"Angela, Nak?" Di ujung sana, Diana mulai cemas kala mendengar seseorang berteriak barusan. Angela menelan ludah berkali-kali, rasa takut mulai merasuk hatinya. Dia memandang ke depan dengan tangan masih memegang gagang telepon. Sedang melihat Lauren melotot tajam ke arah mereka sekarang. Sementara Angelo mengepalkan kedua tangan, menahan amarah dan kesal. "Mommy tol—ahk!"Angela tersentak ketika telepon direbut paksa Lauren tiba-tiba. Dengan sigap Angelo menarik tangan Angela dan mundur beberapa langkah, bersikap waspada terhadap wanita di hadapannya sekarang. "Dasar anak nakal!" Lauren melempar kuat telepon ke lantai seketika hingga kabel pun terputus dan puing-puing telepon berhamburan ke mana-mana. Lalu dia melangkah ke depan perlahan-lahan. Beberapa menit sebelumnya, Lauren dan Cordelia baru saja sampai di mansion. Cordelia sudah terlebih dahulu naik ke lantai empat menggunakan lift. Sementara ia yang kebetulan kamarnya di lantai dua, tak sengaja melihat Angelo dan Angela di
"Apa maksudmu, Cordelia?" tanya Lauren dengan raut wajah heran.Bukannya langsung menanggapi, Cordelia malah memeluk tubuh Martin, dengan wajah berbunga-bunga. "Baby, aku hamil, kau akan memiliki anak dariku!" Cordelia memberikan test pack pada Martin. Martin menyambar cepat test pack tersebut dari tangan Cordelia lalu membaca hasil dengan seksama, yang menunjukkan dua garis merah. Tanpa sadar Martin mengulas senyum. "Hamil?"Cordelia mengangguk cepat dengan senyum lebar menggembang di wajah sejak tadi. Sementara Lauren terkejut sekaligus senang kala baru saja mengerti akan perkataan Cordelia barusan, yang menyatakan dia akan menjadi seorang nenek sebentar lagi. "Kau benar-benar hamil?" Lauren bertanya seakan tak percaya. Tanpa menurunkan tangan yang melingkar di perut Martin, Cordelia mengalihkan pandangan kepada Lauren."Iya, Ma. Bukankah sudah aku katakan kemarin kalau aku memiliki feeling akan hamil sebentar lagi."Lauren tersenyum lebar lalu memandang ke atas tiba-tiba, mengu
"Kalau begitu, aku ke bawah dulu ya, mau mengambil makanan untuk Cordelia." Di luar pintu, Ursula tiba-tiba membuka suara. Sedari tadi Ursula menebar senyum kepada Angelo dan Angela. Meski sebenarnya dia dilanda ketakutan jikalau Cordelia atau pun Lauren mengetahui rencana si kembar. Namun, dia tak dapat menolak permintaan keduanya. Mengingat perlakuan kedua majikannya itu, yang sangat bertolak belakang dengan Diana. Belum juga seminggu Diana menetap. Menurut Ursula Diana memiliki hati yang baik. Diana bersikap ramah padanya dan memperlakukannya seperti seorang adik. "Iya Aunty, telima kasih ya! Bye!" Angela langsung melambaikan tangan pada Ursula.Angelo membalas dengan mengulas senyum tipis, sangat tipis, hingga Ursula tak dapat melihat senyuman itu. Sebuah senyuman yang tak pernah ia perlihatkan kepada siapa pun.Ursula lantas memutar tumit dan bergegas turun ke lantai dasar menuju dapur, hendak mengambilkan Cordelia makanan, sebelum sang majikan terbangun."Kita halus beljaga-jag
Diana dan Martin terkejut saat melihat kepala Angela membentur lantai barusan. Begitu pula dengan Cordelia. Dengan keadaan wajah nampak syok, ia melepaskan cengkeraman dan mundur beberapa langkah. "Angela!" Dalam keadaan rambut dan pakaian sobek di bagian pundak, Diana mendekati Angela, yang saat ini terbaring di lantai dengan mata terpejam.Martin pun bergegas menghampiri putrinya. Angelo yang berdiri di luar, berlari sangat kencang."Angela, bangun, Nak!" Diana menepuk-nepuk pipi Angela, berharap anaknya dapat segera membuka mata. Dia melempar pandangan kepada Martin dan Angelo nampak cemas dan gelisah juga. Martin meraba-raba tangan mungil Angela, memeriksa nadi, apakah masih berdenyut atau tidak, dan masih terasa. "Angela, bangun!" pekik Angelo sambil mengoyang kaki Angela kala tak kunjung membuka mata. Diana semakin gusar, merasa bersalah karena telah membuat putrinya terluka. Sedari tadi Diana tak berhenti menepuk pipi Angela sambil memanggil-manggil namanya. Namun, tak ada
Setelah dilakukan pemeriksaan dan Dokter mengatakan Angela dalam keadaan baik-baik saja. Martin pun memutuskan bergegas pulang ke mansion bersama keluarganya. Di dalam mobil, Diana sangat bersyukur Angela tak mendapatkan luka serius. Berkali-kali ia mengecup pipi bulat Angela dan memeluknya dengan erat. Angelo hanya dapat tersenyum kecut kala mengetahui sebenarnya. Dia pun tak habis pikir, akan kepiawaian adiknya berakting tadi. Sampai-sampai dia yang selalu peka, tak dapat mengetahui sandiwara Angela.Martin pun menarik napas lega karena putrinya baik-baik saja. Sedangkan Cordelia, tanpa disadari oleh Martin, menyungging senyum licik seketika. Keesokan pagi, tepat di hari minggu, Martin tak berkerja. Dia memilih beristirahat di rumah dan mengistirahatkan diri. "Abang, apa Aunty Ulsula sudah dibelitahu?"Di lantai dasar, tepatnya di meja makan, Angela dan Angelo masih di ruang makan, menyantap kue yang dimasak oleh mommy mereka tadi pagi. Sedangkan Diana tengah membagikan kue buata
Dengan cepat Diana bergegas keluar dari ruangan kecil. Matanya melebar seketika saat melihat ada Martin di hadapannya sekarang. "Apa yang kau lakukan di sini?" Dengan kening berkerut amat kuat Diana pun bertanya."Tadi aku sedang bermain petak umpet dengan Angela dan mengira ada Angela di sini. Tapi, sepertinya dia tidak ada di ruangan ini."Martin pun tak kalah terkejut. Pikirannya langsung tertuju dengan kejadian kemarin, saat Diana yang masuk ke kamarnya tiba-tiba. Martin merasa Angelo dan Angela adalah dalang di balik semua itu. Martin pikir Diana telah berbohong padanya, ternyata ia salah besar. Sekarang, Martin mulai penasaran, apa yang sedang direncanakan buah hatinya. Diana tak menggubris perkataan Martin, malah melangkah cepat menuju pintu, hendak membuka pintu. Yang sebenarnya dia tahu tidak akan bisa dibuka dari dalam melainkan dari luar. Perasaan tak nyaman mulai menjalar di hati Diana seketika kala pintu tak dapat dibuka. Dengan cepat dia pun berbalik."Martin, apa kau
Diana mencoba untuk duduk di atas kasur meski sebenarnya kepalanya terasa amat pusing sekarang. Sesekali matanya terpejam, menahan rasa sakit yang melanda. Diana belum sadar jika berada di kamar Martin sekarang. "Apa begini tak-tikmu untuk menggoda pria, Diana?!" Dengan napas memburu Cordelia bertanya. Sejak tadi Cordelia menunggu Diana untuk terbangun. Tadi dia menyelinap diam-diam ke kamar Martin, ingin melihat keadaan Diana, yang menurutnya Diana tengah berakting. Beberapa jam lalu, Cordelia tak sengaja melihat Martin menggendong Diana lalu membawa Diana masuk ke dalam kamar. Cordelia pun bertanya pada Ursula apa yang terjadi. Ursula mengatakan bila Diana demam. Ursula sengaja tak memberi tahu penyebab Diana sakit. Ada rasa marah, cemburu, kesal dan takut, bercampur aduk menjadi satu, menyelinap ke relung hati Cordelia sekarang. Sampai saat ini Cordelia tidak tahu bagaimana perasaan Martin sesungguhnya. Meskipun sekarang sikap Martin berubah lebih lembut dan perhatian padanya.
Dengan terbatuk-batuk Diana mencoba beranjak dari kasur sambil melihat Martin tengah menggendong Cordelia yang nampak kesakitan. Diana tak menyangka akan membuat Cordelia terluka. Gurat kecemasan terpatri jelas di wajahnya sekarang.Diana melangkah perlahan, menghampiri Martin seraya memegang kepalanya yang masih berdenyut. "Cordelia, kau tak apa-apa 'kan?" Suaranya terdengar lirih hingga Martin atau pun Cordelia tak mendengar sama sekali. "Shftt, sakit, Baby.... sakit." Di dalam dekapan Martin, Cordelia memegang perutnya sambil menitihkan air mata.Martin enggan menyahut, wajahnya nampak panik saat melihat Cordelia meringis kesakitan sekarang. Dalam hitungan detik dia melayangkan tatapan tajam pada Diana. "Apa yang kau lakukan dengan Cordelia hah?!!!" tanya Martin menggelegar. Diana tersentak sesaat. Belum sempat dia memberi jawaban, Cordelia membuka suara tiba-tiba. "Baby, bawa aku ke kamarku sekarang, aku tak mau terjadi sesuatu pada anakku, panggilkan Dokter pribadi kita kema