Kenzo dan Vindreya tiba di depan kamar mandi. Kenzo melipat kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum memperhatikan tiap keindahan yang terpancar di wajah sendu Vindreya.
“Masuk sana. Aku bakal tunggu di sini,” kata Kenzo.
“Hah? Em, nggak perlu ditungguin. Aku bisa balik sendiri ke dapur nanti. Takutnya juga masakan kamu nanti gosong gara-gara nungguin aku.”
“Kamu nggak suka makanan gosong?”
“Hah?”
“Ahaha.” Kenzo tersenyum gemas lalu mengacak-ngacak rambut Vindreya. “Oke, aku akan balik ke dapur sekarang. Tapi, hati-hati ya karna di dalam kamar mandi itu ada cermin angker.”
Vindreya seketika merinding dengan mata yang membulat sempurna. “Eh? Se--serius?”
“Ahaha.” Kenzo lagi-lagi tertawa melihat ekspresi Vindreya yang tampak begitu polos. “Enggak, Sayang. Aku bercanda. Udah, sana masuk.”
Vindreya mengangguk pelan lalu masuk ke kamar mandi, sementara Kenzo kembali ke dapur untuk memasak.
Di dalam kamar mandi, Vindreya melihat ke kanan dan kirinya, juga ke langit-langit. Semuanya masih saja terasa asing. Dia masih belum bisa mengingat apapun.
“Huft …. Ada di dunia mana sebenarnya aku sekarang?” tanya Vindreya pada dirinya sendiri.
Gadis itu melihat sebuah cermin yang berada cukup jauh di sisi kanannya. Oh, iya. Dia baru teringat bahwa dia juga tidak tahu seperti apa wajahnya. Dia berjalan mendekati cermin lalu melihat pantulan wajahnya di sana.
Vindreya tersenyum. “Aku cantik juga, ya.” Dia kemudian tertawa kecil.
Dia tampaknya betah sekali memperhatikan wajah cantiknya di cermin. Namun, semakin lama dia melihat cermin, wajah cantiknya malah berubah aneh. Berubah menjadi wajah gadis lain. Tiba-tiba ….
“Hai, Vindreya,” sapa seorang gadis berambut pendek sebahu dengan dahi yang ditutupi oleh poni. Entah bagaimana bisa dia tiba-tiba muncul dari balik cermin.
“Aaa!” teriak Vindreya yang terkejut bukan main.
Badan Vindreya bergetar hebat. Dia tahu gadis di balik cermin yang baru saja menyapanya itu bukanlah dirinya. Dia ingat sekali tadi wajahnya tidak seperti itu di cermin. Lalu, mengapa sekarang tiba-tiba muncul wajah gadis lain di cermin? Gadis itu bahkan bisa menyapa Vindreya. Benar-benar menyaramkan. Vindreya sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari, tetapi malah dicegah oleh gadis di balik cermin itu.
“Tunggu, Vindreya. Kamu tenang aja. Jangan takut. Jangan pergi dari sini sebelum aku memperkenalkan diri aku,” ucap gadis di balik cermin itu.
“Si--siapa lagi kamu? Argh! Kenapa banyak banget orang asing di sini?” Vindreya mulai frustasi.
Gadis di balik cermin itu tersenyum menahan tawa. “Tenang, Vindreya. Jangan sampai semua keanehan ini buat kamu jadi gila. Sebelumnya perkenalkan nama aku Hansa.”
“Hansa? Siapa lagi itu?”
“Aku akan jadi kunci dari semua memori masa lalu kamu.”
“Hah? Maksud kamu?”
“Aku yang akan ngasih tau kamu siapa sebenarnya orang-orang asing yang kamu temui di sini. Aku akan ngasih tau kamu apa yang sebenarnya terjadi dan kenapa kamu nggak bisa ingat apapun.”
“Jadi, kamu tau semuanya? Ya, udah. Ayo, kasih tau aku sekarang.”
Gadis di balik cermin yang bernama Hansa itu tertawa manis. “Ini belum saatnya, Vindreya. Masih terlalu cepat bagi kamu untuk mengetahui semua kebenarannya.”
Vindreya mulai kesal. “Kalo ini belum waktunya kamu ngasih tau yang sebenarnya sama aku, kenapa kamu muncul sekarang? Kenapa kamu bilang bahwa kamu tau semuanya sekarang? Kenapa nggak nanti aja saat waktu yang tepat itu tiba?”
“Supaya kamu tau bahwa ada seseorang yaitu aku yang bisa bantu kamu suatu saat nanti. Supaya kamu ngerasa lebih tenang dan nggak keburu depresi ada di dunia asing ini.”
“Jadi, kamu tau ‘kan siapa itu Kenzo sebenarnya?”
Hansa mengangguk sambil tersenyum.
“Siapa dia? Dia beneran suami aku? Tapi, coba kamu liat wajah aku ini. Kok kayaknya masih terlalu muda untuk jadi seorang istri? Begitu pun dengan Kenzo. Bukannya kami lebih cocok jadi siswa SMA? Iya, ‘kan? Bahkan kamu juga kayaknya seumuran sama kami.”
“Vindreya, udah aku bilang ini belum saatnya kamu tau yang sebenarnya. Cukup nikmati aja. Menjadi istri Kenzo adalah kemauan kamu.”
“Hah? Kemauan aku? Tapi gimana bisa ….”
Tiba-tiba Hansa menghilang dari balik cermin, entah ke mana perginya. Sekarang yang bisa Vindreya lihat di cermin hanyalah wajahnya. Wajah itu tampak begitu gelisah dan bingung ketika kembali teringat bagaimana gadis bernama Hansa secara ajaib muncul dari balik cermin. Apakah Hansa adalah makhluk halus? Atau justru malaikat?
“Menjadi istri Kenzo adalah kemauan aku?” tanya Vindreya.
Jika memang menjadi istri Kenzo adalah keinginan Vindreya, lalu mengapa dia tidak bisa mengingat sedikit pun tentang Kenzo? Ah, ya sudahlah. Itu artinya untuk saat ini Kenzo memang benar bahwa Vindreya baru saja mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya.
~bersambung
Setelah dibuat bingung oleh kehadiran Hansa, Vindreya keluar dari kamar mandi lalu berjalan menuju dapur. Di sana, dia melihat Kenzo tampak sedang terburu-buru menyajikan makanan di atas meja.Merasa ada seseorang di dekatnya, Kenzo mendongakkan kepalanya dan mendapati Vindreya sedang berjalan ke arahnya.“Hai, Sayang,” sapa Kenzo ramah.Kenzo berjalan cepat menghampiri Vindreya yang masih sekitar 1 meter lagi untuk tiba di meja makan. Laki-laki itu berdiri di belakang Vindreya lalu memegang lembut pundaknya dan mendorongnya hingga akhirnya duduk di depan makanan yang masih sedikit berasap itu.“Ayo, dimakan,” suruh Kenzo, masih dengan senyum ramahnya.Vindreya mengangguk pelan. Dia melihat ada yang aneh dengan suaminya itu yang tampak terburu-buru seperti ada sesuatu yang sedang dikejar.Vindreya mulai memasukkan suapan pertama ke mulutnya. Dia mengunyahnya dengan pelan sambil bebe
“Lho. Kamu mau ngapain?” tanya Vindreya yang kaget karena Elvano tiba-tiba mengajaknya masuk ke rumah dan mengunci pintunya.Bukannya menjawab pertanyaan Vindreya, Elvano malah asik melihat isi rumah itu. “Oke, jadi apa yang bisa kita berdua lakuin di sini, ya?”Vindreya sangat ketakutan. Bagaimana jika Elvano melakukan sesuatu yang buruk? Gadis itu kemudian tiba-tiba teringat pada Hansa, si gadis di balik cermin itu.“Hansa, kamu di mana? Please, tolong aku,” batin Vindreya.Hansa memang aneh sekaligus ajaib. Wujudnya tidak tampak, tetapi suaranya terdengar dan menjawab kekhawatiran Vindreya.“Vindreya, tenang aja. Elvano nggak mungkin bakal ngelakuin sesuatu yang buruk sama kamu. Asal kamu tau aja bahwa menjadi tunangan Elvano adalah keinginan kamu,” kata Hansa yang suaranya hanya bisa didengar oleh Vindreya.Alis Vindreya merapat dan lagi-lagi berucap dala
Vindreya berlari sekencang yang dia bisa menjauhi rumah di mana Kenzo dan Elvano sedang berdebat memperebutkannya. Beberapa kali Vindreya menengok ke belakang untuk melihat apakah kedua laki-laki itu mengejarnya atau tidak. Cukup mengagetkan bahwa tak ada satu pun di antara Kenzo dan Elvano yang mengejarnya. Ada apa ini? Apakah mereka benar-benar mencintai Vindreya atau tidak? Namun, ini membuat Vindreya bisa bernapas lega karena telinganya tak perlu lagi terganggu dengan perdebatan itu.Entah sudah berapa lama dan berapa jauh Vindreya berlari, tetapi entah kenapa dia tidak merasa lelah sedikit pun. Matahari yang tadinya bersinar terik, kini berganti dengan bulan yang menerangi gelapnya malam.Vindreya melihat ke kanan dan kirinya. Aneh sekali. Ada banyak rumah dengan lampu menyala seperti pada umumnya, tetapi sejak tadi dia tidak melihat ada satu orang pun di sana. Dunia asing itu seolah-olah hanya ditinggali oleh Vindreya, Kenzo, Elvano dan Hansa.
Di dunia nyata, tampak seorang dokter sedang memeriksa kondisi Vindreya yang sudah berhari-hari ini tidak sadarkan diri.“Gimana keadaan anak kami, Dok?” tanya Freya, ibu dari Vindreya dengan raut panik.Dokter menggantung stetoskop miliknya ke lehernya setelah selesai memeriksa detak jantung Vindreya. “Anak Ibu dan Bapak baik-baik aja. Jantungnya berdetak normal dan nggak ada tanda-tanda yang nunjukkin kalo dia sakit.”Gavin, ayah dari Vindreya melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan enteng. “Ya, iyalah dia baik-baik aja. Dia itu cuma tidur. Lagian juga ada selang medis yang bisa salurin makanan dan minuman ke tubuhnya. Jadi, apa yang perlu dikhawatirin?”“Dok, apa Vindreya perlu dibawa ke rumah sakit? Mungkin dia harus diberi perawatan intensif atau operasi biar bisa bangun lagi.” Freya tampak semakin panik.Gavin tertawa kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalan
Setelah mendengar penuturan Vindreya yang terkesan lebih suka berada di alam mimpi karena semua keinginannya bisa terwujud di sana, Freya tampak kecewa sekaligus sedih. Ya, itu wajar. Ibu mana yang akan rela jika ditinggal oleh putri sematawayangnya selama berhari-hari demi sebuah “mimpi”?“Terus gimana sama Mama dan Papa, Sayang? Kami sedih kalo kamu lebih suka berada di dunia mimpi dibanding ada di sini bersama kami.” Mata Freya berkaca-kaca lagi.“Ah. Cengeng lagi kamu, Frey. Vindreya, lihat. Kamu udah bikin Mama nangis, lho. Berdosa nggak, tuh?” Lagi-lagi Gavin mencari gara-gara dengan menggoda Vindreya.“Ih, Papa!” Vindreya melepas selang medisnya lalu bersembunyi di belakang Gavin. “Hibur Mama, Pa. Jangan sampe Mama keburu nangis bombai gara-gara aku.”Gavin melipat kedua tangannya di depan dada. “Nggak mau, ah. ‘Kan kamu yang buat Mama nangis. Ya, harusn
"Cie elah. Uwu-uwuan katanya. Emang siapa pangeran lo?” tanya salah satu siswa. Vindreya tersenyum remeh. “Ah, kayak gitu aja pake nanya segala. Harusnya kalian tau siapa di kelas ini yang cocok jadi pangeran.” “Eh, itu Elvano!” teriak salah satu siswi ketika Elvano baru saja masuk ke kelas. Kelas seketika gaduh. Para siswi berlarian mengerumuni Elvano, si laki-laki tampan, kaya dan berbakat di bidang seni itu. “Elvano, selamat ya. Lagi-lagi lo berhasil jadi pemenang dalam lomba melukis tingkat nasional itu,” ucap salah satu sisiwi. “Selamat, Elvano. Lo hebat banget,” kata siswi yang lain. “Bagi tipsnya dong gimana caranya biar bisa pinter menggambar sama melukis, El.” Bola mata Vindreya tak bisa bergerak ke manapun kecuali terpaku pada visual Elvano yang menurutnya sangat menawan. T
Vindreya merapikan rambutnya terlebih dulu kemudian berjalan dengan anggun keluar kelas. Di depan pintu, dia menengok ke kanan dan ke kiri hingga akhirnya menemukan Kenzo yang sedang berjalan menuju kelas. Tanpa pikir panjang lagi, Vindreya bergegas menghampiri laki-laki itu.“Ehem. Pagi, Ken,” sapa Vindreya yang sudah berdiri tepat di depan Kenzo.Kenzo menghela napas panjang. “Lo lagi. Awas. Jangan halangin jalan gue.”Bukannya memberikan Kenzo jalan, Vindreya malah tersenyum semakin lebar. “Hari ini gue udah masuk sekolah lagi setelah nggak masuk berhari-hari sebelumnya. Lo ….”“Gue nggak kangen sama lo kayak temen-temen yang lain. Awas.”“Aaah, bercanda, nih. Jangan malu lah bilang kangen sama istri sendiri.”Alis Kenzo merapat ditambah dengan tatapan ta
Setelah Bu Risa selesai membagi setiap siswa dengan pasangannya masing-masing, guru itu izin keluar kelas karena ada rapat guru. Kelas yang tadinya tenang, kini perlahan mulai ribut kembali dengan segala macam jenis pembicaraan.Di salah satu meja, tampak Hansa membuka buku paket bahasa Indonesia dan buku tugasnya di atas meja Kenzo. Di sisi lain, Kenzo malah menunjukkan ketidaktertarikannya mengerjakan tugas dengan menghela napas panjang sambil menyandarkan punggungnya di bangku.“Ayo, kerjain.” Hansa tak mau menatap mata Kenzo yang menyebalkan itu, melainkan hanya menatap bukunya.“Lo aja yang kerjain.” Seperti biasa, Kenzo selalu saja ketus.Karena kesal, Hansa akhirnya menatap Kenzo dengan tatapan agak tajam. “Tapi ‘kan ini tugas berpasangan.”“Hem? Emang siapa pasangan lo?”“Lo.”“Oh, ya? Kapan gue nembak lo?”