Share

Bab 5: Praduga Menjadi Nyata

***

Aku tak ingin semua masalah ini menjadi tanda tanya bagiku. Akan aku cari kebenaran tentang hubungan Mas Rafa dan maduku itu sebelum menikah agar aku dapat mengambil langkah. Sungguh aku bukan perempuan yang sabar dengan segala keadaan ini. 

Siapa kira-kira yang dapat aku tanyai soal ini? 

"Ibu?" 

Mertuaku kah?  

Namun, aku menggelengkan kepala. Daripada bertanya pada Ibu lebih baik aku menggeledah kamar Andin yang saat ini ditempatinya bersama Mas Rafa. 

Bergegas aku ke sana hingga melupakan Naura. 

"Ibu mau ke mana?" tanya anak semata wayangku itu. Aku pun menyadari keberadaannya yang masih ada di ruang makan. Ya Tuhan, betapa bodohnya aku. Sejak tadi Naura ketakutan karena melihat pertengkaran kami. Aku pun menghampiri. "Maafkan Ibu yang melupakanmu, Nau. Ayo ikut Ibu ke kamar. Kamu istirahat dulu di sana, Ibu ada urusan sebentar." Lantas aku segera menggandeng tangannya. "Memangnya Ibu mau ke mana?" tanyanya. 

Aku bingung harus menjawab apa. Namun, tiba-tiba aku mengingat sesuatu. "Meja makan belum dibersihkan. Ibu mau mencuci pirung," jawabku. 

Naura mengiakan dengan anggukan kepala. Aku tahu ada banyak sekali pertanyaan dalam benak putriku tentang tingkah ayahnya dan Andin yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai tantenya, istri dari Om Hendrinya yang telah tiada. Namun, Naura tampak menahan rasa penasarannya itu. 

"Nau tunggu di sini. Jangan keluat kamar sampai Ibu datang lagi," perintahku yang langsung diturutinya. Aku pun meninggalkannya, menutup pintu kamar kami dari luar. Dengan cepat aku masuk ke kamar yang saat ini ditempati oleh Andin dan Mas Rafa. 

Pemandangan pertama yang aku lihat adalah sebuah bingkai foto raksasa yang tersimpan di sudut kamar. Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku hampiri bingkai itu. Entah sejak kapan Andin menyelinapkannya hingga aku tak menyadari kedatangannya. Namun, bukan itu yang membuat tanganku gemetar menyentuhnya, melainkan karena kayu tersebut membingkai foto mesra Mas Rafa dan Andin pada tanggal yang tak seharusnya. 

Di bawah sudut kanan bingkai foto itu terdapat nama Mas Rafa dan Andin beserta tanggal dibuatnya. Aku duga seperti itu. Jauh sebelum Hendri meninggal dunia. Ya Tuhan ... Apa segala praduga yang ada di dalam benakku adalah nyata? 

Aku menggelengkan kepala. Kucoba mencari bukti yang lain. Dalam laci nakas di samping tempat tidur aku berharap dapat menemukan sesuatu, tetapi nihil. Tak ada apapun di sana. 

"Tenang Zahra, bisa saja kamu salah paham. Bisa saja foto itu diambil beberapa waktu ini setelah Andin sah menjadi istri Mas Rafa. Tidak mungkin Mas Rafa selingkuh karena selama ini dia sangat baik," 

Sejujurnya, aku tak begitu mempercayai Mas Rafa lagi. Entahlah, tetapi aku masih berusaha berpikir positif. 

Tiba-tiba dapat kudengar suara mobil Mas Rafa terdengar di halaman depan. Mereka sudah pulang. Dengan cepat aku keluar dari kamar ini. Entah aku yang terlalu lama berada di kamar mereka atau mereka yang pulang terlalu cepat hingga sudah ada di rumah lagi seperti ini. 

Buru-buru aku menuju dapur, pura-pura membersihkan meja adalah apa yang aku lakukan. Mas Rafa melirikku sekilas, lalu masuk ke kamarnya bersama Andin. Demi apapun sikapnya benar-benar membuat hati ini terluka. 

Tak lama kemudian Andin menghampiriku. 

"Sudah puas mengobrak-abrik kamarku bersama Mas Rafa, Mbak Zahra?" 

Aku terkejut mendengar pertanyaan maduku itu. Darimana dia tahu aku masuk ke kamarnya? Jangan-jangan Mas Rafa juga menyadari? Aku tak ingin dituduh sebagai perempuan pecemburu hingga diam-diam masuk ke kamar mereka karena kesal. Namun, membohongi Andin adalah hal yang tidak perlu. "Iya, aku memang masuk ke kamarmu. Kenapa bingkai foto kalian terdapat tanggal yang tak seharusnya, Andin?" tanyaku tak ingin basa-basi. 

Andin tergelak. Ia bertingkah angkuh sekarang. "Seharusnya Mbak Zahra bisa menebak," jawabnya sembari bersedekap. Tidak! Aku menolak percaya kalau Mas Rafa selama ini berselingkuh dengan Andin di saat Hendri sakit-sakitan. Mas Rafa tidak sejahat itu. Dia sangat menyayangiku dan Naura. Dia juga menyayangi adiknya Hendri. 

"Jangan sembarangan Andin, Mas Rafa lelaki yang setia. Aku tidak percaya dia merusak kepercayaanku hanya karena perempuan bermuka dua sepertimu!" hardikku sembari menunjuk wajahnya. 

Andin terlihat marah. Tidak terima aku tuduh sebagai perempuan bermuka dua. Padahal kalau saja ada istilah muka tiga pun dia pantas mendapatkannya. 

"Asal kamu tahu saja Mbak Zahra, Mas Rafa sudah sejak lama menjadi milikku!" 

"Bahkan jauh sebelum Mas Hendri meninggal dunia." 

Dan, begitulah yang Andin katakan padaku. Ribuan jarum seakan menusuk jantungku setelah itu. Gelas yang aku genggam bahkan jatuh tanpa dapat aku tahan. 

Segala dugaan yang coba aku trpis nyatanya menjadi kenyataan. Mas Rafa berselingkuh di belakangku selama ini. Sikap baiknya hanya sebuah tameng agar aku tak mencium apa-apa. 

.

.

Bersambung.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
mampus kau..emang enak..diksih cerai tak mau,,biarkan aja anak kau tu dia yg ngrus,sampai sjauh mana mereka bisah ngrus nya..jdi betina jgn bodoh woi..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status