Setelah sesi foto bersama dimulai, Felipe baru terlihat batang hidungnya. Entah berada di mana anak itu sejak tadi, mungkin saja berada di kamarnya atau perpustakaan, mengingat Felipe tidak menyukai keramaian."Mi Hijo, kemarilah," pinta Belinda sambil mengulurkan tangannya ke Felipe yang sudah terlihat tampan dengan stelan jas dengan warna dan model yang sama dengan yang Victorino kenakan."Apa Mamá bahagia?" tanya Felipe, kepalanya menengadah ke atas untuk menatap Belinda."Ya, teramat sangat bahagia. Bagaimana denganmu? Bahagia dengan pernikahan Mamá dan Papá?" Belinda balik bertanya dengan senyum lembut dan sedikit membungkuk agar Felipe dapat mendengarnya dengan jelas, karena suasana pesta masih terdengar riuh, meski sebagian tamu sudah kembali ke rumah mereka masing-masing.Tatapan Felipe beralih dari Belinda ke Victorino yang tengah menatapnya dengan penuh kasih. Tanpa mempedulikan masih banyaknya mata yang tertuju pada mereka, Victorino setengah berjongkok untuk menyamakan tin
Kurang dari dua jam perjalanan yang mereka habiskan untuk mencapai Praque, salah satu kota yang dinobatkan sebagai kota paling indah di dunia. Kota Seratus Menara dengan sebuah monumen UNESCO. Surga dunia yang selalu terlihat romantis di setiap musimnya.Sebuah kota kosmopolitan yang masih memiliki gaya alternatif romantis, kuno dan juga modern.Setiap kabupatennya memiliki karakteristisknya sendiri, dengan budaya masyarakatnya yang unik serta sejarah yang menarik untuk di eksplor para wisatawan, yang sekarang ini juga mampu membuat Belinda berdecak kagum karenanya."Praha berada di posisi ke empat belas kota terbesar di Eropa," bisik Victorino di telinga Belinda, sementara tangannya tiada hentinya mengusap lembut tangan Belinda, mengabaikan Felipe dan juga Cecil yang duduk di belakang mereka.Tapi sepertinya Felipe tertidur, karena sejak mereka menaiki mobil yang membawa mereka ke hotel yang telah Victorino booking, tidak terdengar sama sekali suara anak itu. Biasanya Felipe akan sel
Sesampainya di kamar, tidak mau membuang waktu lagi Victorino segera menanggalkan pakaian Belinda, lalu menyusul pakaiannya sendiri sebelum membopong istrinya itu dan merebahkannya di atas tempat tidur dengan ukuran extra king."Kamu tidak sabar sekali, Rino. Kita baru saja sampai," keluh Belinda.Meski demikian ia sama sekali tidak menepis tangan Victorino yang sedang menggerayangi tubuhnya itu, bahkan cenderung menikmatinya dan tidak ingin Victorino menghentikan kenikmatan yang tengah pria itu berikan padanya.Belinda berkali-kali memejamkan kedua matanya, dan berkali-kali juga menghela napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya membuka kedua matanya dan melihat betapa kokohnya tubuh yang sedang berada di atasnya itu, tubuh suaminya yang dipenuhi dengan otot-otot yang dihasilkan dari hidup sehat pria itu.Tidak mau berdiam diri begitu saja, ia pun turut serta menjamah tubuh kekar Victorino, menyusuri tiap lekukan otot dadaya yang keras, lalu terus turun ke bawah dan ke bawah lagi hingga
Keesokan paginya, Belinda tengah asik memandangi Petrin Park dari Balkon kamarnya saat sepasang tangan melingkari pinggangnya,"Kamu beruntung mendatangi kota ini di musim semi seperti ini, karena ribuan bunga sakura sedang bermekaran di taman itu," bisiknya dengan lembut.Tadi setelah Victorino melakukan serangan fajar padanya, pria itu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, sementara Belinda melangkah menuju balkon ini."Apa kamu akan membawaku ke taman itu nanti, Mi Rey?" tanya Belinda dengan penuh harap.Dilihat dari kejauhan saja taman itu sudah begitu indah, bagaimana kalau ia melihatnya dari jarak dekat? Dan Belinda sangat senang menghabiskan waktunya di taman. Baik di Madrid maupun Barcelona."Ya nanti setelah kita makan pagi, aku akan membawamu ke sana," jawab Victorino."Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo kita ke bawah sekarang!" seru Belinda dengan tidak sabar sambil membalik badannya menghadap suaminya yang masih memeluknya dengan erat itu."Ke bawah? Memangnya
Dengan lengan kekar Victorino yang melingkar di pinggangnya dengan posesif, Belinda menatap nanar puing-puing reruntuhan Palazzo Victorino yang terbakar, yang Victorino bakar lebih tepatnya.Begitu besarnya pengorbanan Victorino demi bisa membalas orang-orang yang telah jahat pada Belinda dan juga Felipe, bagaimana Belinda tidak terharu karenanya.Victorino mampu menghukum mereka semua namun dengan kesan mereka semua tewas terbakar karena tidak sempat menyelamatkan diri mereka saat Palazzo itu terbakar habis.Jadi tidak ada konsekuensi hukum yang terjadi pada Victorino. Lagipula di tanah Duque de Neville, Victorino lah yang menjadi hukum itu sendiri.Apapun perintahnya, tidak ada satu orang pun yang dapat membantahnya. Kecuali Belinda tentu saja, itu pun ia harus melihat suasana hati suaminya terlebih dahulu."Sayang sekali ... " desah Belinda.Bukan hanya sekedar basa-basi saja. Belinda memang sangat menyayangkan tindakan Victorino itu, meski dengan alasan membalaskan dendam Belinda
"Kalau begitu ikut aku, ada yang ingin aku perlihatkan padamu!"Belinda membiarkan Victorino menarik lembut tangannya, pria itu berjalan dengan santai hingga Belinda tidak terburu-buru mengikuti langkah panjang kakinya."Kamu mau memperlihatkan apa lagi padaku?""Kejutan.""Astaga Rino ... Sudah banyak kejutan yang kamu berikan padaku. Kali ini apa lagi? Lemari pakaianku nyaris susah tidak dapat menampung satu pakaian lagi.""Bukan pakaian, My Lady," sanggah Victorino tanpa menghentikan langkahnya."Lalu apa? Tas? Koleksi tasku pun sudah banyak sampai-sampai ada beberapa tas yang terpaksa harus aku letakkan di luar lemari.""Kalau masalah pakaian dan tas yang berlebihan, kamu bisa meletakkan sebagian di rumah baru kita nantinya, sayangnya saat ini masih dalam tahap finishing. Tapi aku janji bulan depan kita sudah akan menempatinya.""Ya Tuhan, rumah apa lagi, Rino? Memangnya kenapa dengan rumahmu yang sekarang ini? Itu saja sudah cukup besar untuk aku.""Rumah yang akan aku hadiahkan
“Marina! Dario!” Pekik Belinda riang saat melihat kedua sahabatnya tengah duduk manis di ruang tamu Victorino.“Holla, Duquesa de Neville!” sapa Marina sambil berdiri dari sofanya untuk menghampiri dan memeluk Belinda.“Apaan sih, panggil Belle saja ah!” protes Belinda kesal, meski begitu ia tetap membalas pelukan sahabatnya itu.“Aku kangeeennn … “ rengek Maria.“Aku juga … “ balas Belinda yang semakin mengeratkan pelukan mereka.Dario yang semula hanya duduk diam saja kini pun turut bergabung dengan Belinda dan Marina. Baru saja pria itu akan memeluk mereka saat sebuah suara bariton mencegahnya,“Coba saja peluk istri saya, atau kau akan keluar dari rumah ini tanpa kepala!” Ancam Victorino.Sontak saja ancamannya itu membuat Dario mengurungkan niatnya. Tapi Belinda malah menariknya untuk memeluknya,“Aku juga kangen sama kamu, Dario!” Seru Belinda tanpa menyadari tatapan tajam Victorino padanya, lalu tatapan membunuhnya yang terarah pada Dario, “Be … Belle!” Dario segera melepaskan
Keesokan paginya sesuai dengan janji Victorino, pria itu mengajak Belinda dan Felippe berlibur ke salah satu tempat wisata paling hits di Spanyol.Sebuah Pulau dengan luas lima ratus tujuh puluh dua meter persegi di kawasan Mediterania yang memiliki garis pantai sepanjang dua ratus sepuluh kilometer. Pulau yang terdapat banyak objek wisata dengan pantainya yang cantik.Saat ini mereka sedang mengunjungi sebuah pantai yang disepanjang garis pantainya memiliki pasir berwarna pink akibat dari pecahan koral. Gradasi warna air lautnya pun terlihat jelas dari berbagai arah, terdapat juga beberapa watersport di sana, yang ingin sekali Victorino dan Felipe datangi.Mengabaikan beberapa turis yang sedang berjemur dan sebagian ada yang toples, sambil bergandengan tangan Belinda dan Victorino menyusuri tepian pantai itu. Sesekali mereka berhenti hanya untuk melihat Felipe yang sedang asik bermain dengan Erasmo dan Cecil.“Apa kamu tidak merasa curiga dengan hubungan mereka?” tanya Belinda.“Er