Mata lebar Leona berkedip pelan. Apakah ia salah dengar? Atau West yang asal bicara? Kepalanya mendadak pusing dengan apa yang dikatakan pria itu.
“Kau jangan bercanda,” desis Leona bingung.
Pria itu menggelengkan kepala. “Aku tidak bercanda, Leona. Hanya itu satu-satunya cara agar tidak melanggar janji yang telah disepakati. Kau tahu sebagai keturunan bangsawan sangat dilarang melakukan hubungan intim sebelum menikah, bukan?”
Leona berdecak pelan. “Perjanjian itu tidak di depan notaris dan tidak memiliki landasan hukum, West. Lagi pula tidak ada yang tahu silsilah keluarga kita di sini.”
“Malaikat mendengar dan menjadi saksi, Sayang,” timpal pria itu membelai pinggir wajah Leona.
Leona berdiri di depan cermin, membuka lebar kelopak mata sebelum benda bernama softlens memasuki rongganya. Tidak lebih dari dua menit, sepasang softlens berwarna violet telah melekat manis menutupi iris berwarna abu-abu. Kedua matanya berkelip pelan, agar menyesuaikan diri dengan kehadiran benda asing itu.Setelahnya, dia menyisir rambut burgundy lurus tebal itu dan mengikatnya ke atas. Leher jenjang menjadi terekspos jelas memperlihatkan garis melengkung, sehingga mampu menggugah hasrat pria yang berdiri di belakangnya.West menyeringai saat berjalan pelan mendekati Leona, kemudian memeluknya dari belakang. Sebuah kecupan diberikan di pinggir leher jenjang tersebut, membuat wanita itu me
Ruang VIP restoran kembali diam ketika Leona, West dan Mark menyantap hidangan makan siang. Mereka fokus menikmati hidangan yang disuguhkan oleh restoran pilihan Mark. Sebetulnya dulu tempat ini menjadi tujuan favorit Leona dan sang Suami. Banyak kenangan yang pernah terukir di sana.“Apa Anda ada janji setelah ini, Nona Clark?” tanya Mark setelah makanan tandas. Dia mengambil serbet lalu menyeka sudut bibir.Leona menggelengkan kepala. “Saya dan Zack akan berkunjung ke suatu tempat,” jawabnya seraya mengunyah makanan.Mark mengamati cara makan Tatiana yang sedikit mengingatkannya dengan Leona. Posisi tubuh mereka terlihat sama, membungkuk ke depan dan menggelengkan kepala ketika menikmati makanan yang lezat.Pria itu menumpu siku di atas meja dan
Kelegaan tampak di wajah West, setelah menjalani prosesi pernikahan. Penantian panjangnya berbuah manis. Pria itu akhirnya resmi menjadi suami dari Leona Parker, wanita yang sejak lama didambakan walau belum memiliki kekuatan secara hukum.West melihat wajah cantik Leona yang dihiasi make-up minimalis. Pakaian pengantin yang dikenakan begitu sederhana, karena mereka menikah dadakan. Hanya gaun berwarna putih panjang hingga mata kaki, ramping di bagian pinggang dan lepas ke bawah. Bagian atas hanya dilapisi brokat bermotif bunga.Rambut burgundy Leona disanggul ke atas, sehingga leher jenjangnya terlihat jelas. Sebuah jepit rambut bermotif daun terselip indah di samping kanan kepala. Tidak ada bunga di tangannya, karena pernikahan hanya dihadiri Shaun dan Cassie.“Berikan ciuman, apalagi yang kalian tunggu?” teriak Shaun membuat West terkesiap.Leona tersenyum malu, seakan ini adalah pernikahan pertamanya. Dulu, sewaktu menikah dengan
Leona melihat pantulan diri di cermin dengan wajah berkerut. Pasca West memutuskan untuk menjawab telepon dari Mark, ia menjadi kesal sendiri. Wanita itu tidak suka jika bulan madu yang singkat harus diganggu dengan panggilan dari pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya.Jari-jari ramping Leona bergerak melepaskan anting mutiara dari telinga satu per satu. Kemudian jepit rambut yang menghias pinggir kepala bagian kanan. Dia melirik sebentar ke arah pintu kamar. Ternyata West masih berbincang dengan Mark. Semakin membuatnya kesal.Wanita itu bergerak menuju lemari, tempat barang-barang berada. Cassie telah meletakkan semua kebutuhannya di sana tadi pagi. Leona mengambil tas berukuran kecil, tempat perlengkapan make-up.Dia mengeluarkan serangkaian alat pembersih make-up untuk menghapus semua riasan di wajah. Leona masih kesal dengan West sampai seluruh make-up hilang tak bersisa di paras tirusnya.“Leona,&rdquo
Bibir berisi berwarna merah milik Leona mengulas senyum ketika memandang wajah lelap suaminya yang tampak tenang. Dia mengeratkan pelukan dengan posisi berhadap-hadapan. Lelah yang terasa seakan sirna begitu melihat raut tampan yang masih berkelana entah ke mana.Akhirnya Leona mengalah dan menuruti kemauan sang Suami untuk kembali ke Earth Ville hari itu juga. Mereka baru tiba di sana pukul sepuluh malam. Dia tidak ingin semua pengorbanan dan usaha yang telah dilakukan, gagal hanya karena keinginan untuk berbulan madu. Ya, bagaimanapun pernikahan mereka tidak masuk bagian dari rencana.Tangan Leona bergerak keluar dari balik selimut yang menutup tubuh. Jari-jari lentik itu menyeka poni yang menutup sebagian kening West.“Kau masih lelah,” gumamnya masih memandang paras pria itu.Dia takjub melihat West yang memiliki tenaga ekstra. Bayangkan mereka melewati serangkaian aktivitas panas sebelum berangkat ke Earth Ville. Setelah menempuh perjalan
“Bagaimana, Tatiana?” Mark menatap lekat paras cantik Leona yang disapu dengan make-up tebal, tapi tidak terlalu jelas terlihat. “Apa kau mau berkencan denganku?”Mata abu-abu yang berada di balik soflens violet itu melebar seketika. Baru saja Mark menyingkirkan formalitas di antara mereka. Artinya, ia siap melangkah ke tahap selanjutnya. Bukan lagi sebagai sesama pengusaha, tapi sebagai pria dan wanita.Sorot mata biru milik Mark beralih ke arah bibir Leona yang tampak begitu sensual dengan lipstik berwarna merah bata. Ciri khas seorang Tatiana Clark. Tidak lepas dari lipstik bernuansa merah. Tangan yang sejak tadi bermain dengan helaian rambut burgundy itu, turun ke bawah berusaha menyelinap di balik tengkuk Leona.Hal itu membuat Leona menghindar secepatnya, agar Mark tidak menghadirkan kenangan penuh gairah yang pernah mereka lalui dulu. Di saat yang bersamaan West datang membawakan minuman untuk mereka berdua.Leona l
West meniup punggung tangan kanan Leona yang memerah, karena digosok terlalu keras dalam waktu yang lama di bawah air. Dia mengoleskan obat merah, kemudian membalutkan perban. Setelahnya pandangan netra biru kecil itu beranjak naik ke wajah cantik istrinya.“Kau tidak perlu melakukan ini, Sayang. Lihatlah kau melukai dirimu sendiri,” ujar West lembut. Tangannya meraih pipi tirus Leona, lalu mengusapnya lembut.“Aku hanya ingin menghilangkan bekas bibirnya di sini, West,” sahut Leona dengan kening mengernyit.“Sssttt … jangan menangis lagi,” hibur West menyeka bulir bening yang siap turun di sudut mata abu-abu milik Leona.Mereka berdua sudah berada lagi di rumah, sehingga tidak ada lagi pernak-pernik yang dikenakan ketika menyamar. Sepanjang perjalanan Leona lebih banyak diam. Dia merenung dan memikirkan apakah akan terus melanjutkan semua ini atau berhenti.Andai saja West tidak mengeluarkan uang yang ban
West, Shaun dan Cassie terdiam mendengar pertanyaan Leona barusan. Mereka saling berpandangan satu sama lain beberapa saat. West kemudian memalingkan paras melihat istrinya.“Aku sudah berjanji untuk mengatakan semuanya padamu setelah menikah.” Dia menarik napas panjang sebelum kembali bersuara. “Baiklah, sekarang akan kuceritakan yang sebenarnya.”Cassie dan Shaun menundukkan kepala sebelum West mengatakan apa yang terjadi selama tiga belas tahun ini.“Setelah kau pergi dari rumah, Ibumu menghubungiku. Dia sangat mencemaskan keadaanmu, karena berada jauh darinya.” Pria itu mengubah posisi duduk menghadap Leona.Leona mengamati ekspresi suaminya ketika bercerita. Tampak kesedihan dari caranya memandang.“Emilia berpikir hanya aku yang bisa melindungimu. Dia memintaku untuk mencarikan orang yang bisa mengawasimu, Leona,” sambung West kemudian.“Kau melakukannya?” desis Leona tak perc