“Calm down, Dude. Aku pikir tidak baik jika membahas hal tersebut sekarang. Benar kan, Nyonya Spencer?” Helton mencoba untuk mengalihkan topik. Dia takut bahwa Elea akan tersinggung karena pertanyaan barusan. Selama dia mengenal wanita itu, dirinya tidak pernah tahu soal suaminya. Bahkan, banyak kabar bilang bahwa Elea tidak punya suami. Sementara itu, napas Elea mulai terasa sesak. Entah kenapa dunia ini sempit sekali. Dia tidak ingin seorang pun tahu soal kehidupan anaknya, khususnya Hugo. Wanita itu takut jika pria tersebut akan bertindak nekat setelah ini. “Ah, iya. Apakah aku boleh izin ke kamar mandi sebentar?” tanya Elea tiba-tiba untuk menghindari perdebatan yang akan terjadi. “Tentu saja. Silahkan,” balas Helton. Setelah mengatakan itu, Elea pun langsung pergi ke luar menuju toilet yang berada di ujung lorong. Dia mengunci dirinya di dalam toilet untuk meredakan perasaannya. Takut, sedih, marah, dan kenangan masa lalu bercampur aduk menjadi satu. “Bagaimana ini? Kenapa
“Oh, ya ampun, El. Selamat pagi, masuklah dulu,” sapa Miranda saat melihat Elea berada di depan rumahnya. Pagi ini, wanita itu ingin menjemput putra dan putrinya. Dia sudah berjanji untuk mengajak mereka berjalan-jalan ke taman. Ya, bisa dibilang sebagai family time. “Terima kasih, Bi. Ngomong-ngomong, apa si kembar merepotkanmu kemarin?” tanya Elea sambil melangkahkan kaki ke arah dapur, mengikuti Miranda. Mendengar hal tersebut, langkah wanita paruh baya itu seketika berhenti. Kemudian, dia menghadap ke arah Elea dengan tatapan sendu. Raut wajahnya juga mendadak berubah. “Mereka tidak merepotkan, El. Hanya saja…,” ujar Miranda sambil menggantung ucapannya, lalu meneruskannya kembali, “Angel menanyakan soal daddynya.”Napas Elea langsung tercekat. Dia sudah menebak akan ada hari di mana si kembar akan menanyakan soal pria itu. Akan tetapi, entah mengapa ketakutan tiba-tiba merasuki jiwanya. Terlebih lagi, kejadian kemarin masih membuatnya syok. Sementara itu, Miranda melihat per
“Tuan, ini adalah foto yang dikirimkan oleh seorang pengawal yang saya suruh. Dia melihat Nyonya El bersama dua orang bocah di taman.”Jay memberikan selembar foto yang ada di tangannya pada Hugo. Tadi pagi, dia menyuruh bawahannya untuk mengikuti Elea pergi. Dia agak terkejut saat mengetahui wanita itu sudah memiliki anak, kembar lagi. Sementara itu, wajah Hugo terlihat menegang saat melihat potret yang tersaji. Bahkan, tanpa sadar dia sudah meremas foto yang dipegangnya. Hatinya berdenyut sakit saat mengetahui fakta besar barusan. Dia tidak menyangka kalau Elea bisa secepat itu melupakannya. “Ke mana suaminya?” tanya Hugo dingin. Mendengar hal itu, tubuh Jay langsung meremang. Suasana di kamar hotel saat ini tiba-tiba jadi tidak mengenakkan. Apakah setelah ini akan ada acara banting-bantingan barang kembali?“Sa–saya belum menyelidiki soal itu, Tuan. Tapi, menurut informasi dari pengawal, Nyonya menjemput anak-anaknya di rumah bibinya. Saya berpikir, ayah si kembar tidak ada,” te
“Oh, ya ampun. Kalian sangat menggemaskan sekali! By the way, Bibi punya hadiah untuk kalian.”Anne memekik seraya memberikan paper bag yang dibawanya tadi pada Angel. Tanpa pikir panjang, gadis tersebut pun menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, Axel malah merasa bertambah janggal. Perasaannya tiba-tiba mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. “Orang ini sangat mencurigakan,” batinnya.“Wah, ada boneka dan mobil-mobilan! Kakak, ini untukmu,” pekik Angel sambil memberikan sebuah mobil-mobilan berwarna hitam pada Axel. Sayangnya, anak lelaki 5 tahun itu malah menepis tangan sang adik. “Aku tidak mau menerima barang dari orang yang tidak kukenal. Siapa tahu dia mau berbuat jahat lewat barang tersebut,” tuduh Axel. Seluruh orang yang berada di sana pun langsung terkejut, terutama Anne. Wanita itu tidak menyangka akan mendapat penolakan yang mengerikan seperti ini. Namun bukannya marah, pikirannya malah menerawang ke arah lain. Alhasil, bibirnya agak sedikit tertarik ke atas.
Mulut Jay langsung ternganga saat mendengar penuturan dari Hugo. Dia tidak mengerti kenapa pria itu sangat gegabah sekali. Bagaimana kalau kedoknya ketahuan dan berakhir di kepolisian? Bisa gawat!“Apa yang kau lakukan sebenarnya?” tanya Jay yang sudah merasa jengah. Hugo refleks melipat tangannya di depan dada. Lalu, matanya melirik ke arah sang asisten. “Ah, aku hanya ingin tahu rupa anak-anak sialan dari Elea. Siapa tahu juga, kita dapat bonus untuk mengetahui siapa ayah dari mereka,” ungkapnya. Mendengar itu, Jay lantas menepuk keningnya seraya berkata, “Kalau misal anak-anak itu tidak ada ayahnya, mereka sudah bisa dipastikan adalah anakmu.”Sayangnya, Hugo malah tertawa sumbang saat mendengar penuturan dari Jay. Egonya tidak percaya dengan hal tersebut. Namun, hati kecilnya malah berkata sebaliknya. “Kau gila? Elea bilang anakku itu sudah mati! Mereka pasti bukan anakku!” sergah Hugo. “Ck, jangan berkata yang tidak-tidak. Kita harus memastikannya terlebih dahulu untuk mengam
“Ah, maafkan aku, Cantik. Paman tidak tahu soal hal itu. Ngomong-ngomong, namamu siapa?”Sang pria misterius mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia merasa tidak enak karena sudah membuat suasana hati Angel buruk. Namun ajaibnya, gadis cilik itu masih bisa tersenyum dengan manisnya. “Tidak masalah, Paman. Namaku Angel. Lalu, Paman namanya siapa?” tanya Angel sambil mengusap pelan air matanya yang hendak turun. Pria yang ditanyai itu tersenyum kecil. Lalu, matanya menatap Angel dengan lekat, “Namaku Jay.”Mulut mungil Angel ber-oh ria. “Apa nama lengkap Paman adalah Jayden?” tanyanya lagi. Jay pun terkekeh geli seraya menggelengkan kepalanya. “Tidak, mengapa kau bisa menduga seperti itu?” balasnya. “Karena di kelasku ada anak yang bernama Jayden. Dia sering kali menggangguku dan mengolok-olokku,” ungkap Angel lirih. Mendengar itu, Jay hendak berinisiatif mengelus puncak kepala gadis itu dengan pelan. Namun, hal tersebut diurungkannya karena tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ya, siapa lag
“Halo?” Elea kembali bertanya pada sang penelepon. Tiga menit sudah berlalu cepat. Namun, orang yang menelepon Elea tak kunjung memberi jawaban. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba panggilan ditutup secara sepihak. Alis Elea langsung tertaut sempurna. Mata ambernya menatap ngeri ke arah layar ponsel. “Mommy, ada apa?” tanya Angel yang ikut kebingungan saat melihat raut wajah sang ibu. Namun, lagi-lagi Elea mencoba menyembunyikan segalanya. “A–ah, tidak apa-apa, Sayang. Hanya orang yang salah sambung. By the way, bagaimana kalau hari ini kita pergi ke toko Bibi Alissa saja? Dia bilang kalau sedang membuat kue muffin blueberry,” ajak Elea mengalihkan pembicaraan. Netra Angel seketika berbinar. Kemudian, gadis cilik itu melompat-lompat kegirangan sambil menarik tangan ibunya. “Ayo, Mom! Aku sudah tidak lama pergi ke toko kue Bibi Alissa. Nanti kita kehabisan muffinnya…” rengek Angel. Elea pun terkekeh geli. Lantas, wanita itu segera menyuruh kedua anaknya untuk segera bersiap-siap.
“Apa golongan darahnya?”Hugo menatap serius ke arah dokter yang ada di hadapannya. Sang dokter pun membenarkan kacamatanya sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari pria itu. “AB dengan rhesus negatif,” ungkap dokter. Setelah mengatakan itu, raut wajah Hugo berubah menjadi keterkejutan. “Ambil saja punyaku karena golongan darah kita sama,” jawab pria itu. Sang dokter pun mengangguk mantap dan dia segera menyuruh supir untuk menjalankan ambulansnya menuju rumah sakit. Selama di perjalanan, Hugo terus menatap Angel tanpa berkedip. Hatinya merasa ada yang janggal. Kebetulan, hanya ada mereka berdua di dalam ambulans. Axel dan Elea berada di mobil yang berbeda karena tidak terlalu mengalami luka serius. Axel mengalami retak tulang pada bagian tangan kanannya, sedangkan Elea hanya pingsan akibat pascatrauma kecelakaan. “Halo, Axton. Maaf, aku tidak bisa menghadiri rapat saat ini karena ada urusan yang mendadak. Sebagai gantinya, aku sudah menyuruh asistenku untuk pergi ke tempatmu. Di