"Maksudnya kalian sedang tahap berpacaran atau mau menikah?" Baskoro memastikan.
"Bas, terimakasih sudah mau datang."
Intan mengalihkan pembicaraan yang menurutnya nggak penting.
"Apa ini masuk akal? Kau membawa Bastian sejauh ini tanpa bertanya kepadaku. Dan kau merawatnya dengan sembrono. Bagaimana bisa seorang anak menderita infeksi pencernaan sehingga harus dirawat di rumah sakit? Itu pasti kelalaian ibunya."
Entahlah, Baskoro seakan ingin marah saat itu. Bisa jadi karena Bastian yang sakit, bisa juga karena pria yang bersama Intan ini yang mengaku sebagai mantan pacarnya. Sementara dia adalah mantan suaminya. Dan lagi bagaimana ia mengatakan hal semacam itu disaat Bastian meringkuk di ranjang rumah sakit.
"Kau pikir aku mau begini? Aku ibunya yang selama ini mengurusnya, kamu tidak pernah tahu bagaimana aku merawatnya bukan?" Intan tak kalah sengit membantah ucapan Baskoro. "Alih-alih kau menjenguknya pertama kali, kau malah menyalahkank
Sedikit mengejutkan karena Abraham tiba-tiba memintanya untuk bisa bekerja sama. Tidak perduli apakah itu siasat buruk atau baik, Baskoro tetap akan menghadapinya. Ia akan terlibat dalam kehidupan Abraham secara langsung. Baskoro melihat Intan yang sedang menyuapi Bastian bubur, wajah bocah itu sudah tidak pucat lagi. Di tangannya ada sebuah mainan. Ia menatap dengan senyuman saat Baskoro tiba. "Ehem," Baskoro sedikit berdehem saat mendekati mereka. "Daddy, Bastian sudah boleh pulang hari ini. Apakah Daddy akan tetap bersama kami?" Senyum diikuti raut kebingungan mewarnai wajah Baskoro. "Bagaimana dengan Mommy, apakah Daddy boleh tinggal?" "Tidak! Di kafe sudah tidak ada tempat lagi. Bukankah Bastian tahu kamar kita sudah cukup sempit, Daddy tidak mungkin tidur bersama kita." "Biarkan Daddy tidur di sofa Mommy." Bastian menjawab ucapan Intan. "Ehem, Daddy tidur di penginapan. Bastian bisa tidur di penginapan denga
Wajah gadis itu menatap Intan penuh harap. Bagaimana ia akan menyelesaikan ini? Tidak hanya Okky yang ada disana, tapi Baskoro juga menatapnya intens."Eh_ begini Sofi, lain kali kita bicarakan lagi oke? Dan Sofi bisa bermain dengan Bastian dulu di atas. Bastian baru saja membeli seekor anak kucing bernama Miki." Intan mencoba menghilangkan kegugupannya.Baskoro masih belum berkedip melihatnya, seakan momen yang tepat untuk menambah kegaduhan dan perdebatan sengit sebelumnya."Sepertinya Bastian sudah benar-benar pulih?" Okky mencairkan suasana."Sepertinya begitu, terimakasih atas bantuamu tempo hari. Aku tidak pernah melihatnya sakit seperti itu.""Hmm, baiklah. Silahkan kalian mengobrol dengan santai, sepertinya kalian serius dalam menjalin hubungan," ujar Baskoro hendak meninggalkan mereka."Bas, urusan kita belum selesai.""Tidak, aku mau Bastian bersamaku." Ucapnya tegas. Baskoro melangkah pergi, dalam hati ia tersenyum. '
Baskoro tak percaya, ia mengintip ke dalam kamar. Intan benar-benar sudah mendengkur halus. Sementara Bastian seorang diri. "Jadi bagaimana?" "Temani aku tidur! Mommy sudah tidur terlebih dahulu. Daddy harus masuk dan bercerita untukku." Bastian merayu Baskoro dan membuatnya tak bisa menolak. "Baiklah, Daddy akan masuk. Tapi Bastian harus tanggung jawab kalau Mommy marah ya?" Bastian hanya mengerucutkan bibirnya. Akhirnya Baskoro menuruti kemauan putranya. Ia memasangkan selimut tebal untuk Bastian. Sementara Intan yang tidur lelap tak mengetahui aktivitas mereka disampingnya. "Sssstt, pelan saja suaranya Daddy. Aku ingin mendengarkan Daddy bercerita." Baskoro bingung cerita apa yang akan ia ceritakan ya, ah ia tak punya koleksi dongeng sedikitpun. "Hmm, pada jaman dahulu ada seorang nenek bercerita kepada cucunya, dia berkata kepada cucunya wahai cucuku dahulu kala ada seorang nenek bercerita kepada cucunya
Bisa tidur bermimpi bersama dan kesiangan bersama, sungguh seperti mimpi. Intan jadi panik karena seseorang yang datang barusan. Mimpinya harus terbang berantakan."Bas, bangunlah! Seseorang datang mencarimu!" Intan mengguncang tubuh Baskoro. Pria itu malah menggeliat dan sekarang memeluk Bastian. Sekarang terpaksa ia harus membuka lebar jendela kamar agar Baskoro tahu hari sudah siang."Hhh, aku masih mengantuk. Tolong biarkan aku tidur dengan putraku dulu, dan tutup jendela itu," katanya sambil memeluk Bastian."Bas, Bobby mencarimu! Please, bangunlah!" Guncangannya lebih kencang."Hah, Bobby?" katanya sambil menatap Intan tak percaya, matanya masih sedikit menyipit karena mengantuk.Ia segera bangkit dan berjingkat-jingkat menuju kamar mandi. Sungguh diluar dugaan kalau Bobby sudah sampai Singapura. Sial! Kenapa ia tak memberinya kabar?Begitu juga Intan yang kelabakan karena pasti ia ketahuan teledor menjaga kafe yang sudah kedatangan pe
"Benarkah kafe itu cocok untukku? Aku merasa akan membuang uang saja, aku tak menjiwai dalam bisnis ini," keluhnya. "Aku tahu, aku tidak menjadikanmu pengelola di sana, tapi seorang pelayan," katanya. "Pelayan?" Intan merasa tak percaya. "Benarkah aku jadi pelayan Bob?" "Itu akan mudah membuat hati ayahmu luluh, Intan," ujarnya. Intan menautkan alisnya, apakah itu cara terbaik? Mencari simpati ayahnya? "Aku tidak memaksa, tapi aku melihat ayahmu tampak berbeda kemarin. Aku bahkan tidak mengira kalau dia berniat menjalin kerjasama dengan kita." "Kau sangat mudah percaya dengan ayahku. Tapi baiklah, aku ikuti saja kemauan kalian. Kalau kalian maunya aku jadi pelayan, ya udah aku jalani peran itu. Tapi apakah aku tidak akan dikenal orang-orang sebagai putri Abraham?" Bobby dan Baskoro tidak terpikirkan sampai kesana. "Begini saja, aku akan mengubah tampilanku seperti gadis SMA, gimana?" "Tidak! Aku tak setuju! Apa
Tidak perduli bagaimana takutnya Intan terhadap apa yang akan dilakukan ayahnya kepadanya, ia tetaplah seorang anak yang harus menghadapi ayahnya. Bagaimanapun ayahnya masih memperdulikannya dengan mengutus suruhannya mengawasi dirinya di Singapura. Ia yakin ayahnya akan tahu bahwa sekarang dia berada di Jakarta."Baju apa ini Bobby?" Intan tercengang melihat pakaian minim yang Bobby serahkan."Ini adalah pakaian pelayan kafe milik temanku, aku berpikir inilah yang paling cocok untukmu.""Astaga! Bukankah ini terlalu mencolok? Kau membuat aku jadi pelayan kelab malam?""Tidak! Ini kafe, hanya saja tampilannya memang lebih ke anak muda.""Kau gila Bob? Apakah Baskoro tahu?"Bobby tersenyum. "Tidak, dia tidak tahu. Tapi nantinya dia akan tahu. Aku ingin melihat api membakar wajahnya," Bobby tertawa terkekeh-kekeh, sudah ia rencanakan hal semacam itu untuk membuat Baskoro cemburu.Intan termenung, "Apakah ini tidak berlebihan?""U
"Moca latte satu dan capuccino satu," ujar seorang wanita yang memesan kopi di meja tengah. Ia memesan melalui Intan.Wanita cantik itu memegang smartphone, Ia sedang membaca sebuah berita tentang perusahaan Wijaya Group yang terancam kebangkrutan. Gosip seperti itu sudah biasa beredar untuk menjatuhkan performa perusahaan.Akan tetapi Intan sedikit terganggu, "Apakah Ayah baik-baik saja?"Tak lama kemudian seorang pria dengan sorot mata tajam melihat penampilan Intan dengan seksama. Intan sedikit terkejut karena pria itu adalah Baskoro.Matanya menunjukkan rasa tidak suka. Intan memikirkan satu hal, bukankah dia sedang mencoba berpenampilan seperti itu untuk memancing sikapnya? 'Sepertinya berhasil' batinnya.Dengan langkah yang gemulai Intan mendekati pria itu."Ada yang bisa saya bantu? Kami memiliki menu spesial siang ini, Tuan."Baskoro memicingkan matanya. Ia tentu saja mengenali suara itu. Tapi penampilan Inta
Bobby membalas hantaman Baskoro dengan tinjuan yang lumayan kuat. Hal.itu membuat Baskoro terhuyung ke belakang dan kesakitan. "Satu sama gaes" ujarnya. "Apa-apaan, kenapa kau bersikap mencurigakan begitu? Aku kira kau pria asing yang mau berbuat macam-macam dengannya." "Tapi seharusnya kamu nggak perlu berlebihan dengan orang lain yang bersamaku. Sudah aku bilang kalau kau nggak punya hak," sahut Intan lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Bobby dan Baskoro saling bertatapan. "Aku akan segera membawa Abraham melihat Intan dalam keadaan seperti itu. Aku dengar perusahaan ayahnya sedikit kacau setelah kepergian Intan." "Apakah kau yakin?" "Ya, aku yakin. Hanya saja kita tidak tahu apa ayahnya bersedia untuk hadir ke tempat seperti ini." "Itu gampang, kau harus mengatakan bahwa aku menunggunya. Kurasa Abraham masih penasaran dengan nama Baskoro yang mengambil alih proyeknya." "Iyes! Kau memang pinter!" Bobby memeluk Bask