"Telat lima menit," ucap Arjuna sambil menatap jam tangan mewahnya, saat Rara baru saja sampai di restoran Sandy's.Rara pun tersenyum dengan menampakkan deretan gigi putihnya. " Baru lima menit saja 'kan?"Arjuna pun tersenyum tipis dan segera menyiapkan kursi untuk Rara. Masih ada Sedikit rasa kesal sepertinya dalam hati, karena menunggu Rara, sang pujaan hati, meski hanya satu detik saja, rasanya sudah seperti bertahun-tahun lamanya."Mau makan siang apa?" Arjuna kembali bertanya saat keduanya sudah duduk menghadap meja makan mewah itu.Sembari mengatur nafasnya, Rara pun segera memesan. Pesanan yang sama seperti yang dipesan Arjuna."Kenapa ngos-ngosan? Apa baru dikejar hantu?" tanya Arjuna lagi sambil menatap lekat wajah Rara.Kembali Rara menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum kikuk. "Nggak sih." Simple sekali jawaban yang di berikan oleh Rara. Tadi saat sudah sampai di parkiran restoran, dia memang langsung berlari. Kenal sejak lama dengan Arjuna, membuat dia paham bagaim
"Sebisa mungkin aku akan membahagiakan kalian. Dan, aku berjanji. Hanya ada kamu di hati ini hingga nafasku berhenti."Hati wanita mana yang tak akan bahagia mendapatkan ucapan seperti itu. Bahkan meski mungkin kalimat tersebut hanyalah sebuah rayuan gombal belaka, tetapi tentu saja sudah membuat melambung tinggi.Apa lagi jika dikatakan dengan tulus dari dasar hati oleh seorang Arjuna seperti ini, spontan saja langsung membuat wajah Rara merona."Amiiin. Aku pun berdoa seperti itu, Kak. Semoga saja hanya maut yang akan memisahkan kita nanti." Rara menimpali perkataan calon suaminya itu.Beberapa saat manik mata keduanya saling beradu sembari Arjuna masih memegang tangan Rara. Kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu, merasa sangat bahagia satu sama lain. Harapan dan doa terus saja diucapkan dalam hati oleh keduanya, hanya berharap jika nanti setelah menikah, rasa cinta itu akan terpupuk lebih subur lagi."Permisi. Makanan Anda sudah siap."Hingga suara pelayan yang mengantarkan makan
"Apa Mama Rara akan segera menikah dengan Papa?" tanya Daffa polos saat makan malam bersama di rumah keluarga Pranama itu."Tentu Sayang. Kurang sepuluh hari lagi." Yasmin dengan segera menjawab pertanyaan dari cucu kesayangannya itu."Asyikk!" Daffa dengan segera berteriak ah menunjukkan wajah yang begitu bahagia. "Daffa akan punya mama lagi!"Bocah kecil yang memang sejak lama sudah mengidolakan Rara itu, begitu senang, karena impiannya selama ini akan segera menjadi kenyataan.Waktu yang hanya kurang sepuluh hari saja, membuat rutinitas di rumah megah itu menjadi mulai rame. Banyak hal yang perlu dipersiapkan, mengingat karena waktunya pun begitu mendadak.Yasmin yang ingin pernikahan anak satu satunya itu menjadi paling sempurna, pun menyewa sebuah wedding organizer terbaik di Nusantara ini. Semua haruslah serba nomer satu, sehingga akan menjadi begitu berkesan. Sedangkan para pria pun tak malas membantu Arjuna yang mempersiapkan masalah surat menyurat. Yang pasti semua keluarga
"Apa kamu yakin jika kita tak boleh bertemu hingga hari pernikahan tiba?" Arjuna terdengar masih menego sang kekasih. "Aku begitu rindu padamu."Rara di seberang terkekeh dengan pipi yang sedikit bersemu merah. "Nggak boleh, Kak. Kan hanya tinggal empat hari saja." Rara mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri agar tak mengatakan rindu juga pada Arjuna.Arjuna mendengus kasar sambil menyugar rambutnya. "Empat hari saja kamu bilang? Itu sungguh terlalu lama, jika tak bisa bertemu dengan kamu." Suara Arjuna terdengar begitu frustasi saat ini.Rara kembali terkekeh. "Kenapa sih Kak Juna begitu lebay sekarang? Itu hanya empat hari, Bukan empat tahun, Kak," ucap Rara yang seakan malah menggoda. Hal tersebut malah membuat Arjuna tertawa. "Oke. Aku akan menahan rindu ini empat hari saja. Setelahnya ... Kamu akan tahu akibatnya."Waktu untuk pesta pernikahan besar itu memang masih kurang empat hari saja. Dan, mulai dari kemarin kedua sejoli itu memang tak diperbolehkan untuk saling berte
"Tuh kan, aku bilang tadi apa. Nggak usah deh ketemu sama si Clara itu." Stella bahkan masih uring-uringan saat dia dan Rara sudah hampir sampai di kediaman Rara kembali. "Nyebelin banget nggak sih?"Wanita cantik yang selalu tampil elegan itu memang tak pernah bisa menyembunyikan rasa kekesalan di hatinya sejak keluar dari kantor polisi tadi.Rara malah terkekeh melihat kelakuan sahabatnya sejak tadi itu. "Sudah dong Stel. Apa kamu nggak capek sejak tadi ngomel terus?" tanya Rara sambil bercanda.Stella memonyongkan bibirnya ke depan. "Habisnya aku tuh kesel banget loh sama dia Ra. Kamu sudah baik banget berusaha untuk meminta maaf dan menjadi teman baik, eh malah dia itu belagu banget! Padahal yang salah kan dia." Stella nyatanya lebih memilih untuk meneruskan ocehannya. "Sok benar, sok baik dan sok cantik!"Rara hanya bisa kembali tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Stella juga tak salah. Saat tadi dijenguk, sikap Clara memang. begitu menyeba
"Maafkan aku, Ra. Maaf."Setelah mendengar ucapan dari Rara tadi, kali ini malah ganti Sarah yang langsung memeluk mantan adik iparnya itu. Bulir benar hangat tak lagi bisa dia bendung. "Aku sudah begitu jahat sama kamu selama ini, tetapi nyatanya kamu masih bisa memaafkan aku. Terima kasih, Ra."Sekali lagi kata kata itu diucapkan oleh Sarah, kali ini diucapkan dari lubuk hati yang paling dalam. "Terima kasih.""Sudahlah, Kak. Jangan menangis lagi. Semua kejadian di masa lalu itu sudah aku lupakan kok." Rara mengelus punggung Sarah.Kemudian pelukan itu pun diurai oleh Rara, karena terdengar panggilan, Bella ternyata saat ini berjalan mendekati mereka berdua."Mama ini sepatunya." Gadis kecil yang semakin cantik itu berjalan ke arah Rara sambil memamerkan sepatu cantik berwarna ungu yang baru saja dia beli.Tadi, Rara memang memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu pada si pengasuh untuk membayar sepatu pilihan Bella."Wah ... itu cantik sekali Sayang."Rara yang mendengar pangg
"Setiap hari aku hanya bisa berdoa. Dan, terus berusaha mencari rejeki yang halal agar bisa tetap hidup bersama dengan ibu yang terus sakit sakitan setelah tau Nizam di penjara."Sarah berucap dengan raut wajah yang begitu sedih."Bu Endang ... Sakit?" Rara sempat langsung kaget saat mendengar nama mantan mertuanya itu. Wanita yang. paling suka sekali memperlakukan Rara seperti sampah, dulu.Sarah langsung juga mengangguk lemah. "Ibu memang mulai terkena serangan jantung lemah. Awalnya dulu malah begitu drop, tetapi sekarang sudah berangsur membaik."Sejak tadi memang Rara belum menanyakan tentang keadaan mantan mertuanya itu. Karena jujur masih ada sedikit rasa sesal, karena rasa sakit yang ditorehkan dulu juga begitu dalam. Rara pernah berpikir sendiri dalam hati. Jika sebenarnya Nizam itu mencintai dia sepenuh hati, hanya saja memang sedikit cuek. Endang lah yang memiliki peran untuk menghasut Nizam agar berperilaku buruk pada Rara. Bahkan wanita paruh baya itu lah yang memberikan
"Apa kamu sudah siap?" Satria mendatangi kamar Rara. "Sepertinya rombongan Arjuna sudah berangkat dari rumah." Satria saat ini nampak begitu tampan dengan memakai jas berwarna hitam. Pria itu sudah siap untuk saat ini menjadi wali nikah sang adik."Sudah siap, Kak," jawab Rara yang memang baru saja selesai di make up.Dua orang perias segera meminta ijin untuk keluar ruangan, karena kali ini tugas mereka juga sudah usia."Terima kasih," ucap Arjuna pada dua perias itu saat persimpangan di samping pintu.Satria pun kemudian melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Rara. Rara juga masih sibuk mematut diri di kaca, sembari menunggu kedatangan pengantin pria."Kamu cantik sekali, Ra. Mirip sekali dengan almarhum mama." Satria tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat ini.Rara memang terlihat begitu cantik dengan pakaian khas ijab qobul berwarna putih itu. Tak hanya cantik, tetapi juga terlihat anggun dan elegan. Tanpa riasan wajah saja Rara memang sudah begitu cantik, apa lagi ji