Darline sedikit tidak teliti. Mungkin karena terlalu takjub pada undangan hologram yang dilihatnya. Dia sampai tidak sadar jika di bagian bawah permukaan undangan tertera tempat penyelenggaraan pesta pernikahan putra Robert Lim yang ternyata ada di negara Inggris.The Savoy, itu nama hotelnya yang terletak di kota London.Ketika Kamis malam Hayden memberitahukannya bahwa mereka akan berangkat Jumat siang, Darline terkejut bukan kepalang.“Berangkat? Ke mana?” tanyanya bingung.Sejak Darline menerima lamarannya, Hayden membawanya keluar makan malam setiap hari. Kehamilannya yang sedikit sulit membuat Darline senang-senang saja jika tak perlu menyiapkan makan malamnya sendiri. Dengan makan malam di luar, dia menjadi lebih santai dan enjoy.Di hadapannya saat itu, tampak Hayden menatapnya dalam, dengan wajah datar. Pria itu seperti sedang menunjukkan keheranannya dengan cara yang dramatis.“Bukankah Sabtu ini kita akan menghadiri pernikahan putranya Robert Lim? Kau sudah setuju kan untuk
“Paman Albert, tenang dulu,” ucap Hayden seraya menghampiri dan menyapa pamannya itu. Sementara Darline sampai terdiam, dia tak tahu harus berkata apa ketika melihat wajah terkejut bercampur protes Opa Albert di hadapannya. “Bagaimana bisa tenang. Kalian berdua di sini, apa yang kalian lakukan sampai berduaan sejauh ini? Ke negeri asing hanya berdua saja? Dan merencanakan pernikahan? Apa kau sudah kehilangan akalmu, Hay?” “Paman, dengarkan aku dulu. Darline sudah bercerai dari Willson.” “Oh?” Pria itu terkesiap dan memandangi Darline dengan cermat. “Kau sudah bercerai? Kapan? Kenapa?” Hayden yang menjawab, “Willson berselingkuh. Dan dia juga ... ah ceritanya panjang, Paman. Yang pasti, dia sudah bercerai dari Willson dan aku berencana untuk menikahinya. Aku minta doa dari Paman saja, agar merestui kami.” “Sekalipun dia sudah bercerai dari Willson, aku rasa tetap tak elok jika kau menikahinya. Apa kata keluarga besar kita? Apa Ben sudah tahu?” Hayden terlihat mengambil napasnya
Di sore hari, di taman belakang villa keluarga Limanso, duduk Opa Ben yang akhirnya mendengar tentang rencana pernikahan Darline dan Hayden.Kakek tua itu menggeram marah.“Bagaimana bisa mereka berpikir bahwa mereka akan menikah? Apa mereka sudah kehilangan akal pikiran? Sekalipun Darline sudah bercerai, hal seperti ini tetap saja tidak etis! Apalagi ini baru dua bulan sejak perceraiannya. Terlalu cepat, terlalu tidak etis!”Gerutuan kakek tua itu bercampur kemarahan ketika dia mendengar tentang ucapan Hayden bahwa Darline adalah calon istrinya.“Itu juga yang aku pikirkan! Aku bahkan bertemu mereka di London. Mereka berdua menghadiri pernikahan putranya Robert Lim.” Albert menggeleng kepalanya lalu bergumam lagi, “Anak muda jaman sekarang. Belum menikah sudah honeymoon duluan!”Opa Ben terdiam sejenak. Kemudian dia bergumam sendiri, “Tapi ini Hayden. Dia seperti bukan dirinya sendiri.”“Hah! Siapa bilang? Dulu juga dia petualang memburu wanita! Apa kau lupa?”“Hm, tapi dia kan sudah
“Aku akan ke sana besok sore,” sahut Hayden Hayden pada si penelpon setelah dia mendengarkan apa yang disampaikan Pak Darwis di ujung telepon.“Hmm, tentu saja. Jangan khawatir.” Dia bicara lagi sebentar barulah kemudian mengakhiri panggilan teleponnya.Tatapannya langsung terpaku pada proyektor yang telah terpasang di hadapannya.“Ini sudah selesai, Pak. Menyalakannya di sini, lalu hologram akan muncul di sini. Input programnya di sini.”Hayden memperhatikannya. Lalu ada juga staff IT di sana yang memahami penjelasan dari tim Blue-Light.Ketika input diujicoba, muncullah hologram berupa rancangan terbaru mobil sport dari 3L’s Empires Motors.Yang membuat semua di sana terpukau adalah bagaimana sinar hollogram menyorot begitu luas sehingga tampilan mobil yang berupa hollogram itu begitu besar.Ukuran mobil dalam hollogram setengah dari ukuran asli dan tampak melayang di atas mesin proyektor.Sinar biru bercampur perak membuat hollogram tampak sangat riil.Beberapa staff mencoba menyen
“Siapa yang berkata seperti itu, Mira?” Hayden mulai kehilangan kendali dirinya.Di hadapannya, Mira terlihat begitu geram dan kesal. Wanita itu masih menyolot, “Ya, kalau kalian mengadakan pesta di Singapura, berarti kalian tidak ingin kami hadir!”“Astaga, susah sekali ngomong denganmu, ya! Dari mana pemikiran itu?” Hayden semakin frustrasi bicara dengan pikiran yang begitu negatif.Tapi dia tiba-tiba teringat, lalu memicing, “Tapi kalaupun benar, bukannya kau malu jika sampai dunia tahu aku menikahi mantan menantumu?”“Ya, itu kau tahu! Dia mantan menantuku. Apa kau sudah kehilangan logika? Coba hitung usiamu! Kau lebih cocok menjadi ayahnya!”“Kami hanya selisih 16 tahun! Pria mana yang 16 tahun sudah menjadi ayah?”Suara Hayden semakin menggema keras sampai-sampai Opa Ben mulai mengentakkan lagi tongkatnya.“Sudah, sudah! Aku memanggilmu ke sini bukan untuk mendengar teriakanmu!”Mendengar seruan Opa Ben seperti itu, Mira masih menyolot.“Benar! Kalau tidak salah, tidak perlu mar
Laura Bella segera tersadar. Dia selalu membebankan tagihan BPJS-nya pada Willson. Jadi, dia tak bisa bilang bahwa dia tak punya BPJS.“Bukan nggak punya, Sayang. Tapi aku nggak bawa. Ya, kalau kamu tadi bilang ke Jakarta mau sekalian cek up di sini, aku bisa bawa. Tapi ini aku nggak bawa. Next time aja lah ya?”Demi membuat Willson batal marah, Laura Bella memeluk pria itu lalu membelai pahanya.Willson pun tak jadi marah, seperti yang diharapkan Laura Bella.Tapi pria itu tetap menyimpan keinginan ini dalam hatinya. ‘Lain kali aku akan mengajaknya pindah dari dokter Asti yang tidak menggunakan peralatan USG canggih!’“Maafkan aku, Bella. Aku hanya ingin melihat USG 4D itu seperti apa. Dari yang kudengar, wajah bayi cukup mirip dengan ketika bayinya lahir. Kan rasanya seru juga kalau bisa melihatnya seperti apa.”“Iya, Sayang, aku mengerti. Aku juga nggak marah. Tapi, ini usianya baru 5 bulan kan. Itu belum seberapa terbentuk wajahnya. Masih abstrak lah gitu. Mungkin nanti tunggu 7 b
“Gimana?”Laura Bella menelpon Meysia begitu pertemuan dengan pihak bank telah selesai.Perjanjian kredit telah ditandatangani dan mereka hanya tinggal menunggu dana cair dan tiba di rekening Meysia.“Semua sudah oke, Usi. Hanya tinggal menunggu dananya masuk di rekening. Tapi, Usi harus hati-hati. Tadi saja Willson hampir meledak kepalanya melihat pilihan limit kita. Nanti dia pulang pasti dia mengamuk luar biasa!”Usi adalah panggilan ‘kakak’ dari Meysia untuk Laura Bella.Mendengar peringatan dari Meysia, Laura Bella mengangguk siap, sampai melupakan bahwa mereka berbicara lewat telepon.“Ya sudah, Usi. Itu saja. Kalau dana sudah masuk rekening, baru aku telpon lagi.”“Baiklah, Mey.”Begitu telepon ditutup, Laura Bella bersiap dengan berbagai ide bagaimana dia akan menyenangkan Willson, agar tidak menyemburkan kemarahan padanya.Laura Bella membersihkan tubuhnya lalu memilih lingerie favorite Willson untuk dia kenakan.Biar bagaimana pun kemarahan seorang pria pastilah akan luluh j
“Mau ngomongin apa?”Darline sudah berada di hadapan Hayden dengan wajah ditekuk cemberut.Dari tempat duduknya, Hayden menatap wajah memberengut itu sambil tersenyum simpul. Tiba-tiba dia merasa seperti seorang ayah yang membujuk rayu putrinya.“Duduk dulu dan simpan muka cemberutmu itu. Ayo!”Darline pun duduk meski masih sedikit cemberut. Dia masih kesal karena Hayden memintanya datang ke ruangan dengan cara sedikit memaksa.Lalu, paksaannya itu berupa menggendongnya mengelilingi kantor. Ini cukup mengesalkan.“Mau ngomongin apa? Ayo cepetan! Aku masih banyak kerjaan nih!”Hayden yang didesak seperti itu jadi tersentil ego seorang pemimpinnya.“Wah! Kenapa kamu banyak kerjaan? Siapa coba boss-mu itu? Kebangetan!”Mendengar nada marah Hayden yang dalam mode candaan, Darline pun akhirnya tersenyum geli. “Iya, tuh. Boss-ku kebangetan! Banyak banget maunya. Mau ngomong aja, suruh datang. Padahal sudah nelpon. Kalau sudah nelpon kan ya tinggal ngomong. Gitu aja kok repot!”Di hadapannya