Share

Heru Meninggal

Tapi ternyata ketika Aku membuka sedikit pintu dan mengintip dari dalam, terlihat wajah Paklek dari balik pintu. Segera aku berusaha menutup pintu kembali, akan tetapi Paklek dengan sigap mendorong pintu dengan kuat sehingga aku terpelanting dan jatuh ke belakang.

Aku menangis menahan sakit dan takut. Emak yang sedang duduk di atas dipan sambil memangku Heru, segera meletakan Heru di atas dipan dan memelukku.

"Mau apa lagi Kamu kemari?" Wajah Emak nampak memerah menahan emosi.

"Sombong sekali Kau, bukankah tadi pagi Kau yang datang ke rumahku agar dipinjamkan uang?" kata Paklek sambil bertolak pinggang.

"Aku kesini berniat baik meminjamkanmu uang, tapi dengan jaminan serifikat tanah ini, bagaimana?" Paklek bertanya sambil tersenyum penuh kelicikan.

"Dasar licik! tanah Warisan ini adalah jatah Kang Mas-mu sendiri, dan ingin Kau kuasai juga?" tanya Emak dengan nada tinggi.

"Terserah! tapi apa Kau tega melihat Heru seperti itu?

Emak terlihat bimbang, terlihat bulir bening hampir tumpah dari sudut matanya. Emak lalu beranjak masuk kedalam kamar dan keluar lagi dengan membawa sebuah map yang kemudian diserahkan kepada Paklek. Paklek secepat kilat mengambil map itu dan memeriksa isinya. Bibirnya menyunggingkan senyum yang sulit Aku artikan, setelah melihat isi Map tersebut.

"Baiklah, aku pinjamkan uang dua juta untuk Heru berobat, tapi ingat! Kamu harus mengangsur sebesar 250 ribu setiap bulan selama setahun, jika tidak maka sertifikat ini akan menjadi milikku!" Paklek berkata dengan nada penuh penekanan.

"Aku akan berusaha mengangsurnya, karena cuma tanah inilah harta kami," jawab Emak lemah.

"Ini uangnya, dihitung dulu." Pakde menyerahkan sejumlah uang kepada Emak.

"Uangnya pas, tapi apakah tidak bisa Kau meminjamkan lebih dari dua juta?" ujar Emak setelah menghitung uangnya.

"Dua juta saja belum tentu Kau sanggup mengangsurnya, apalagi lebih!" Hardik Paklek.

"Ya sudah kalau begitu, terimakasih," ucap Emak pasrah.

"Aku pergi dulu." Paklek kemudian pergi meninggalkan rumah kami.

Ibu segera ke warung membeli susu Heru, beras dan telur. Sesampainya di rumah Ibu langsung menanak nasi dan memasak telur, sedangkan Aku duduk menunggui Heru diatas dipan. Adikku itu terlihat lelap sekali tidurnya.

Tak berapa lama Ibu datang membawakan dua piring nasi dengan lauk telur didalamnya, segera Aku makan dengan lahap bersama Ibu.

Selesai makan, Emak membangunkan Heru yang masih terlelap sedari tadi dengan membawa sebotol susu. Adikku itu terlihat hanya sedikit membuka mata, dan sedikit menghisap susu yang Emak bawa lalu kembali terlelap.

Emak lalu berkemas, memasukan pakaian dan kebutuhan lain yang sekiranya akan diperlukan di rumah sakit.

Kami pergi menuju rumah sakit dengan menggunakan sebuah angkutan desa yang telah disewa oleh Emak sebelumnya. Kurang lebih satu jam perjalanan baru kami sampai di tujuan.

Emak menggendong Heru menggunakan kain jarik, sementara sebelah tangannya membawa kardus dan kantong kresek yang berisi pakaian kami. Tanganku selalu berpegangan pada kantong kresek yang Emak bawa. Aku takut karena ini adalah pertama kalinya Emak membawaku pergi jauh.

Walaupun kami menggunakan pakaian lusuh, akan tetapi dokter dan perawat disini sangat ramah terhadap kami. Dokter langsung memeriksa keadaan Heru, kemudian Dokter memasang jarum infus di kepala Heru. Heru sama sekali tidak merespon karena tubuhnya sangat kurus dan lemah, hanya perutnya saja yang membuncit. Emak menangis melihat dokter memasukan selang di mulut Heru, Oksigen di hidungnya dan beberapa kabel ditubuh ringkihnya.

Betapa menyedihkan kondisi adikku saat itu. Tiga hari lamanya Heru berjuang untuk bisa pulih, namun Tuhan memiliki rencana lain karena Adikku akhirnya meninggalkan dunia ini. Ibu menangis, meraung dan histeris. 

Kami pulang membawa mayat Heru dengan menggunakan Ambulan dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan ibu tak henti-hentinya menangis sambil menciumi Heru dan memelukku.

Tetangga sekitar berbondong-bondong datang ke rumahku, setelah melihat Ambulan berhenti di depan rumah. Mereka membantu mengurus Jenazah dan pemakaman Heru. 

Selepas Kepergian Heru, Emak bekerja lebih keras. Setelah selesai mencuci pakaian di rumah tetangga, Emak melanjutkan bekerja sebagai tukang bersih-bersih kebun, membantu panen bahkan tak jarang Emak membantu mencangkul sawah orang lain demi upah yang tak seberapa, uang tersebut sebagian untuk keperluan sehari-hari dan sebagian disimpan Emak untuk membayar hutang pada Paklek.

Emak terlalu lelah bekerja sehingga sering sakit-sakitan. Ketika sakit tentu Emak tak dapat bekerja, sehingga menggunakan uang simpanan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Tak jarang Paklek datang dan memaki Emak karena telat membayar angsuran.

Hari itu, Aku ingat betul.

Sudah dua hari Emak terbaring lemah, perutnya terasa sakit sehingga menyuruhku memasak air panas dan memasukannya ke botol, Ibu lalu mengguling-gulingkan botol yang sudah diisi air panas tersebut ke atas perutnya.

"Assalamualaikum." ucap seseorang di balik pintu.

Aku kenal suara itu, itu adakah suara Paklek. Aku segera memeluk Emak yang sedang berbaring di sampingku, akan tetapi Emak menyuruhku membukakan pintu. Akhirnya dengan terpaksa Aku membuka pintu dan segera berlari kembali duduk disamping Emak.

"Mana angsuranmu? Jangan bilang Kamu tidak bayar lagi ya bulan ini!" hardik Paklek sambil menunjuk wajah Emak.

"Uang nya ada, tapi kemarin kepake 100ribu buat keperluan sehari-hari dan beli obat." jawab Emak lemah.

"Jadi mana sisanya?"

"Apa boleh Aku angsur 100ribu dulu? soalnya Aku sakit jadi belum bisa kerja, sedangkan beras dirumah sudah tidak ada," 

ujar Ibu memelas.

"Enak sekali Kamu, sudah make uangnya giliran bayar bikin drama!" maki Paklek sambil menggebrak dipan tempat Ibu berbaring.

"Mana uang nya?" Wajah Paklek terlihat bengis dan sangat menyeramkan. kemudian Emak menyerahkan uang 150ribu kepada Paklek.

"Sisanya Kamu bayar sekalian angsuran bulan depan!" ucap Paklek lalu pergi dengan wajah sumringah setelah mendapatkan uang.

Keesokan hari nya Aku dan Emak tak makan dari pagi hingga malam, dan Akhirnya Ibu meninggal diduga karena magh kronis karena terlalu sering menahan lapar.

Selepas acara pemakaman Ibu usai, Paklek datang dan mengambil pakaianku dirumah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status