Malam Tanpa Noda
"Aku lihat kamu bertemu Drian di parkiran Mahendra. Apa kalian sudah bercerai?" tanya Drian. Ia tak sengaja memergoki mereka.Wajah Prily terlihat tak suka dengan kehadiran Drian. Johan mendengar percakapan mereka.
"Aku ingin meletakkan barang-barang ke mobil. Melihatmu dengan suamimu eh maksudku calon mantan suami." Terkekeh sendiri.
"Oh, biasalah. Namanya lelaki tak mau diceraikan." Prili ikut terkekeh menutupi kegugupannya.
Untung saja Prily mengusir Drian kasar dan tak mendekati lelaki itu. Padahal, hati merindu.
Johan meneguk habis minuman di tangan kanan, mata semakin memerah, kepala berputar- putar bagaikan komedi putar. Meminum sekali teguk langsung dari botol tersebut. Tenggorokan tak puas meminumnya. Entah apa manfaat dari minuman tersebut hanya membuat seseorang mabuk dan tak sadarkan diri.
Prily merasakan hawa yang tak enak. Tatapan dan senyum m
Malam Tanpa NodaJohan terbaring di ranjang tanpa sehelai benangpun. Tubuh kekarnya terekspos. Hanya tubuh tertutup dengan selimut tebal putih. Kepalanya terasa sakit dan berat. Bagian leher belakang nyeri. "Leherku sakit sekali!" Menyentuh bagian tersebut dan memijat perlahan. Memutar ke kanan dan kiri. Mencoba mengingat kejadian semalam juga percuma. Dirinya mabuk berat. Melihat pakaian tak ada di bagian tubuh, Johan berdesis pelan. "Semoga saja bukan pelayan yang aku tiduri." Terduduk di pinggir ranjang untuk sesaat. Bangkit menuju kamar mandi yang tak jauh dari ranjang besar berukuran king. Begitulah sifat laki-laki one stand night, ketika mabuk tak ingat siapa yang telah berbagi peluh dengannya. Ia tak peduli. Asalkan hasratnya selalu terpenuhi. Di kamar lain, masih satu atap dengan Johan. Lily menekuk kedua kakinya, menangis di kedua pahanya. Wajah pucat dan mata tak bisa terpejam. Takut kejadia
Malam Tanpa Noda Drian berencana mengikuti mobil Prily dengan mengunakan mobil salah satu karyawan lain. "Saya pinjam mobil kamu. Kamu pakai mobil saya. Besok kita tukeran lagi," pinta Drian kepada karyawan defisi lain. Wajah lelaki itu mengernyit heran. Kurang apa mobil Drian. Mengapa harus bertukaran dengannya. "Mobil Bapak terlalu mewah. Saya takut." Menundukkan kepala antara mau dan tidak. "Gak usah takut. Saya percaya sama kamu." Memberikan kunci dan surat penting lainnya. "Mana kuncimu?" Akhirnya, lelaki itu setuju. Memberikan kunci kepada Drian. Kapan lagi mengendarai mobil seharga satu miliyar. "Cepat pergi!" "Baik, Pak." Drian memarkirkan mobil avanza merah tak jauh dari istrinya. Sebelum Prily pergi, ia lebih dulu berpamitan dengan alasan Azila dan Afisah mengajak ke mall. Terpaksa lelaki itu berdusta agar bisa melihat dengan siapa istrinya berjumpa.
Malam Tanpa Noda"Bagaimana percintaan kalian kemarin di hotel. Pasti pelayanannya memuaskan," sindir Drian ketika Prily mengantarkan berkas ke meja Drian."Kamu mengikutiku?""Kenapa? Kaget?" Drian tersenyum sinis."Jangan kamu lakukan itu!""Lakukan apa? Bercinta dengan lelaki lain dan status wanita itu masih istri sah.""Iya, tapi ....""Tapi, kamu menikmatinya," potong Drian cepat."Bukan itu. Aku tak bisa menjelaskannya."Drian bangkit dari duduk, kedua tangan memukul meja. Suara terdengar nyaring antara telapak tangan dan benda mati itu."Tak bisa menjelaskannya. Kenapa?" Membulatkan mata. Hati Drian kecewa dan cemburu."Aku ...""Aku tahu pernikahan kita terpaksa. Aku tahun cintamu bukan buatku. Aku berusaha agar pernikahan ini tetap berjalan seumur hidup. Nyatanya, kamu malah selingkuh.""Drian, aku ... minta maa
Malam Tanpa Noda"Drian ini surat pengunduran diri aku. Hari ini aku terakhir bekerja disini." Prilly memberikan surat pengunduran diri di atas meja Drian."Mengundurkan diri bagus kalau begitu setidaknya saya tidak pernah melihat kamu lagi." Tanpa menatapnya. Tangan sibuk melihat ponsel."Aku akan menyelesaikan semua laporan untuk bulan ini karena besok sudah mulai memasuki bulan baru hari ini juga semua akan selesai pada waktunya.""Bagus, lebih baik kamu selesaikan semuanya, segera pergi dari perusahaan Mahendra. Aku akan menggantikan posisi kamu dengan orang lain dan satu lagi. Aku akan mengurus surat penceraian, mengalah untuk kalian. Semoga kamu berbahagia dengan Johan." Membuka Amplop putih dan menandatangani surat itu tanpa berpikir panjang.Lelaki mana yang tak jijik berbagi wanita. Bagi Drian, Prily sudah tak pantas untuknya. Menghianati rumah tangga yang mereka jalanin. Sempat lelaki itu merasa nyama
Malam Tanpa NodaPrily merapikan semua barang-barang di perusahaan Mahendra. Drian melewatinya tanpa mengucapkan apa-apa. Tatapan lelaki itu sinis dan benci kepada calon mantan istri.Prily terpaksa tersenyum walaupun, diacuhkan. "Selamat pa ...."Brak!Prily mengelus dadanya ketika, ucapannya terpotong oleh bunyi tersebut. Setidaknya, ia masih menghormati pimpinan Mahendra walaupun, hanya mantan karyawan saja.Setiap karyawan yang lewat menyapa Prily dan mengucapkan perpisahan. Mereka selalu baik dan ramah setelah Prily menikah dengan Drian.Semua barang Prily dimasukkan ke dalam kardus besar. Dua kardus telah terisi penuh."Banyak juga barangku," ucapnya lirih.Satu persatu kardus di bawa Prily ke tempat parkir mobil. "Pak, tolong saya bawakan barang di meja kerja saya," pinta Prily kepada security."Baik, Bu!"Salah satu kardus Prily sang
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk