Dua hari kemudian, Husen sudah di perbolehkan kembali ke rumah. Lily sangat bersyukur. Tangannya langsung merogoh ponsel, ingin memberi kabar bahagia tersebut pada Arjuna.
Tapi, saat menemukan kontaknya, senyum Lily kembali pudar. Bukankah ia sudah bertekad untuk tidak merepotkan Arjuna lagi. Kenapa harus memberi kabar? Bukankah sudah beberapa hari ini mereka tidak saling bertukar kabar? Arjuna juga seperti tidak perduli. Tidak ada satu pesanpun darinya dalam dua hari terakhir.
Akhirnya Lily mengurungkan niat awalnya. Tangannya berubah mencari icon grab car. Ia berpikir, sebaiknya ia pulang sendiri saja. Mungkin Arjuna juga sedang bekerja saat ini.
Dalam perjalanan pulang, Lily meminta Driver grab untuk berbelok menuju ruko, untuk menjemput Abidzar. Tentu saja ia menambah ongkos karena beda arah dengan tujuan awal ia memesan tadi.
Abidzar menyambut kedatangan ibunya dengan riang. Lily masuk sebentar untuk berbicara dengan Mbak Fi.
"Mbak, sepe
Sudah tiga hari, Arjuna dan Lily sama-sama menyiksa diri. Tanpa senyum, tanpa sapa. Saat bertemu atau berpas-pasan saling menghindar. Namun beberapa saat tak saling melihat, sama-sama resah. Tapi ego juga membuat mereka berdua sama-sama enggan, untuk memulai pembicaraan.Seandainya di rumah mereka tidak ada Abidzar dan Hussein tempat mereka mengeluarkan suara, mungkin suara kecoak berjalan pun, akan terdengar jelas.Hari ke empat, Lily sudah tak tahan. Pagi-pagi sekali, ia sudah mengantar kedua anaknya ke sekolah. Ia sengaja menyuruh mereka berdua untuk sarapan di kantin sekolah saja. Setelah itu ia buru-buru pulang.Lily berdiri sebentar di depan pintu. Ia menyiapkan hati, untuk mendengar apapun yang akan keluar dari mulut Arjuna.Setelah dirasa cukup tegar, ia melangkah langsung ke dapur. Duduk di meja makan menanti Arjuna sarapan. Walaupun mereka sedang marahan, tapi Lily tidak melupakan kewajibannya memasak. Arjuna pun tidak pernah menolak makan
Lily tidak menginginkan keperduliannya? Lily tidak menginginkan lagi bantuannya? Ah! Arjuna merasa sakit sekali mengingat kalimat itu. Arjuna tak habis pikir, kenapa sampai saat ini Lily tidak bisa merasakan ketulusan dalam sikapnya? Mungkinkah semua itu karena selama ini Lily juga berpura-pura? Hanya berpura-pura senang menerima setiap perlakuan Arjuna?Arjuna menarik napas panjang, kemudian mulai menjalankan kendaraannya menuju tempat kerja. Sampai di lokasi kerjapun, Arjuna tidak bisa berkonsentrasi.Akhirnya ia memutuskan, untuk ijin meninggalkan pekerjaan setelah zuhur, dengan alasan sakit. Setelah keluar dari lokasi kerjanya, Arjuna menjalankan kendaraan pelan. Ia tak tahu harus melangkah kemana. Rasanya ia ingin pergi yang jauh, tapi tak tahu kemana. Arjuna tidak memiliki tujuan pasti.Untuk pulang ke rumah, Arjuna belum siap untuk bertemu Lily. Arjuna belum siap melanjutkan pembicaraan yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Arjuna juga masih kesal dan
Beberapa saat usai penusukan terjadi,setelah kedua pelaku melarikan diri, warga yang berkerumunan memberikan pertolongan pertama pada Arjuna yang mengalami luka tusuk. Beberapa warga juga menolong Rizal yang juga tak sadarkan diri. Warga bergotong-royong mengangkat mereka berdua ke dalam mobil. Dua orang warga, mengantarkan Arjuna dan Rizal ke rumah sakit, menggunakan mobil Arjuna.Di dalam mobil Bu Erna merasa sangat bingung. Ia berada di tengah-tengah kedua anaknya, yang sama-sama tak sadarkan diri. Begitu tiba di rumah sakit, mereka segera di bawa ke ruang UGD.Rizal dan Arjuna sudah sama-sama di tangani oleh petugas medis. Luka tusuk yang di alami Arjuna terjadi di bagian perut. Petugas medis memberikan tindakan klinis pada Arjuna. Tindakan pertama yang mereka lakukan adalah memastikan apakah dia bernapas, dan bagaimana pendarahan yang terjadi.Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, pada Arjuna perlu dilakukan tindakan operasi, karena
Tapi, tiba-tiba wajah Lily kembali sendu, mengingat video yang dikirim oleh nomor tak dikenal saat ia menjaga Hussein di rumah sakit beberapa hari yang lalu. Lily langsung mencari-cari nama kontak. Namun tak satupun dari kontaknya ada yang bernama Liza, atau yang mendekati nama tersebut.Lily juga tidak menemukan namanya di deretan kontak ponsel Arjuna. Lily mencoba melakukan panggilan ke nomornya sendiri, dan senyumnya merekah lagi, melihat nama 'Istriku' muncul di layar ponsel Arjuna setelah ponselnya di dalam tas berdering. Hatinya mulai berbunga. Sejenak ia lupa pada masalah mereka beberapa hari sebelumnya.Tanpa sadar, Lily tersenyum sendiri sambil menempelkan ponsel Arjuna di dadanya. Ada rasa yang tidak bisa ia artikan, perlahan menelusup di relung hati yang semula penuh curiga dan amarah.Lily tersentak, saat tangan seseorang menyentuh pundaknya yang sedang duduk mendekap ponsel Arjuna."Ly! Ko malah senyum-senyum sendiri? Di panggil d
"Baik, ibu. Kami tinggal ya, pasien jangan diajak terlalu banyak bicara dulu sampai besok. Nanti kami akan kembali lagi untuk memeriksa kondisi pasien," pesan salah satu perawat sebelum meninggalkan mereka. Bu Erna dan Lily mengangguk bersamaan."Bu, sebenarnya Arjuna kenapa Bu?" tanya Lily pelan hampir berbisik di dekat telinga Bu Erna."Tadi, Arjuna ngantar ibu pulang. Sampai di rumah, Rizal dikeroyok oleh dua orang tak dikenal. Arjuna tadi mau membantu Rizal, tapi dia yang kena," jawab Bu Erna setengah berbisik juga.Lily meringis ngeri mendengar penjelasan Bu Erna. Ingin sekali ia mendekat dan memeriksa sendiri luka Arjuna, namun ia masih merasa sungkan dan malu, bila harus mendadak perhatian."Siapa yang ngeroyok, Bu?" tanya Lily antara penasaran dan jengkel, karena membuat kondisi Arjuna seperti itu."Menurut Rizal, mereka teman dari orang yang dulu dipukulnya sebelum dia keluar dari pekerjaannya, Ly! Mungkin bal
Tapi Lily merasa senang juga, karena sebenarnya ia memang belum siap untuk berhadapan dengan Arjuna. Lily tersenyum, sambil memandang wajah suaminya yang sudah terlelap. Ia berdiri kemudian menyibak selimut yang menutupi tubuh Arjuna pelan-pelan turun. Ia ingin melihat luka Arjuna. Begitu terlihat, buru-buru Lily menarik selimut Arjuna naik lagi, sambil meringis. Seolah-olah dia ikut merasakan sakit yang ada di tubuh suaminya.Setelah itu, Lily menatap wajah Arjuna lagi sambil tersenyum. Tangannya bergerak menyingkirkan rambut, yang tergerai menutup sedikit bagian wajahnya. Mengganggu pandangannya saja.Wajah Arjuna terlihat kusut. Ingin sekali rasanya Lily membersihkan wajahnya dengan tisu basah. Tapi, Lily takut Arjuna terbangun. Ia akan malu sampai ke ubun-ubun, bila ketahuan memberikan perhatian diam-diam seperti ini.Tanpa sadar, tangan Lily bergerak meraih tangan Arjuna, dan menggenggamnya. Kemudian ia membawa mendekat pada wajahnya. Bebe
"Jangan nangis dong, Ly. Aku enggak bisa gendong kamu nih," goda Arjuna sambil terkekeh geli, melihat tingkah Lily seperti anak kecil."Kamu suka ngerjain aku. Nyebelin iiihh! Junaaa!" Lily masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil menggeleng."Habis gimana? Aku lebih suka lihat kamu nangis karena kukerjain, daripada kamu nangis karena marah-marah enggak jelas, kaya kemaren," ucap Arjuna membuat Lily langsung diam.Pelan-pelan ia membuka wajahnya dan memberanikan diri menatap Arjuna, dengan mimik yang sudah tak beraturan."Gimana aku enggak marah, kamu jelas-jelas bilang hidup sama aku terpaksa, kasihan!" wajah Lily langsung berubah murung, teringat lagi ucapan Arjuna dalam video tersebut."A-pa? Ka-mu marah karena itu? Kamu di kirimin video ya?" tebak Arjuna langsung. Lily mengangguk dengan wajah masam."Ly! Sini!" Arjuna memintanya lebih mendekat. Lily pun menggeser kursinya."Sini!" Arjuna meminta ia men
"Tadi belum selesai jawab, kenapa kok marah sama aku? Habis ketemu mantan pacar, langsung lupa pertanyaan istrinya!" omel Lily.Arjuna malah menatap Lily sambil cengar-cengir. Sungguh ia rindu, melihat Lily marah seperti saat ini. Sudah semingguan ia kehilangan hiburan, yang sering membuatnya senyum-senyum saat sedang sendirian."Nanti aja, kalau sudah di rumah, aku cerita. Panjang! Aku kan, enggak boleh banyak omong kalau disini, yang penting, kita sudah sama-sama enggak marah lagi, kan?" sahut Arjuna sengaja membuat Lily penasaran. Lily langsung cemberut. Namun ia mengangguk senang mendengar ucapan Arjuna.Lily malah jadi tak sabar, ingin pulang ke rumah dan merawat Arjuna di rumah mereka saja. Ia sudah lupa pada penyebab kemarahannya, apalagi setelah melihat sikap Dokter Liza yang ramah dan biasa saja pada Arjuna. Lily mulai percaya, bahwa benar ucapan Arjuna, videonya sudah dipotong-potong oleh Rizal.***Tiba saatnya, Arjuna diijinka