Laki-laki yang tak lain pembunuh dari seluruh keluarganya itu hanya menunjukkan smirknya saat melihat wajah Nara yang terkejut ketika melihatnya.
Nara menggenggam dengan erat kedua tangannya dan menaruhnya di depan dadanya, karena saat ini dia benar-benar merasa ketakutan. Tanpa sadar Nara kembali berjalan mundur ke arah pohon besar tadi, sedangkan Zico, dengan santainya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dan berjalan maju mendekati Nara, dengan smirknya yang tidak dia hilangkan.“To-tolong ja-jangan mendekat,” pinta Nara dengan terbata-bata.Bukannya merasa kasihan, Zico justru memamerkan seringai iblisnya dan terus melangkahkan kakinya mendekati Nara dengan santainya.Nara tersentak saat menyadari bahwa punggungnya sudah menempel ke batang pohon besar tempat persembunyiannya tadi. Dia sudah tidak bisa berkutik lagi, karena dia sudah terkurung sekarang, dan dia sangat yakin bahwa ini adalah akhir dari hidupnya. Laki-laki di depannya ini pasti akan segera menghabisinya.Tubuh Nara semakin bergetar ketakutan, saat melihat Zico sudah semakin dekat padanya.“Kenapa kau berhenti, apa kau sudah menyerah?” tanya Zico dengan entengnya. “Ohhh, kau sudah terjebak ya. Hah, benar-benar seekor tikus kecil. Kau memang tidak pandai bersembunyi," lanjutnya.Nara tidak meladeni perkataan laki-laki yang menurutnya sekejam iblis ini, dia hanya menangis terisak dengan tubuh yang sudah bergetar dengan hebatnya pula.Nara semakin dibuat ketakutan saat dia merasakan sakit di wajahnya ketika satu tangan laki-laki itu menjepit pipinya. “Ahh sa-sakit,” ringisnya.“Sakit?” Zico semakin mengencangkan jepitan tangannya pada pipi Nara. “Aku akan tunjukkan padamu, seperti apa itu rasa sakit yang sebenarnya!” lanjutnya dengan tatapan penuh api amarah.“Jo!”“Baik Tuan.”Zico lalu melepaskan tangannya dari wajah Nara dengan kasar dan berjalan lebih dulu, sedangkan Jo dan anak buahnya berusaha untuk membawa Nara masuk ke dalam mobil."Lepaskan, kalian mau membawaku ke mana?” Nara terus mencoba memberontak, dia tidak mau ikut dengan orang-orang yang tidak dia kenal. Terlebih orang-orang ini telah membunuh semua keluarga yang disayanginya. Namun sayangnya, sekuat apa pun Nara memberontak, dia tetap tidak bisa melepaskan diri dari pegangan Jo yang tenaganya jauh berkali-kali lipat lebih kuat dari dirinya.Jo membuka pintu mobil dan memasukkan Nara dengan paksa ke dalam mobil bagian belakang, di sana sudah ada Zico yang duduk dengan tenangnya. Setelah itu, Jo juga masuk ke dalam mobil, dia duduk di bagian kursi kemudi lalu melajukan mobilnya.Selama di perjalanan entah ke mana, Nara terus menautkan kedua tangannya, terlihat kedua tangannya saling meremas satu sama lain, hal itu dia lakukan untuk sedikit menghilangkan rasa takutnya.Dalam ketakutannya, Nara memberanikan diri untuk sesekali melirik ke arah Zico yang berada di sampingnya. Dia melihat pria di sampingnya ini duduk dengan angkuhnya seakan-akan semua yang terlihat pada jangkauannya adalah miliknya, dan siapa pun yang berani menghalanginya akan kehilangan nyawanya tanpa bisa membela diri.“Sudah puas melihatnya?” tanya Zico dengan dinginnya.Nara tersentak saat mendengar pertanyaan yang Zico lontarkan padanya. Dengan cepat dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain, tanpa menjawab pertanyaan Zico.Namun, Nara kembali dibuat terkejut saat Zico meraih dagunya dan menghadapkan wajahnya ke arahnya. “Heh, wanita! Kau sungguh berani!” ujarnya seraya menunjukkan seringaian iblisnya.Glek, Nara menelan salivanya dengan susah payah. Saat dia mendengar ucapan Zico yang menurutnya sangat menakutkan, ditambah dengan seringaiannya yang membuat kesan menakutkan dari Zico semakin terpancar.“Kita sudah sampai Tuan,” ucap Jo yang memberhentikan mobil mewah berwarna hitam itu tepat di depan pintu mansion yang juga begitu mewah.“Turun!” titah Zico kepada Nara.Nara yang mendengar perintah Zico hanya menggeser tubuhnya semakin menjauh darinya, dengan ekspresi ketakutannya yang begitu jelas, membuktikan bahwa dia tidak berniat untuk mematuhi apa yang Zico perintahkan.“Apa kau tidak dengar! Aku bilang turun!” suara Zico semakin meninggi, saat Nara masih tetap bergeming di tempatnya, yang dia lakukan hanya semakin memojokkan dirinya ke dekat pintu sampingnya untuk menjaga jarak dari Zico.“A-aku tidak mau, aku tidak tahu kalian me-membawaku ke mana,” jawabnya dengan terbata-bata.“Wanita, kau benar-benar menguji kesabaranku!” Zico keluar lebih dulu dari dalam mobilnya. Dia memutari mobilnya dan membuka pintu mobil yang ada di samping Nara.Nara terkejut bukan main, saat Zico membuka pintu mobil di sampingnya dan menarik tangannya dengan paksa agar keluar dari mobil.“Bukankah aku sudah bilang, kau sudah menguji kesabaranku. Maka inilah yang kau terima!" marahnya.Nara meringis kesakitan saat merasakan cengkeraman tangan Zico yang begitu kuat di lengannya. “Lepas, lepaskan aku! Kau ingin membawaku ke mana?” Nara terus memberontak, dia tidak tahu sekarang dia ada di mana dan apa yang akan dilakukan orang-orang ini padanya.Zico tidak terpengaruh sama sekali dengan berontakan yang dilakukan oleh Nara, terbukti dengan tangannya yang tidak berpindah sama sekali dari tempatnya tadi mencengkeram.Namun Nara juga tidak semudah itu menyerah, dia terus memukul-mukul tangan Zico yang mencengkeram lengannya, dia berharap dengan seperti itu, Zico akan melepaskan cengkeraman tangannya darinya. “Lepaskan aku! Kenapa kau melakukan ini, apa salahku? Siapa kau sebenarnya?”Zico membuka sebuah pintu kamar dan menutupnya kembali dengan sangat keras, dia lalu melempar tubuh Nara ke atas tempat tidur yang berukuran king size itu, hingga membuat Nara terpelanting dan terkejut karenanya bahkan sampai memperdengarkan sebuah ringisan.“Kau bertanya apa salahmu?” ucap Zico.Nara yang menyadari suara dingin dan berat itu langsung tersadar dan dengan cepat bangun dari posisinya, dia menggeser tubuhnya hingga ke pojok tempat tidur untuk menjauhkannya dari sosok laki-laki iblis yang ada di hadapannya.“Salahmu adalah karena kau seorang putri dari Aryo Suharja!” lanjutnya dengan suaranya yang meninggi.Pupil mata Nara melebar saat mendengar ucapan Zico yang membuatnya tidak mengerti. “Apa yang kau katakan? Memangnya kenapa jika aku putri dari papaku, aku bangga menjadi putrinya. Papaku adalah papa terbaik di dunia!” teriak Nara membela papanya.“Ha ... Hahahahaha, ckckck memang anak yang sangat sayang kepada orang tuanya. Bahkan sampai buta dengan sikap asli dari ayahnya sendiri.”“Aku tidak buta! Papaku memang papa terbaik di dunia. Dan kau tidak bisa menghinanya bahkan menghilangkan nyawanya begitu saja.” Air mata Nara kembali menetes saat mengingat kedua orang tua dan juga adiknya yang terkulai penuh darah.“Baiklah, anak yang baik. Sekarang bagaimana jika kau menebus kesalahan dari papamu padaku, tebuslah semuanya sampai aku merasakan kepuasan hingga amarah dari dalam diriku ini menghilang,” tukasnya.“A-apa maksudmu?” Nara kembali bertanya, karena dia sama sekali tidak mengerti apa maksud dari Zico.Zico tidak menjawab pertanyaan Nara, dia hanya memperlihatkan smirknya dan mulai melangkahkan kakinya perlahan mendekati Nara.Nara semakin merasa was-was dengan tindakan Zico, dia duduk meringkuk dan melindungi tubuhnya dengan kedua tangannya. “Ja-jangan mendekat,” pintanya dengan suara terbata.Zico tidak peduli dengan permintaan Nara, dia terus melangkahkan kakinya mendekati Nara dengan seringaian iblis yang terus terukir di bibir tipisnya itu.“Ja-jangan mendekat kumohon." Nara semakin mempererat kedua tangannya dalam melindungi tubuhnya, mata dan pipinya sudah dibanjiri oleh air matanya yang terus mengalir karena rasa takutnya."Hah.” Dia tersentak saat Zico memegang tangannya dan menariknya dengan kasar. Dalam sekejap dirinya sudah berada tepat di pelukan pria itu. "Lepas, lepaskan aku! Kumohon,” pintanya lagi sambil memukul-mukul dada bidang Zico. “Apa yang ingin kau lakukan?”Kini, seringaian Zico menghilang dan tergantikan dengan ekspresi bengisnya, seakan-akan dia sudah bersiap untuk memangsa sesuatu di depannya ini. “Kau putri yang baik dan berbakti, kan? Maka tunjukkan kebaktianmu itu kepada papamu,” ucapnya dingin.Srararakkkkk, Zico menarik kemeja yang dipakai Nara, hingga semua kancing kemeja itu terlepas dan terurai ke ranjang.Nara syok dengan sikap Zico
Entah kenapa Zico merasa hatinya bergetar, mendengar permintaan Nara dengan tatapan mata yang penuh harap padanya, membuatnya kembali teringat akan ibunya.“Baiklah, ayo kita menikah,” jawabnya.Nara tersentak, dia langsung mendongakkan kepalanya dan melihat Zico yang menatapnya datar. Nara merasa lega sekaligus juga sedih, dia lega karena itu artinya prinsipnya untuk hanya disentuh oleh suaminya masih terjaga, tapi dia juga merasa sedih karena dia akan menikah dengan pria yang tidak dia cintai dan juga mencintainya, terlebih pria yang akan menjadi suaminya ini adalah seorang iblis yang membantai semua keluarganya.“Terima kasih,” ucap Nara dengan suara lirihnya.Zico lalu berjongkok dan menatap Nara kembali dengan tatapan tajamnya. “Aku akan menikahimu, tapi kau hanya akan menjadi penghangat ranjangku, tidak lebih dari itu,” ucapnya dingin.Nara tidak bereaksi apa pun setelah mendengar ucapan Zico, karena sebenarnya dia juga sudah tahu bahwa tujuan mereka menikah hanyalah untuk
Perempuan mana yang tidak mengidam-idamkan pernikahan sesuai dengan angan-angannya. Semua perempuan di seluruh penjuru dunia pasti selalu memiliki bentuk pernikahan yang sudah mereka idamkan sejak lama, termasuk juga Nara. Dia sudah mengidam-idamkan sebuah pernikahan dengan konsep yang sudah dia susun, seperti mengundang semua teman-temannya. Kehadiran orang tua dan keluarga besarnya. Dia bahkan sangat ingin mengundang selebriti kesukaannya. Tapi sebenarnya yang terpenting bukanlah itu semua, pernikahan yang paling Nara idamkan adalah pernikahan dengan seseorang yang dia cintai dan juga mencintainya.Tapi apa yang terjadi sekarang, tidak ada apa pun di pernikahannya, jangankan kehadiran sahabat maupun keluarga besarnya. Nara bahkan menikah setelah satu hari keluarganya meninggal, dia bahkan masih belum tahu apakah orang tuanya dan juga adiknya di makamkan dengan layak. Terlebih dia menikahi sosok iblis yang sudah membantai keluarganya.Saat ini Nara tengah terduduk di sofa ruang tam
Zico lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya. Dia harus memastikan keadaan Nara saat ini. Nara tidak boleh mati dengan mudah seperti keinginannya. Dia harus merasakan penderitaan yang sama sepertinya sewaktu dia masih berumur 19 tahun.“Buka!” ucap Zico tiba-tiba dengan suara tingginya seraya menggedor-gedor pintu kamarnya.Nara yang memang masih duduk bersimpuh di depan pintu itu merasa terkejut dengan suara gedoran pintu yang disertai suara Zico yang tiba-tiba. “Iblis itu, dia datang,” gumamnya.“Tikus kecil, aku bilang buka! Atau aku akan mendobrak pintu ini!”Nara sontak berdiri saat mendengar suara Zico yang semakin meninggi. Dia perlahan berjalan mundur, dia harus mencari cara untuk menghentikan Zico membuka paksa pintu kamarnya, saat ini Nara masih belum siap untuk meladeni Zico. Terlebih jika Zico menginginkan haknya.“Ti-tidak, a-aku tidak mau membuka pintunya,” gumamnya lagi yang terdengar oleh Zico.“Sepertinya kau menganggap s
Sinar matahari kini sudah naik cukup tinggi. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08.12 pagi. Nara terbangun dari tidurnya, dia merasa seluruh tubuhnya remuk, terutama di bagian bawah perutnya. Saking sakitnya dia bahkan tidak bisa bergerak sedikit. pun.Nara mencoba untuk bangun dan duduk di atas tempat tidur, dia menutupi tubuh polosnya dengan selimut berwarna putih. Saat Nara menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya, dia melihat noda darah yang begitu banyak menodai warna seprei yang awalnya seputih salju.Air mata Nara kembali menetes ketika melihat noda darah itu. Dirinya sudah ternodai oleh seorang suami yang hanya menganggapnya sebagai boneka ranjangnya tidak lebih dari itu.“Nona, Anda sudah bangun?” tanya pelayan Sari yang memang menjadi penanggung jawab Nara di rumah Zico.Nara tidak menjawab pertanyaan pelayan Sari, dia hanya menundukkan wajahnya dengan lelah dan lesu.“Tuan sudah pergi ke kantor sejak pagi tadi Nona.” Sari memberitahukan hal yang tidak Nara tanyaka
Zico kembali ke ruangannya dengan penuh emosi, dia menutup pintu ruangannya dengan sangat keras, beruntung Jo yang berada di belakangnya bisa menghindar saat pintu itu hampir saja menghantam wajahnya.“Jo, siapa yang berwenang memasukkan para karyawan baru?” tanya Zico.“Pak Hartawan Tuan,” jawab Jo.“Urus dia!”“Baik Tuan.” Jo langsung membungkukkan badannya dan keluar dari ruangan Zico, dia menyuruh salah satu staf sekretarisnya untuk memanggil pak Hartawan ke ruangannya.Beberapa menit kemudian, pria yang berumur kira-kira 37 tahun itu datang ke ruangan Jo dengan perasaan gugup.Tok tok. “Sekretsris Jo, ini saya Hartawan.”“Masuk!” sahutnya.Hartawan pun masuk dengan perasaan takut, dia berpikir apakah dia telah melakukan kesalahan besar sampai-sampai sekretaris Jo memanggilnya.“Anda memanggil saya?” tanya Hartawan yang sekarang sudah berada di depan meja kerja Jo.“Apa kau sudah tahu, kenapa kau dipanggil kemari?” tanya balik Jo.Hartawan terlihat sangat bingung, kenap
Pelayan Sari memapah Nara sampai ke ruang makan, terdapat 4 pelayan yang berdiri di samping meja makan, tugas mereka adalah melayani tuan dan nona mereka saat sedang berada di meja makan.Saat Nara telah sampai di ruang makan, ke empat pelayan itu langsung membungkukkan badan mereka kepada Nara seraya mengucapkan selamat siang kepadanya dengan serentak.Salah satu dari mereka menarik kursi makan untuk Nara duduki. Dengan bantuan dari pelayan Sari, Nara pun duduk di sana. “Terima kasih,” ucapnya kepada ke empat pelayan itu dan juga pelayan Sari.“Nona, keadaan Anda sangat lemah. Saya menyuruh koki untuk memasakan Anda sup daging sapi agar kondisi Anda kembali pulih.” Pelayan Sari menyuruh pelayan yang bertugas menyiapkan makanan agar segera memberikan makanannya kepada Nara.Pelayan itu pun membungkuk dan menaruh sup dan juga nasi pada piring dan mangkuk Nara. “Silakan Nona,” ujarnya.Nara mendongak dan melihat kepada Sari dengan tersenyum. “Terima kasih, aku akan memakannya," uc
Nara kembali ke kamarnya dengan perasaan tidak tenang, dia bahkan menutup kamarnya dengan tangannya yang sudah gemetaran.“Tidak, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Ini bukan rumah tapi sarang bagi para psychopath, aku tidak mau! Bagaimana pun caranya aku harus keluar dari sini,” ucapnya.Nara berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, dia harus mencari cara yang tepat agar bisa melarikan diri dari iblis itu, dia tidak bisa tinggal lagi di rumah ini walau sedetik pun.“Awww,” ringisnya saat kembali merasakan sakit di bagian bawah perutnya. “Sakit sekali.” Nara pun akhirnya memilih untuk duduk, karena jika dipaksakan terus bergerak, rasa sakitnya pasti akan semakin terasa.“Bagaimana caranya aku kabur dari sini? Aku harus melakukannya dengan hati-hati, jangan sampai mengundang rasa curiga dari semua pelayan yang ada di sini. Terutama kepala pelayan itu, sepertinya dia adalah tangan kanan kedua setelah orang bernama Jo itu.”Setelah lama berpikir, Nara pun akhirnya mendapatkan ide