa sih,Mas?" Suara Mila mengagetkanku."Surat dari pengadilan agama," jawabku datar. "Bagus dong mas, aku kan bisa jadi istri Mas satu-satunya." Mila bergelayut manja. "Heemmm..." Beranjak berdiri, ku tinggalkan dia di teras.[Dek, kamu kok tega sih gugat cerai Mas, Mas masih cinta kamu dek]Kukirim pesan itu kepada Nita, semoga saja dia mau membatalkan gugatan cerainya.Tak lama pesanku sudah bewarna hijau, sudah di baca Nita.Kutunggu balasannya.Ah, sial! Nita tak membalas pesanku.Kuacak rambut, frustasi! ***Hari ini sidang mediasiku, sengaja aku bolos kerja. Padahal aku baru dapat sp satu karena akhir-akhir ini sering membolos. Tapi tak apalah, yang penting aku bisa bertemu Anita, akan kura
Pov AnitaKubuat story di aplikasi hijau, berbagai macam pakaian dengan model berbeda ada juga kemeja kerja pria.Drrrttt... Drrrttt... Drrrttt. Ponselku bergetar, banyak pesan masuk dari customer. Ada yang sudah fix memesan baju, ada yang masih tanya model, harga dan sebagainya.Ku balas satu persatu dari bawah. Dari urutan siapa terdahulu yang mengirim pesan. Kini tinggal satu pesan dari Mas Romi, ku buka[kemejanya mau dua ya Nit] [Gak salah nih mas?] Sedikit tak percaya Mas Romi memesan kemeja di tempatku. Seorang anak pengusaha mau membeli baju seperti ini. [ Hahahahaaa... Kamu itu lucu Nit, seperti tak kenal diriku saja] Ya, Mas Romi lebih suka hidup sederhana walaupun dia anak orang kaya. Dia tak pernah membeda-bedakan teman, semua dianggap sama di matanya. Itulah yang membuat aku jatuh hati padanya. Tapi itu dulu, walau akhirnya harus kulepas semua perasaanku padanya. Saatku tau dia bertunangan dengan seseorang dan pergi keluar negeri untuk melanjutkan kuliah S2 nya. Hing
Ini benar Mas Deni kah? Kenapa dia bisa di sini?Aku harus bagaimana? Ya Allah, tolong hamba"Dek, Mas boleh masuk?" pintanya dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Di teras saja,Mas.""Ya sudah, tapi mas haus dek, boleh minta minum?""Tunggu sebentar,mas, aku ambilkan." Kutinggalkan dia di teras. Tak butuh lama, teh hangat kesukaannya telah siap. "Dek, Mas rindu."Pyaarr... Satu cangkir teh hangat terlepas dari genggaman. Berserakan menjadi serpihan kecil.Kuputar badan.Ya Allah ... Ya Robb.... Mas Deni tepat di hadapanku, ingin berlari tapi justru Mas Deni memelukku dengan erat. Aku mencium bau alkohol dari mulutnya.Apakah dia mabuk?"Dek, Mas cinta, cinta banget sama kamu. Jangan pernah tinggalin Mas,ya?" bisiknya di telingaku,dengan satu tangan mengunci tubuhku dan tangan kirinya melepas hijabku. Dibuangnya hijabku ke sembarang tempat. Kini aku tau apa yang dia mau sekarang.Aku harus bagaimana Ya Allah?"Mau kamu apa Mas? Tidak cukup kamu Menyakitiku!" ucapku lantang"Sssttt
"Anita ayo makan!" Mas Romi menaruh makanan pesanannya di atas meja. "Aku gak lapar,Mas," tolakku halus, entah kenapa melihat makanan justru membuatku mual. "Tunggu sebentar," ucapnya sambil meninggalkanku entah kemana.Kenapa kepala ini masih seperti gangsing, berputar-putar. Mata ini juga menjadi berat. Lalu perlahan semua menjadi gelap. Aku pingsan lagi. Kubuka mataku perlahan, terasa ada yang berbeda dan asing bagiku. Ya, ini bukan kamarku. Lantas aku di mana? Lho... lho kok ada selang infuse tertancap di tangan kiriku? Fix, ini rumah sakit.Tapi kenapa aku ada di sini?"Anita, kamu sudah sadar?" Rona bahagia terpancar di raut wajah Mas Romi. "Alhamdulillah seperti yang Mas Romi lihat." Kuberi seulas senyum. "Ya Allah Nit, jangan bikin Mas panik seperti ini. " ada rasa khawatir terpancar dibola matanya.Tunggu-tunggu... Mas? Sejak kapan Mas Romi memanggil dirinya Mas? Bukankah dia selalu bilang aku dan bukan Mas, aneh. Mungkin akibat pingsan pendengaranku jadi konslet begini.
Alhamdulillah, akhirnya aku boleh pulang setelah dua hari dua malam di rumah sakit. Rasanya sudah sangat rindu suasana rumah. Rindu bergulat dengan plester dan baju-baju.Mas Romi sudah mengangkat barang-barangku ke dalam mobilnya. Aku lebih memilih pulang dengan mobil Indah. Tidak enak kalau harus semobil berdua dengan Mas Romi. Walau sedari tadi dia membujukku pulang dengannya. Mas Romi membuka pintu, memasukkan barang-barangku ke dalam rumah. Sementara aku dan Indah naik ke lantai atas menuju kamar. "Bener-bener suami idaman. Sayang Mas Romi nya gak suka sama aku. Sukanya sama ini nih."ucap Indah sambil menyenggol tanganku. "Apaan sih Ndah, dia cuman teman kok." Kututupi mukaku yang terasa memanas menahan malu. "Tenang udah aku acc kalau kamu sama dia," godanya"Ha ha ha ... lucu kamu,Ndah," ucapku sambil menjatuhkan bobotku diatas ranjang. "Ih, kok seneng banget ada apa nih?" sahut Mas Romi yang tiba-tiba muncul. "Ini, katanya Nita, Mas itu suami idaman." Refleks kubungkam m
Aku duduk menunggu giliran sidang kedua. Setengah jam lagi aku harus ada di ruang sidang. Namun hingga detik ini Mas Deni belum datang. Aku sangat berharap Mas Deni tak usah hadir dalam sidang kali ini dan seterusnya agar hakim segera mengetuk palu, dan aku terbebas dari Mas Deni. Panjang umur benar, baru juga kupikirkan,Mas Deni dan Rani sudah nampak berjalan ke arahku. "Sendirian nih,Mbak?" ejek Rani padaku. "Kalau sendirian memangnya kenapa?""Kasian kamu mbak," ucap Rani sinis. "Aku akan tetap ajukan pembagian harta gono gini ke pengadilan,salah sendiri kamu maruk!" lantang Mas Deni bicara. "Hahahaha ... mimpi kamu Mas!Harta tak punya minta pembagian harta gono gini. Mbok, ya, ngaca!" ejekku. "Kita lihat saja, berapa banyak harta yang akan menjadi milikku," ucapnya sombong. "Oke,kalau Mas nekat minta harta gono gini. Siap-siap saja, Ibu dan Rani mendekam di penjara!" gertakku. "Halu kamu, Mbak!" sinis Rani. "Kamu lupa, aku punya punya bukti uang-uang mbak yang kamu pinja
Kunyalakan mesin, perlahan meninggalkan rumah mewah kediaman Pak Yusuf. Sepanjang perjalanan tak hentinya kumemikirkan Nadia,gadis cantik yang telah mencuri hatiku. Kian hari online shop milikku kian rame. Mungkin ini yang namanya hasil tidak mengkhianati usaha. Alhamdulillah, kupanjatkan puji syukur atas nikmat yang Allah berikan kepadaku.Drrrttt.... Ponselku bergetar, ku ambil benda pipih yang ada di atas meja.[Anita,apa kabar?] Satu pesan masuk dari Mas Romi. [Alhamdulillah baik mas,mas sendiri bagaimana?] [Alhamdulillah Nit. O, ya, Mas ada lowongan pekerjaan untuk kamu,jadi manager keuangan. Apa kamu mau Nit?]Tawaran yang bagus dari Mas Romi, aku berkarir seperti dulu. Tapi, bagaimana dengan bisnis online shop yang mulai berkembang ini?Jadi galau gini ya.[Aku pikir-pikir dulu ya mas,kebetulan online shop yang kurintis mulai berkembang.][Oke, aku tunggu jawabanmu ya, Nit.]Kupikirkan baik-baik tawaran Mas Romi. Masih ada keraguan di hati,lanjut berkarir atau mengelola o