Mereka saling pandang dan bergidik ngeri saat mmbayangkan burungnya harus di potong oleh Nyonya besar yang kejam."Kenapa! Itu juga berlaku untuk kalian dan kamu sayang," ucap La Rossa sambil mengerlingkan matanya ke arah Gilbert.Sontak saja Gilbert langsung menutupi kemaluannya. Sementara La Rossa melihat ketakutan mereka tersenyum jahat."Ayo kita pulang! Aku ingin berendam air hangat, rasanya tubuhku lengket semua," ajak La Rossa, ia menarik lengan Susan.Susan menatap Gilbert dengan tatapan bersalah, sementara Gilbert harus menelan kekecewaannya. Ia menarik nafas dalam, lalu mengikuti La Rossa di belakangnya.Sesampainya di rumah, La Rossa langsung mengisi bath tub dan meneteskan aroma terapi pada bath tub itu. Ia juga menuang wine ke dalam ke gelasnya ia ingin menikmati kemenangan ini.Pintu kamar mandi di gedor dari luar, suaara Gilbert terdengar memanggil."Sayang, kamu di dalam? Butuh bantuan tidak?" ucap Gilbert."Tid
La Rossa memejamkan kelopak matanya, ia kini sedang berada di pesawat menuju ke Jakarta. Ia menaiki pesawat komersil. Meskipun Gilbert memaksanya untuk naik pesawat pribadi miliknya tetap saja La Rossa menolak keras."Tidak Gilbert, biarkan aku naik pesawat komersil!" La Rossa menolak tawaran Gilbert.Gilbert menghela nafas, ia tak bisa memaksa La Rossa karena ia tahu kalau La Rossa itu keras kepala.La Rossa teringat percakapannya dengan Gilbert saat Gilbert membantunya mengeluarkan peluru dari dalam tubuhnya."Kenapa kamu begitu kuat Ros?" tanya Gilbert merasa heran dengan apa yang terjadi pada kekasihnya."Aku juga tidak tahu!" ucap La Rossa. Saat itu ia tak kepikiran mengenai serum yang di berikan oleh Profesor Huang padanya.La Rossa meraba luka di bahunya, ia meringis menahan sakit. "Aku akan menanyakan pada Profesor tua Huang nanti," batin La Rossa.Pesawat yang di tumpangi La Rossa mendarat sempurna di Bandara Internasional Soekarno Hatta, ia berjalan menuruni tangga pesawat
La Rossa pergi ke kantor tempat perusahaan Gilbert berada. Ia mendatangi sebuah gedung bertingkat yang menjulang tinggi hampir menembus cakrawala.La Rossa yang datang dengan menggunakan taxi online pun turun dari mobil. Ia masuk ke dalam gedung itu dan dataang ke rreseptionis untuk menanyakan letak kntor Gilbert."Permisi Mbak, kantor Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" tanya La Rossa sopan. Meski itu bukan gayanya, tapi, karena ini di kantor La Rossa harus bersikap sopan.Reseptionis yang di panggil Mbak itu tak menjawab pertanyaan La Rossa, ia justru sibuk memoles wajahnya. Sekali lagi La Rossa bertanya dengan sopan."Permisi Mbak, kantor milik Pak Gilbert ada di lantai berapa ya?" pertanyaan yang sama La Rossa lontarkan pada reseptionis itu.Kali ini ia merespon, tapi, dengan tatapan sinis ia berkata, "Pak Gilbert tidak ada di kantornya!""Aku tahu, aku hanya perlu tahu, dimana ruangannya?" ucap La Rossa tak lagi sopan.Kembali reseptionis itu memandang sinis La Rossa, ia meneli
La Rossa menarik dokumen itu dan membacanya, ia mengerutkan keningnya hingga menghitam.La Rossa memfoto dokumen itu, dan kemudian menyimpannya kembali. Saat La Rossa sedang menandatangani dokumen-dokumen itu, ada yang mengetuk pintu dan ternyata itu adalah Mia."Maaf Bu, ada yang ingin bertemu. Apa Ibu bersedia menemuinya?" ucap Mia"Siapa?" tanya La Rossa pada Mia."Dia perwakilan dari perusahaan Minshi," jelas Mia."Aku akan menemuinya!" ucap La Rossa.La Rossa menyerahkan dokumen-dokumen itu. Dan Mia mengambilnya kemudian ia keluar.Tak berapa lama pintu kembali di ketuk, Mia mengantar dua orang laki-laki yang memiliki tubuh yang tinggi dengan mata sipit."Permisi Bu, mereka adalah perwakilan dari perusahaan Minshi," Mia memperkenalkan dua orang pria yang masuk bersamanya.La Rossa berdiri dari duduknya dan ia menyalami keduanya. Mereka berdua menelisik penampilan La Rossa yang hanya mengenakan kaos oblong, celana jeans dan sandal jepit.Yang di telisik acuh. Ia tak pernah peduli
Bugh! La Rossa mendapatkan tendangan di punggungnya hingga ia terjerembab dan tersungkur di lantai.La Rossa dengan bersalto ia kembali berdiri. Menghadap ke laki-laki jangkung itu. Sebuah senyum menyeringai ia tampilkan.La Rossa menerjang lawan dengan mengarahkan tinju ke wajahnya, laki-laki itu menangkis serangan La Rossa, ternyata itu hanya pengalihan saja. Serangan yang sesungguhnya adalah sebuah tendangan yang jatuh tepat di selangkangan.Bugh! Awwhh! Jeritnya sambil menegangi buah jakarnya.La Rossa terus menyerang tak memberi sedikit pun celah untuknya bernafas.Bugh! Laki-laki itu jatuh setelah mendapat beberapa kali tinju dan tendangan yang mendarat di dada dan pelipisnya.Ia pun tumbang dengan menghantam meja kaca dan pyar! meja itu pecah hingga menjadi kepingan halus."Keluar!" usir La Rossa dengan suara lantang.Mereka berdiri dan kalang kabut langsung lari hingga terbirit-birit.Para staff yang ada di depan ruangan La Rossa bergerombol mengintip perkelahian antara Bosnya
Pelayan itu membuka matanya lebar-lebar dan menguceknya hingga berkali-kali.Ia masih tak percaya pada penglihatannya, lalu ia kembali dengan membawa kartu hitam itu dan menyerahkan kembali pada La Rossa.orang itu penasaran dan bertanya, "pasti kosong isinya 'kan? Bisa jadi itu kartu palsu!" ucapnya sambil tersenyum mengejek."Siapa namamu?" tanya La Rossa, ia terlalu malas untuk melihat name tag yang tergantung di lehernya." Apa pedulimu?" jawabnya."Aku harap hidupmu baik-baik saja setelah ini!" tegas La Rossa. Ia kembali memasukkan kartu itu ke saku celananya."Cepat katakan berapa isi saldo di dalam kartu itu!" perintah orang itu tak sabar."Isinya ...," belum juga selesai, ucapannya sudah di potong."Isinya paling kosong! hahahah," tawanya mengejek."Tidak Pak! Isinya satu milyar," ucap wanita itu."Hanya satu milyar, tapi, sombongnya selangit dan bertingkah pula!" masih dengan nada mengejek."Satu milyar dolar," sambung wanita itu."Sa-satu milyar dollar?" ucap orang itu terbat
Bugh! Laki-laki baya itu langsung menjatuhkan dirinya di hadapan La Rossa. Ia berlutut dan merendah pada La Rossa.Semua karyawan dealer terbesar di Ibukota itu melotot tak percaya. Bagaimana mungkin seorang Mitsusaka berlutut di hadapan seorang gadis yang biasa saja, malah lebih terlihat seperti gadis miskin.Mereka saling memandang, dan orang yang mengaku sebagai keponakan Tuan Mitsusaka menghampiri pamannya."Paman, apa yang kamu lakukan?" tanya manager itu.Orang yang di panggil Paman itu tak menanggapi pertanyaan dari orang yang mengaku sebagai keponakannya."Paman, ayo bangun! Jangan mempermalukan dirimu sendiri di depan orang banyak, dia hanya gadis miskin yang tidak waras!" ucap orang itu.Mitsusaka menoleh menatap keponakannya. Ia heran apa keponakannya ini dungu atau memang bodoh?Jelas-jelas Mitsusaka berlutut dihadapan La Rossa yang artinya ia sedang memohon pada gadis itu demi untuk keberlangsungan hidupnya."Mario cepat berlutut! Ini berlaku untuk kalian juga!" Perintah
La Rossa menyiapkan segalanya. Ia mengenakan gaun warna hitam dan kerudung hitam lengkap dengan kaca mata hitam.Hari ini adalah pemakaman Gilbert yang di semayamkan di rumah duka.Alfredo menyewa tempat untuk menyemayamkan jasad Gilbert yang telah hancur.La Rossa, Mac dan Morgan bersiqp mendatangi tempat duka.Mereka pergi dengan mengendarai mobil La Rossa. Sesampainyq di sana, para pelayat sudah ramai berdatangan.La Rossa tak mengenal satu pun dari mereka. Ia duduk di pojok ruangan memperhatikan dengan seksama apa yang semua mereka lakukan."Itu Paman Tuan Gilbert, Alfredo!" ucap La Rossa, ia hapal wajah Alfredo karena pernah bertemu saat dirinya menjadi sekertarisnya."Dan itu Abraham, Asisten kepercayaannya," La Rossa kembali mengenalkan orang yang ia kenali."Tugas kita hanya mengawasi jalannya pemakaman agar berjalan lancar!" ucap La Rossa.Ada beberapa orang lainnya yang datang bersama Alfredo, dia adalah Sisca istri dari Alfredo dan dua orang putra dan putrinya Alfredo. Tak