Bu Sekar tidak terima putrinya di perlakukan sedemikian rupa. Mereka tidak lagi memiliki hubungan tetapi Bu Ida tidak berubah sedikit pun, bahkan hanya untuk menyesali perbuatannya tidak."Cukup Bu Ida! Lupa wanita di depan ini masih memiliki ibu? Lupa jika dia tidak lagi memiliki hubungan dengan keluarga kalian? Selama ini aku diam karena mengikuti permintaan putriku. Tapi lihat bahkan Kamu tidak menghargai putriku yang sudah menjadi mantan menantu kamu!" geram Bu Sekar. Bu Ida tidak bergeming Ia tetap menatap tajam ke arah Ajeng yang memilih bungkam melihat perlakuan kasar dari mantan mertuanya. "Kenapa diam? Kamu pikir cuma kamu yang memiliki anak? Kamu pikir Ajeng tidak mendapatkan pembelaan? Jawab Bu Ida. Apa kurang kamu perlakukan anakku seperti pembantu? Aku memilih diam melihat perlakuan kamu pada anakku. Kamu perlakukan Ajeng seperti wanita hina, sekarang kamu lihat anakku memiliki segalanya dan sudah seharusnya anakku mengambil apa yang menjadi miliknya," imbuh Bu Sekar. S
Meninggalkan Dimas dalam penyesalan sesungguhnya atau hanya sesal sesaat. Berbeda dengan Dimas yang berada di penjara, kehidupan Ajeng yang kini semakin bahagia setelah berpisah dengan Dimas dan menemukan pria yang mampu membuatnya jatuh cinta untuk kedua kalinya. Walau ragu dan trauma namun Rayyan berhasil mengikis rasa itu sehingga Ajeng bisa melewatinya dan menerima cinta tulus Rayyan.Berkali-kali mendapatkan penolakan dari Ajeng, tak membuat Rayyan menyerah ia terus berusaha untuk mematahkan ketakutan dan trauma pada diri Ajeng mengenai pernikahan. Bahwa tidak semua laki-laki itu sama.Penantian panjang itu kini berubah manis, usai dua keluarga bertemu dan memutuskan hari pernikahan mereka. Bu Sekar begitu bahagia akhirnya cinta tulus itu hadir untuk putrinya."Dek, kalau gaun itu gimana?" Rayyan menunjukan gaun pengantin yang tertutup pada Ajeng."Apa itu tidak berlebihan mas? Kamu tahu kan kalau aku pernah gagal–" Rayyan menggeleng tidak setuju."Dek, tidak perlu bicara soal it
Pesta pernikahan kedua Ajeng yang tak bisa di lupakan olehnya wanita cantik dengan gamis berwarna nude dan Khimar yang sama tengah memandang keindahan yang di ciptakan oleh suaminya. Taman sayuran dan bunga memanjakan mata itulah Ajeng, wanita sederhana yang menyukai kehijauan.Melewati hari-hari sebagai istri Rayyan tak membuat Ajeng lupa akan tanggung jawabnya sebagai pemilik restoran yang kini memiliki cabang lebih dari tiga. Semua karena dukungan suami dan keluarganya. Perhatian dari dua ibunya membuatnya semakin nyaman menjalani kehidupan dan kesibukan sebagai seorang istri. Bu Widya yang tak menuntut cucu dari putranya semakin intens memberikan perhatian pada Ajeng yang sempat trauma karena pernikahan sebelumnya ia pun tentang cucu yang tak kunjung hadir dalam rahim menantunya Bu Widya menyakini suatu saat jika Allah menghendaki maka akan ada benih dalam rahim Ajeng.Tanpa terasa tiga bulan sudah Ajeng menjadi Nyonya Rayyan selama itu pula tak jarang ia mengunjungi ibu dan ibu m
Meninggalkan kehidupan bahagia Ajeng dengan kehamilannya yang mendapatkan curahan kasih sayang dari dua keluarga, begitu pula dengan suaminya Rayyan tak sedikitpun membiarkan Ajeng menyentuh pekerjaan yang biasa di lakukan meski hal itu hanya sepele.Sikap protektif mereka tak membuat Ajeng jengah namun sebaliknya ia menikmatinya. Seperti saat ini kehamilannya yang sudah besar dan menunggu masa akan melahirkan. Rayyan mengurangi kesibukan di kantor waktunya ia habiskan untuk menemani sang istri di kala pagi dan sore walau hanya berjalan kaki di komplek mereka tinggal namun hal itu membuat Ajeng bahagia. Bahkan dua wanita paruh baya tak pernah absen untuk menemaninya. Mereka tahu dan pernah merasakan bagaimana rasanya melewati hari-hari saat mengandung dan melahirkan.Waktu yang di tunggu-tunggu telah tiba. Ajeng melahirkan bayi cantik nan menggemaskan mereka antusias menjaganya tak jarang mereka harus merebutkan sekedar menggendong. **Berbeda dengan kehidupan Ajeng penuh bahagia se
Hati Dimas bagaikan tertusuk belati. Sakit begitu sakit sampai ia tak sanggup untuk menahannya. Sehingga cairan bening mengalir begitu saja, seakan memahami betapa merana hidup Dimas. Bukankah itu sebuah karma? Ya, Dimas menyadari itu. Walau hatinya menepis untuk mengakuinya."Lupakan wanita itu, apa yang terjadi sudah seharusnya terjadi. Dulu kita begitu jahat padanya dan sekarang dia sudah bahagia bersama dengan pria yang memperlakukan baik padanya menjadikan ratu adalah rumah tangganya tidak seperti kita yang dulu mendzolimi Ajeng. Bukan cuma kamu, ibu juga menyesal Dim, seandainya kesempatan itu ada untuk kita tentu ibu akan menjadikan Ajeng sebagai menantu kesayangan ibu. Hanya dia yang memperhatikan Ibu, perlu kamu ketahui usaha Ibu semuanya dari pemberian modal Ajeng di sana Ibu menyadari bagaimana hatinya begitu seperti malaikat jika bukan karena bantuan Ajeng, mungkin ibu masih berada di jalanan mengais sampah dan memungut makanan sisa. Ibu pasti masih di luaran sana tapi di
Hari berlalu meninggalkan sejuta kenangan di masa lalu penuh dengan lika-liku kehidupan. Tak perlu mengingat namun, tak perlu pula mengabaikan. Jadikan semua ujian dan cobaan yang akan membawa kita menuju yang lebih baik.Bukankah, siapa yang menanam kebaikan maka kebaikan pula yang akan kita petik di masa yang akan datang. Begitu sebaliknya, siapa yang menabur keburukan maka keburukan pula yang akan di dapatkan. Itulah hukum alam.Kebaikan yang di tabur Ajeng kini memperlihatkan hasilnya. Hidupnya yang terus mengalah karena kedzaliman suami dan keluarganya. Kini ia petik hasilnya.Keluarga kecil yang kini penuh dengan ceria, tawa dan tangisannya tak jua membuat keluarga Ajeng dan Rayyan berselisih pendapat. Justru sebaliknya mereka senantiasa memberikan yang terbaik untuk putri semata wayangnya. Walau ulah dan prilakunya tak jarang menguji adrenalin jantungnya. Putrinya bak anak laki-laki semua ingin di cobanya, bahkan untuk naik pohon pun selalu di lakukan walau Ajeng melarangnya.
"Pokoknya kamu harus kerja! Keluargaku juga keluargamu. Jangan jadi istri durhaka kamu!""Tapi mas, aku lagi hamil. Apa kamu tega membiarkan aku kerja dengan perut mulai besar ini? Lagi pula ibu kamu masih sehat kenapa tidak bekerja saja?"Plaaakkkk!!"Lancang, kamu!! Dia itu ibuku, surgaku. Paham kamu, hah?" "K– kamu tampar aku, mas?" "Aisha! Kemari, mas mau bicara. Buka pintunya Aisha!!" "Istri kamu kenapa lagi, Fer? Sudah ibu bilang, dia itu cuma bisanya jadi benalu. Mana kamu nikah sama dia tidak ada hasilnya lagi. Bikin susah aja!" gerutu Bu Winarti kesal melihat menantunya yang hanya menghabiskan uang anaknya."Ferdi tunggu, kamu mau kemana? Kamu belum makan. Tunggu, ibu punya sesuatu buat kamu, ayok!" Ferdi mengikuti ibunya bak anak kecil yang tengah merajuk."Wah, ibu masak enak? Tapi kenapa Aisha bilang masakannya sudah habis, bu?" Ferdi bingung, berdebat dengan Aisha bukan karena Ferdi ingin Aisha kerja. Tapi, ia ingin antara Aisha dan ibunya tidak lagi berdebat hanya kar
Terdengar suara helaan napas panjang dan lelah dari pria yang menikahinya satu tahun lalu. Selama menikah Ferdi tak pernah menyakitinya dengan tangannya, tetapi kata yang keluar dari bibirnya mampu menghantam hatinya.Sesekali Aisha melihat kearah suaminya. Ia pikir suaminya akan membelikan makanan untuknya setidaknya air untuk membasahi tenggorokkannya yang kering. Entah berapa jam ia pingsan namun, yang pasti lebih dari empat jam."Mas–" lirih Aisha. Air matanya kembali menetes setelah kering sejak tadi."Hem،" hanya gumaman yang keluar, tetapi tatapan mata terfokus pada benda pipih di tangannya sesekali bibirnya tersenyum."Bisa belikan air mineral? Aku haus," ujar Aisha, suaranya masih sama lirih tak bertenaga.Tanpa menjawab Ferdi keluar dari ruang perawatan, tanpa ada kata ataupun menayangkan apa yang ia inginkan. Satu, dua, hingga tiga jam berlalu Ferdi tak kunjung keluar waktu telah malam mengingat berapa keluarga korban pergi hanya menyisakan satu orang untuk menjaga pasien.