Angelo tak langsung menanggapi, malah dengkusan kesal yang berhembus dari hidung mancungnya. Sedari tadi dia tengah membenarkan dasi sambil mematut diri di depan cermin. Melalui cermin dia dapat melihat Angela dan suaminya itu duduk bersama-sama di sofa. Terlihat bayi mungil berjenis kelamin laki-laki yang belum genap setahun, tertidur pulas di pangkuan Leo. Pakaian jas mungil berwarna hitam membuatnya tampak amat lucu dan menggemaskan. "Abang, kau dengar aku tidak?" Angela mengulangi pertanyaan kembali. Dengan cepat Angelo memutar badan kemudian memasukkan kedua tangan ke saku celana. Tuxedo putih yang dikenakan hari ini membuat tubuh kekarnya menyembul keluar. Semakin Tampan dan mempesona. "Aku dengar, tentu saja aku yakin, aku mencintai Claudia. Kau kenapa sih? Sama saja dengan Mommy!" kata Angelo agak kesal. Sebab mommynya pun kemarin hampir tak menyetujui hubungannya dengan Claudia dan beralasan bila merasa Claudia memiliki aura yang aneh. Sungguh alasan yang tidak masuk di
"Cepatlah Eros kita sudah terlambat ini!" Di luar pagar, Abigail berlari kecil hendak masuk rumah orang tua Claudia. Diikuti Ronald di belakangnya, sementara Eros menghentikan langkah kaki kala melihat sosok yang tak asing masuk ke dalam taksi barusan. "Tidak mungkin Sugar 'kan?" gumam Eros sembari mempertajam penglihatan. "Eros!" pekik Ronald sambil menyeret paksa Eros.Eros terkejut lalu berkata,"Iya iya sabar." Dengan cepat ia pun mengikuti langkah kaki Ronald dan Abigail."Ck, kau yang galau, kami pula yang terkena!" Ronald melirik sinis. Pasalnya sejak ditolak cinta Sugar seminggu yang lalu, Eros terlihat lesu dan selalu mengurung diri di kamar. Titiknya tadi malam, Eros mabuk-mabukkan dan berakhir hampir terlambat datang ke pemberkatan pernikahan Angelo dan Claudia saat ini. Eros tak menyahut, memilih mendengus. Tak berselang lama, ketiganya pun bergabung bersama para tamu undangan. Di depan altar, terlihat Angelo dan Claudia berdiri saling berhadapan. Pastor berada di tenga
Kerusakan pada taksi tidak terlalu parah sehingga sang supir hanya pingsan saja. Sugar reflek memegangi kepalanya yang mendadak pening. Darah pun terlihat mengalir dari pelipis perlahan-lahan. Seketika, secara bersamaan puing-puing memori berputar-putar di benaknya. Wanita berambut panjang tersebut meraung-raung kesakitan. "Argh sakit...." Sesekali mata Sugar terpejam, menahan sakit di kepala, yang sialnya sekarang terasa dihantam bongkahan batu besar."Ahk, Jane, namaku Jane." Jane membuka cepat mata kala telah mengingat siapa dirinya. Dengan napas tak beraturan dia menoleh ke depan. Melalui kaca mobil bagian tengah, Jane meliha supir masih memejamkan mata dengan pelipis di sudut kanannya mengeluarkan darah sedikit. "Haha, hai sweety.""Ingat kami huh?"Jane tersentak saat pintu mobil dibuka oleh seseorang dari luar. Ia menoleh ke samping, matanya langsung melebar. Melihat pria berkepala botak hendak menariknya untuk keluar. Namun, dengan sigap ia menghindar. "Bedebah!" Tanpa ba
"Siapa Paman? Sugar siapa, maksudku Jane siapa?"Angelo sangat tak sabaran sebab perkataan Eliot mengantung di udara. Terlebih, perasaannya semakin tak nyaman saat ini. Claudia yang mendengar nama Sugar disebut, lantas berteriak-teriak nyaring seperti orang kesurupan. Sampai-sampai membuat Diana dan Angela menutup kuping dengan serempak. Di ujung sana terdengar helaan napas berat berhembus kencang. "Jane anak mafia dari Moskow, musuh Daddymu. Ingatannya sudah pulih, tadi aku mendapat laporan Jane mengalami kecelakaan kecil di pusat kota."Angelo merasa senang sekaligus panik. Namun, detik selanjutnya keningnya berkerut samar dan mulai terheran-heran."Musuh? Memangnya kenapa kalau musuh? Daddy punya musuh di Rusia? Apa Jane baik-baik saja?" Sepasang netra cokelat itu beralih memandang Martin, melihat sosok yang dia hormati masih berseteru dengan tuan rumah."Jane baik-baik saja. Ck, kau ini, kenapa tidak paham? Kalau musuh berarti jalanmu mempersunting Jane akan sulit.""Mempersunti
Angelo berlari kencang ke arah pohon hendak berlindung dari tembakan sambil berulang kali memanggil-manggil nama Jane."Shit!" umpat Angelo tiba-tiba ketika satu buah peluru hampir saja mengenai kaki bagian kanannya barusan. Angelo melirik ke atas, mencari di mana si penembak. Pasalnya sejak tadi tak terlihat siapa si pelaku yang melontarkan timah panas kepadanya saat ini. Namun, menurut Angelo, dapat dipastikan yang menembaknya bukanlah Georgio, melainkan orang kepercayaan lelaki tersebut. Dor!Dor!Tembakan masih menggema di sekitar, si penembak masih berusaha melontarkan timah panas ke arah pohon besar di pekarangan rumah. Di balik pohon, Angelo memilih diam dan tak lagi memanggil nama Jane, tengah sibuk mencari cara agar dapat bertemu pujaan hatinya. Dia ingin sekali mengambil pistol pendek yang diselipkannya di sepatu. Namun, mengingat peluru pistol hanya berjumlah 3 buah saja. Angelo tak mau membuang-buang peluru. Dia menahan diri untuk tidak mengunakan pistol dan akan memak
Batas kesabaran Angelo sudah habis. Jika hubungannya tidak direstui, maka dia akan melakukan segala macam cara untuk mendapatkan Jane. Saat ini sepasang mata cokelat itu memandang nyalang Georgio. Dengan tangan terkepal kuat, ia menahan amarah yang meluap-luap."Haha." Sekali lagi terdengar tawa membahana di sekitar. Georgio menyeringai tajam, sangat tajam hingga wajahnya yang memang sangar terlihat amat menyeramkan sekarang. "Angelo, Angelo, meskipun kau mencoba menculik Jane. Dapat kupastikan Jane akan berusaha melarikan diri darimu," ucap Georgio sembari menghisap kembali cerutu hingga kepulan asap terlihat di udara. Ia menyeringai lagi, tipis namun mampu membuat Angelo bersikap waspada.Aura pekat yang menguar dari tubuhnya semakin terlihat kentara, dingin dan mengintimidasi lawan bicara. Angelo merasakan auranya yang sama seperti daddynya. Akan tetapi, Georgio lebih terasa kuat. Kendati demikian, dia tidak takut. Malah merasa tertantang. Semangatnya untuk mengambil Jane sebaga
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m