Alfredo yang sedang mengendap-endap mendapatkan kejutan dari La Rossa di bagian kakinya. La Rossa melemparkan senjata rahasianya tepat di paha belakang Alfredo, seketika ia ambruk tersungkur di lantai.La Rossa menyorot dengan dingin ke arah Alfredo lalu, memerintahkan pada anak buahnya untuk mengikat mereka bertiga sekaligus. Alfredo, Sisca dan Abraham. Mereka bertiga di amankan. Sementara Gilbert ia turun dari podium dengan melompat, ia mengangkat dagu sniper itu dan baru saja ia akan menginterogasinya, tiba-tiba darah merembes mengalir dari sudut bibirnya dengan retina mata juling ke atas lalu meredup dan bruk! sniper itu ambruk.Gilbert termundur selangkah, ia tak percaya ternyata di dunia nyata ada kisah seperti di film film kerajaan kuno. Gilbert menggelengkan kepalanya tak percaya, La Rossa yang melihat sniper itu mati begitu saja langsung maju kedepan.Ia melihat sniper itu mati dalam keadaan mata melotot dan darah keluar dari setiap lubang di tubuhnya, bahkan dari pori-poriny
Kedua lawan sama-sama kuat dan tangguh.Semua proferti rusak, mayat bergelimpangan memenuhi ruangan itu, hanya beberapa tamu yang berhasil keluar menyelinap menyelamatkan nyawanya dari pertarungan.Selebihnya yang tertinggal hanyalah mayat, La Rossa melawan seorang wanita yang sama tangguhnya.Wanita itu meninju bagian dada La Rossa, tapi, di tangkis oleh La Rossa. Wanita itu mengeluarkan dua buah senjata berupa sejenis belati bergerigi dari balik bajunya.Kini kedua tangannya menggenggam belati itu, ia memainkannya dengan memutar-mutarkannya, La Rossa tersenyum tipis, ia pun melakukan hal yang sama.Mereka berdua kembali bertarung dengan sengit, sret! sebuah luka sayatan mendarat tepat di wajah cantik wanita itu. Ia menyapu darah yang mengalir dari luka yang baru saja ia dapatkannya. Wanita itu menjilat darah yang ada di tangannya, tatapan matanya menyorot tajam menusuk masuk ke dalam retina La Rossa.La Rossa merasakan aura membunuh yang begitu kuat dari wanita itu."La Rossa, nama
La Rossa terkena tusukan di punggungnya, belati itu melayang menembus punggung La Rossa. Arrgghh! Teriak La Rossa saat belati itu menembus punggungnya. Gilbert yang ada di sampingnya terkejut. Ia menangkap tubuh La Rossa yang akan ambruk. Matanya nyalang, ia mencabut belati itu dari punggung La Rossa dan melemparkannya kembali kepada si empunya.Wanita yang dilukai oleh La Rossa itu menyeringai, ia puas dengan hasil yang di perolehnya meski taruhannya nyawanya."Ros, kamu baik-baik saja 'kan?" Gilbert panik tatkala melihat La Rossa terkulai lemah."Aku ...," ucapan La Rossa terputus, ia tak sadarkan diri.Wajah La Rossa memucat, bibirnya mulai membiru. Gilbert merasakan ada yang salah dengan La Rossa, seharusnya jika hanya terkena tusukan biasa saja La Rossa akan baik-baik saja.Apa lagi La Rossa terkenal dengan sebutan wanita tangguh yang sulit dilumpuhkan. La Rossa terkena racun."Lagi?" gumam Gilbert kesal ketika mendapati La Rossa kembali terkena racun.Dengan sigap, Gilbert memba
Jhonny, Anisa dan Profesor Huang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Gilbert. Ia mendekat dan tanpa basa basi lagi ia langsung menanyakan keadaan La Rossa."Bagaimana keadaannya? Apa yang terjadi?" berondong Jhonny tanpa jeda."Ia dalam keadaan kritis," ucap Gilbert dengan nada lemah. Ia sangat sedih dan terlihat sangat kacau.Profesor Huang langsung masuk kedalam ruang penanganan La Rossa. Ia menghampiri tubuh La Rossa yang terlihat begitu lemah dan tak berdaya."Mau apa kamu, Pak Tua?" tanya Lucas yang sedang berada didekat La Rossa.Profesor Huang tak menjawab, ia memeriksa La Rossa dengan seksama. Ia menggeleng lalu mengangguk, Profesor Huang lalu terlihat sedang berpikir keras. Dahinya mengerut hingga menghitam, mata tuanya menyipit yang memang sudah sipit tambah sipit saja hingga tak terlihat bola matanya.Lalu ia keluar, "Jhon, bawa ia ke Laboratoriumku di Singapura, aku akan menelitinya!"perintah Profesor Huang."Apa maksudmu dengan menelitinya? Dia bukan bahan penelitian apa l
La Rossa masih dalam keadaan kritis dan belum sadar, Gilbert mundar mandir di luar ruangan, ia begitu cemas dengan keadaan La Rossa."Apa belum ada perubahan?" gumam Gilbert."Kenapa begitu lama, ya ampun apa saja yang ia lakukan," Gilbert tak sabar menunggu kabar dari Profesor Huang. Sememtara La Rossa, dalam bawah sadarnya ia bertemu dengan kedua orang tuanya. ia sedang berada dalam rumahnya, ia bercanda dengan orang tuanya."Aku merindukanmu, Mah, Pah, kenapa kalian meninggalkanku?" ucap La Rossa."Kami tak meninggalkanmu, Nak," ucap Mamanya La Rossa."Tapi, kenapa aku sendirian?" tanya La Rossa lirih, matanya sudah mulai berembun."Siapa yang meninggalkanmu, kami selalu ada di dekatmu, Nak. Kembalilah, tempatmu bukan di sini," ucap Papanya La Rossa dengan sedih dan sendu."Tapi, Pah. Aku sendirian, aku mau ikut kalian saja." La Rossa memohon pada papanya."Tidak, Nak. Kamu tidak boleh ikut kami, kembalilah," Papanya La Rossa tetap minta agar ia pergi dan kembali."Tapi, Pah." La
La Rossa mengerjapkan matanya, ia perlahan membuka matanya. La Rossa berucap lirih, "minum."Gilbert yang ada di sampingnya mendengar suara lirih La Rossa, jantungnya berdegup kencang saking senangnya."Ros, kamu sudah sadar?" tanya Gilbert penuh suka cita."air," lirih La Rossa."Akan aku ambilkan, tunggu!" Gilbert bergegas keluar, ia berlari ke dapur dengan cepat dan kembali dalam waktu sekejap mata dengan membawa segelas air di tangannya.p⁰Gilbert kembali masuk ke ruangan itu, ia mendekati La Rossa. Gilbert akan membalik tubuh La Rossa, namun, ia urungkan. Itu karena La Rossa dalam keadaan bertelanjang dada, Gilbert canggung, ia menggarung tengkuk lehernya."Apa yang harus aku lakukan?" ucap Gilbert bingung.Jhonny yang melihat Gilbert mondar mandir keluar lalu masuk kembali dengan segelas air di tangannya, bertanya, "apa yang kamu lakukan? Kenapa berdiri di sana dengan segelas air di tanganmu?""Ini, La Rossa telah sadar dan meminta air," jawab Gilbert sembari menoleh pada Jhonny
La Rossa kembali merintih lirih, ia masih tertelungkup dengan bagian punggung terbuka karena habis di detoks dengan cara akupunture dengan jarum perak milik Profesor Huang.Jhonny menatap Gabriel yang keluar ruangan dengan senyum yang mengembang di bibirnya."Aku suka cara menghargai La Rossa, anak muda." ucap Jhonny.Ia tak marah meski Gilbert sudah membentaknya, ia memakluminya.Tak lama kemudian Gilbert masuk kembali bersama Anisa, sahabat La Rossa."Kamu pakaikan baju pada La Rossa!" perintah Gilbert pada Anisa."Baik." Ucap Anisa.Lalu Anisa mencari baju yang akan di pakai oleh La Rossa, ia mencari dengan menengokkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Tapi, Anisa tetap tak menemukannya."Bajunya mana?" tanya Anisa, setelah ia mencari-cari dan tak menemukan apa yang ia cari, lalu Anisa bertanya pada Gilbert.Gilbert baru ingat ia tak membawa baju ganti sama sekali untuk La Rossa. Ia pun bergegas keluar dan meminta pada Lucas untuk membelikan baju untuk La Rossa."Belikan baju untuk L
Jhonny mengelus foto usang dirinya dan gadis cantik yang ada di tengah. Gadis itu diapit antara dirinya dan Huang. Mereka bertiga adalah bersahabat, sejak mereka lulus kuliah dan mengambil jalan masing-masing mereka berpisah.Mata gadis itu begitu jernih dan bening, matanya selalu berbinar memancarkan cahaya kehangatan bagi siapapun yang menatapnya.Jhonny meletakkan kembali pada tempatnya foto usang itu, ia lalu menutup rapat kembali lemari pakaian milik Profesor Huang.Jhonny gegas kembali ke ruangan di mana La Rossa tengah menjalani perawatan.Dengan langkah lebar ia memasuki ruangan itu dan menemui Gilbert dan Anisa yang masih berdiri di dekat ranjang tempat La Rossa sedang di rawat."Ini!" sodor Jhonny menyerahkan selimut yang dibawanya pada Anisa.Anisa mengambilnya kemudian menutupkan pada tubuh La Rossa bagian atasnya. Anisa mencoba menyadarkan kesadaran sepenuhnya La Rossa."Ros, kamu sudah sadar?" bisik Anisa di dekat telinganya."Hmm ... air," jawab La Rossa."Aku akan memb