Berdua tertawa di kamar puas membuat Aisha membayar semua belanjaan yang pasti membuat Aisha geram."Beli apa lagi Bu? Mumpung kita masih di sini. Itu akan lebih baik dari pada kita keluar uang?"Esti memperlihatkan apa yang di belinya di toko online. Puas semua belanjaan di bayar oleh Aisha."Kita pilih dulu, baru kita pesan. Apa rencanamu sekarang? Kamu bisa mengambil semuanya?"Bu Winarti mendekati menantunya, bertanya dengan lirih agar tidak ada yang mendengarkan suara mereka. Walau Ajeng dan Aisha akan sibuk di taman belakang dan Bibi Siti bersama mereka."Aku akan mengambil semua milik mbak Aisha, termasuk rumah ini. Aku tidak rela kalau mbak Aisha hidup dengan tenang harta yang berlimpah, kita juga punya hak atas ini semua. Apa lagi mas Ferdi suami Aisha juga,""Rencana ibu gimana? Apa Bu Ajeng menyetujui permintaan ibu? Aku tidak ingin menganggu pembicaraan ibu dan Bu Ajeng, jadi aku memilih pergi, lagi pula mbak Aisha pasti panggil aku." "Gagal. Wanita sombong itu sama kaya
Kedatangan Arga dan Khandra yang tak biasa tentu membuat wajah Ajeng dan Aisha berbinar. Sudah lama setelah kepergian Arga ke luar kota sehingga pertemuan mereka terbatas hanya sekedar saling tukar kabar walau acara sang ayah berapa hari yang lalu mereka berkumpul namun itu tak cukup untuk menebus rasa rindu dalam diri mereka.Belum hilang keterkejutan Aisha dan Ajeng dari belakang sosok yang amat ia kenali berjalan ke arah mereka. Ayah dan suaminya yang tiba-tiba pulang cepat hari ini."Wah, sayang kamu masak banyak? Kebetulan sekali ada Arga dan Khandra. Bunda, tahu aja kalau kita akan kumpul, benar kalau firasat seorang ibu lebih tajam dari segalanya." Ferdi berbasa-basi dengan Arga dan Khandra sebelum melanjutkan pada Aisha dan Ajeng. Namun tatapannya berbeda saat manik Ferdi bertemu dengan Esti. Entah apa yang mereka katakan tetapi, sorot mata keduanya saling beradu, sayang di balik itu semua tak lepas dari pandangan Aisha."Mbak, Aisha. Biar aku yang siapkan makanan untuk mas F
Bu Winarti merasa jika ada yang tidak beres. Tidak bisa di biarkan Ferdi belum mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya."Kamu–""Aisha sayang, kenapa kamu tidak cerita tentang proyek baru kamu? Biar seru gitu, besan kita ke dapur lagi yuk. Kebetulan lagi kumpul kita buat makanan atau kue,""Tidak usah Bu Winarti, sebaiknya kita duduk sini saja. Kapan lagi bisa begini ya, kan?""Besan benar kita tidak bisa begini lagi kalau besan pulang ke rumah. Kenapa tidak tinggal di sini saja?""Kalau aku di sini, bagaimana mereka punya privasi? Kita akan mengganggunya mereka besan.""Bund, benar yang di katakan ibu. Aku tinggal berjauhan dengan mama. Bertemu dengan bunda berasa aku bertemu mamaku, seandainya Bunda masih lama di sini tentu akan membuatku semakin bahagia dan merasakan betapa sayangnya Bunda pada Mbak Aisha dan aku merasa sangat iri.""Sifat iri, itu tidak baik. Lantas kenapa kamu tidak pulang ke rumah ibumu jika suami tidak pulang alangkah lebih baik tinggal dengan ibu atau
Perasaan tertekan karena keadaan, ingin memberontak meski hal itu bisa di lakukan namun, nyatanya ia tak bisa ada hati dan kebahagiaan seseorang yang harus ia jaga. Siapa lagi kalau bukan kebahagiaan kedua orang tuanya.Dunia akan mengecam bahkan mungkin mengatakan jika dirinya adalah wanita yang bodoh. Tapi bukankah seorang anak rela melakukan apapun asalkan orang tuanya bahagia begitu juga dengan Aisha.Rela sakit dan perih melihat kedzaliman keluarga suami dan madunya, tidak ada yang bisa di lakukannya. Jika saja ayahnya tak sedang sakit tentu Aisha sudah menggugat cerai Ferdi. Dan mengusir mereka dari rumahnya, hidup bahagia dengan status yang baru.Baginya biarlah dia yang sakit asalkan orang yang ia sayangi bahagia. Walau, terkadang ingin melawan tapi apalah daya dirinya yang tertahan karena keadaan."Aisha, aku butuh uang. Apa kamu mau dengar orang tua kamu kalau aku menikah lagi? Kamu tahu kan ayah tidak baik-baik saja? Atau kamu mau ayah cepat –""Cukup, mas. Sudah cukup kamu
Ferdi mendekati Aisha memeluk pinggangnya agar wanta bergamis hitam itu bersuara tentu suara yang tidak menyudutkan dirinya."Aku hanya lelah yah,""Kalau lelah lepaskan, jangan bertahan jika itu akan membuat hatimu terluka semakin parah."Ucapan Rayyan membuat mereka saling berpandangan dan tentunya mereka terkejut terlebih Aisha yang mendengar penuturan sang ayah. Begitu pula dengan Ferdi, Esti dan Ibunya yang tidak kalah kagetnya."Maksud, Ayah?"Rayyan menatap seluruh wajah yang ada ruang makan, tatapan yang sulit di artinya tapi bagi Ajeng dan keluarganya itu adalah tatapan amarah yang di pendam."Kenapa kamu berjuang seorang diri, sampai sejauh ini. Kamu sakit tapi tidak sedikitpun berbagi dengan ayah, apa karena sakit ayah? Kamu takut jika ayah mati hanya mendengar masalah yang kamu hadapi begitu, sayang? Sampai kapan kamu menyembunyikannya, nak?"Aisha terdiam tubuhnya begitu lemah air mata yang ia sejak tadi ia tahan kini tumpah begitu saja. Tidak lama sebab Aisha tersenyum
Ferdi yang teguh dengan pendiriannya tak ingin bercerai dari Aisha membuat geram keluarga besar Aisha. Arga yang tidak tahan melihat sikap arogan Ferdi berdiri menarik kerah bajunya dengan kasar sehingga tubuhnya hampir tersungkur ke depan."Jatuhkan talakmu pada kakakku, brengsek. Kau masih sayang mereka bukan? Atau kau lebih suka masuk penjara?"Ferdi gugup sebenarnya ia takut berhadapan dengan keluarga Aisha. Terlebih pria di keluarga Aisha tak bisa di remehkan."Kamu jangan main ancam anakku, tanyakan dulu sama Aisha apa dia mau bercerai atau tidak? Jangan asal minta cerai. Lagi pula menurutku ini bagus mengingat Aisha sulit hamil jadi dia bisa–""Aku ingin bercerai. Sebelumnya aku sudah menggugat cerai mas Ferdi, hanya tertunda sampai sekarang."Wajah Ferdi dan Bu Winarti pucat ucapan Aisha membuat mereka shock."Sudah jelas, kan? Tunggu apa lagi?"Mereka tidak bisa berkutik Bu Winarti yang ingin menolak untuk pergi terpaksa berdiri dari kursinya di susul Esti."Aisha Julwa Juma
"Jangan dulu, kalau kita sudah beli rumah kamu bisa ajak mama ikut kita. Sekarang kamu sama Ibu tolong bersihkan kontrakan ini aku capek, kita istirahat lagi pula rumah ini juga tidak terlalu kotor cukup di sapu, pel, barang-barang pun masih bersih bersyukur kan kita ngontrak dapat yang ada perabotannya jadi kita tidak perlu beli dan kita juga nggak repot-repot untuk–" "Iya, ya, sebaiknya kamu sekarang pesan makanan aku sudah lapar Mas. Anak kamu yang di perutku juga sejak tadi nendang terus!" Semalaman Ferdi tidak bisa memejamkan mata berkas penting itu ada di tangannya hal yang tidak pernah ia pikirkan kini menjadi nyata. Bayangan kekayaan yang akan di milikinya sehingga Ferdi berulang kali mencium berkas itu. "Mas, kamu semalaman tidak tidur tapi mondar-mandir bikin aku pusing. Kalau kamu sulit tidur sebaiknya kamu di luar, tapi sudahlah sekarang udah jam enam sebaiknya kita bersiap-siap kamu sudah janji akan menjual semua aset itu agar kita bisa membeli rumah baru." Esti k
"Aku materialistis, mas? Aku hanya mau mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milikku jika harta ini kita dapatkan bersama tentu aku dengan senang hati bagi dua denganmu. Tapi nyatanya tidak, semua harta perusahaan, pabrik ini dan beberapa restoran semua adalah milikku milik keluargaku tidak ada campur tangan dari kamu mas. Kamu bekerja di sini pun sudah digaji sesuai prosedur meskipun aku sebagai istrimu tidak pernah mendapatkan nafkah itu dari kamu. Semua kamu habiskan dengan wanita lain tapi apakah aku pernah menuntutnya? Tidak. Kan? Lantas kamu datang ke sini marah karena semua yang kamu curi ternyata palsu. Aku tidak sebodoh yang kamu pikirkan Mas pengalaman yang menjadikan aku seperti ini pengalaman aku memberikan kamu kesempatan setelah ribuan kali kamu menyakitiku bahkan aku memberikan kamu kesempatan dan kepercayaan itu pada ibumu walau sebenarnya sakit saat aku harus mengikhlaskan kepergian anakku yang belum sempat aku lahir kan, tapi nyatanya apa? Ibumu dengan teganya