"Menikah?"Indra menatap Intan ragu, lalu mengangguk pelan."Kenapa? Kenapa harus menikah secepatnya? Apa kau menghamili anak orang, Indra? Apa kau ketangkep hansip? Ah, kau masih sembilan belas tahun bukan? Tak kubayangkan kau akan jadi pengantin kecil, astaga..," ujarnya sembari menggelengkan kepalanya tak percaya dengan ucapan adik lelakinya sekarang ini."Bukan Kak? Aku tak pernah ngapa ngapain kok, kenapa kak Intan berpikir seperti itu?""Nah, bagaimana tidak? Lulus sekolah dan langsung mau menikah. Apa menurutmu menikah itu gampang dan menyenangkan? Kak Intan bahkan merasa menikah itu menjadi trauma yang belum sembuh," katanya berapi api."Kak, jangan marah dulu dong, aku kan baru tanya aja...," ujarnya pelan."Aku tidak sedang marah, Indra.., hanya membayangkan kau menjadi ayah di usia sangat muda.""Apa salahnya? Aku juga bisa kok jadi Ayah karena itu akan terjadi secara otomatis.""Iya, kau memang bisa buat anak, tapi membina rumah tangg
Intan tak merespon saat melihat Indra terlihat kecewa dengan jawaban Intan yang tak memuaskan. Tadinya ia mengira Intan akan mendukung keputusannya sehingga dengan begitu ia punya dukungan di hadapan ayah angkatnya dan juga ayah kandungnya. Akan tetapi ternyata tak semudah itu. Ia sedikit kesal, tapi Intan menginginkan ia berpikir lebih banyak hal lagi.Dengan wajah cemberut, ia mulai bangkit dan hendak meninggalkan tempat tersebut."Indra, pikirkan kembali dan bicarakan dengan Mellisa. Dan juga, bawalah Mellisa untuk menjadi asisten ibumu ketika kau berada di Thailand nanti. Hari hari kompetisi sudah dekat, kau harus berkonsentrasi atas pertandingan tersebut karena itu adalah tanggung jawabmu saat ini."Indra menoleh sebentar dan mengangguk lemah. Mau tak mau ia harus meminta izin Intan karena kakak perempuannya ini lebih bisa memahami keadaan.Sian itu juga Indra membawa Mellisa menemui Intan yang masih di kantornya."Apakah ini perusahaan kakakmu?" Mellis
Mellisa tentu saja merasa berdebar dengan pertanyaan Intan yang penuh selidik. Setidaknya pertanyaan yang cukup mengerikan itu menyadarkan dirinya bahwa masalah ini tidak sekedar main main. Seakan dalam mimpi karena tiba-tiba saja ia harus dihadapkan pada masalah pernikahan."Kak, itu mustahil ...," Indra membela Mellisa."Diamlah Indra, Mellisa tidak bisu dan tuli untuk menjawab pertanyaan ini. Sebab, aku tak mau kalau sampai pernikahan ini dilandasi keterpaksaan, kemudian juga aku ingin melihat moral seorang adik lelakiku ini," terang Intan dengan tegas."Tapi,. tentu saja tidak pernah terjadi hal seburuk itu Kak," kata Indra kesal karena Intan menuduhnya melakukan hal hal tak senonoh."Hmm, aku sedang bertanya pada Mellisa, bukan padamu, jadi bisakah kau diam saja?"Lagi lagi Intan membuat Indra kelabakan. Ia tak menyukai tuduhan Intan yang melukai harga dirinya.Sementara itu Mellisa yang gugup berusaha menjawab dengan tenang."Kami tidak pernah
Indra masih memikirkan ucapan Mellisa perihal mau atau tidak keluarganya mendatangi ayah Mellisa dan memberikan argumentasi tentang hubungan mereka.Ia teringat dengan kedua orang tua angkatnya yang selalu berpesan untuk tidak mudah jatuh cinta dan menikah muda. Mereka ingin Indra sukses dan berprestasi selagi ada kesempatan. Tentu saja ia akan menemui jalan buntu jika harus bercerita kepada mereka.Lalu ia teringat dengan ayah kandungnya yang terlihat keras dan tegas. Ayahnya menuntut untuknya menjadi orang yang penuh tanggung jawab dalam hal prestasi dan kemampuan diri. Ia juga tak mungkin bercerita tentang masalah tersebut dan berujung ditolak mentah-mentah. Ia bisa melihat Intan yang pasti atas gemblengan Abraham, bahkan sampai sekarang mereka masih belum bisa menikah hanya karena ayahnya itu."Hufft, kenapa sulit sekali menjadi orang yang bisa menjadi mandiri? Apa salahnya dengan menikah muda?" ocehnya. Berkali kali ia memikirkan, hatinya tetap tak bisa menerima keputusan ayah Me
Indra bergumam, menyadari betapa ucapan itu sepertinya memang sangat pas untuknya. Saat ini fokusnya telah beralih pada menikahi seorang wanita. Bagaimana kalau ternyata hal itu menjadi sebab kegagalannya? Bagaimana kalau akhirnya mereka tahu bahwa ia tidak fokus terhadap latihan karena urusan pribadi? Ia akan disalahkan karena merugikan teman satu tim, merugikan nama baik sekolah dan merugikan orang tuanya yang telah bersusah payah memberinya kesempatan untuk bisa membuktikan kemampuannya?Dan yang paling menakutkan adalah saat Mellisa ikut dipersalahkan karena menjadi penyebab dirinya menjadi tidak bisa fokus lalu mendapatkan kegagalan."Indra?""Ah, ayah... aku sepertinya selalu latihan dengan baik, bagaimana mungkin aku tidak fokus?" ujarnya seolah menganggap ucapan ayahnya tahu dengan apa yang terjadi."Baiklah, ayah hanya mengingatkan karena ingin yang terbaik untukmu. Ayah tahu kamu cukup percaya diri dengan kemampuan yang kamu miliki, jadi hanya tinggal memfokuskan diri melaku
Seluruh nafsu makannya tiba tiba menghilang. Seluruh energinya seolah berkumpul di telapak tangannya yang mengepal. Akan tetapi ia berusaha mengendalikan dirinya, memastikan kembali apa yang sebenarnya sedang terjadi.Sosok pria dan wanita itu adalah Mellisa bersama dokter muda yang menjadi pria yang akan dijodohkan dengannya. Ia semakin guncang, semakin bingung dengan sikap Melisa yang seperti mempermainkan dirinya."Mellisa, apa yang kau lakukan sekarang ini?" lirihnya sambil kedua netranya terus melihat kearah mereka berdua.Mellisa terlihat bahagia, tersenyum manis pada pria tampan di hadapannya. Seakan akan Indra melihat hubungan mereka adalah nyata hubungan sepasang kekasih yang sedang menghabiskan waktu bersama. Kalau saja bukan, mana mungkin mereka seakrab itu? Batin Indra terus bergolak. "Apakah Tuhan hendak menunjukkan kepadaku bahwa aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini?" lirihnya lagi. Ia mulai memikirkan bagaimana sikap Mellisa akhir akhir ini. Tidak, ia tidak mendapat
"Bagaimana bisa aku menerimamu sedang aku sungguh belum bisa mencintaimu. Apakah nantinya tidak akan menyulitkan kamu? Aku memiliki seseorang yang kucintai, dan dia tak merelakan aku untuk pergi dari sisinya.""Aku tahu, aku tahu tak semudah itu kau melepaskannya. Aku juga tak seegois itu. Jika kau memang bersikeras untuk bertahan, aku bisa apa? Selama kau tak mengatakannya di hadapan ayahmu, silakan kalian bersama. Hanya saja, tolong, tolong untuk tidak bersikap egois. Di hadapan ayahmu, katakanlah bahwa hubungan kita baik baik saja. Mengerti?"Mellisa menyerah, ia tak mau kehilangan Indra, tapi apalagi harus kehilangan ayahnya. Seharusnya ia berterima kasih atas perhatian dokter Yusac yang begitu pengertian. Ataukah mungkin suatu hari nanti keputusannya justru akan berubah? Ia mulai gundah.Di sudut yang lain, Indra merasa sangat kesal. Ia datang ke tempat latihan dengan emosi yang memuncak. Hanya saja ia tak bisa mengatakan yang sesungguhnya apa yang terjadi padanya kepada teman te
"Uhmm, bukannya kalian sudah bicarakan dengan Intan bahwa kalian siap untuk menikah? Aku bahkan merasa salut dengan keberanian kalian untuk menikah lebih cepat. Kau bahkan masih memakai seragam sekolah, ini benar benar lelaki sejati."Pujian Baskoro membuat dada Indra bergemuruh. Sebenarnya ia merasa tak berdaya dengan keputusannya sendiri. Dukungan itu tidak sepenuhnya ada dan sekarang Mellisa bahkan meruntuhkan semangat juangnya. Melihatnya bersama dokter Yusac, ia mulai ragu memperjuangkan gadis itu di sisinya. Akan tetapi hatinya kini merasa sangat sakit."Kak, apa rasanya dikhianati seorang wanita?" tiba-tiba Indra bertanya tentang hal itu kepada Baskoro.Baskoro memicingkan matanya, apa yang sebenarnya terjadi? ia mulai bertanya-tanya."Kau tanya rasanya dikhianati seorang wanita? Apa maksudmu kau melihatnya berjalan dengan pria lain?""Iya kak, aku melihatnya makan di restoran dengan pria lain.""Oh, begitu. Mungkin saja mereka hanya sama sama lapar sehingga mereka makan bersam