Share

BAB 03

Menantu Egois

BAB 03

Setelah menunggu cukup lama akhirnya Mas Tejo selesai mandi. Sepertinya mas Tejo sengaja berlama-lama di kamar mandi untuk meredakan amarahnya.

"Mas! Pokoknya aku tidak mau tahu! Kamu harus minta uang itu kembali dari Ibu!"ujarku kesal.

"Kamu itu Dek suami pulang kerja capek. Coba disuruh makan dulu atau apa kek. Ini malah diajak berantem."jawabnya kesal.

Mas Tejo lalu keluar kamar sepertinya Dia menuju ke meja makan.

Aku lalu mengekor dibelakangnya.

"Mas!"ujarku kesal.

"Hmmm..."jawabnya sambil menarik kursi dan menghempaskan tubuhnya dikursi meja makan.

"Aku belum selesai ngomong."ujarku ketus.

"Sudah! Mas mau makan lapar."jawabnya dengan sedikit marah.

 Aku diam sejenak mendengar penuturan Mas Tejo.

Mas Tejo langsung menyendok nasi beserta lauk pauknya dan langsung melahapnya sepertinya memang benar, Dia sangat lapar terlihat dari caranya menikmati makanan di piringnya.

Setelah selesai makan Mas Tejo duduk diruang keluarga untuk minum kopi.

Aku kembali mendekat kearahnya.

"Mas! Kapan kamu mau ambil uang itu!"ucapku dengan nada yang masih kesal

"Sudah Mas bilang tidak ya tidak!"jawabnya sambil menyeruput kopi.

"Kalau Mas tidak mau maka besok aku sendiri yang akan meminta uang itu dari Ibu!"ujarku lantang dan berlalu pergi kembali kekamar.

Awas saja kalau sampai besok Ibu tidak mau mengembalikan uang itu. Aku akan buat perhitungan dengannya gumamku dalam hati.

Karena jengkel dengan sikap Mas Tejo akhirnya aku tinggal tidur duluan.

***

Keesokan paginya, Mas Tejo sudah bersiap akan berangkat kekantor.

"Lho Mas tidak sarapan dulu?"tanyaku.

"Gak Dek. Mas sudah telat, kamu saja yang sarapan."jawabnya sambil berlalu pergi menuju mobilnya dan pergi meninggalkanku.

Aku langsung segera sarapan karena mau kerumah Ibu.

Setelah selesai sarapan aku pamit sama Mbok Nah..

Aku menaiki motor kerumah Ibu karena jaraknya dekat dan gang di rumah ibu tidak bisa di lalui kendaraan roda empat.

Ketika aku sampai dirumah Ibu. Aku lihat Ibu sedang membuat kopi untuk para tukang bangunan itu.

Aku lalu mendekat kearahnya.

"Bu! Aku kesini disuruh Mas Tejo untuk meminta uang itu kembali."ujarku ketus.

Ibu hanya tersenyum kearah ku tanpa menjawab.

"Ibu ini tuli kah?"ujarku kesal karena dicuekin.

"Bu!!!"bentakku.

Mendengar suaraku yang sedikit meninggi, membuat beberapa tukang menoleh kearah ku. Mereka melihatku dengan tatapan yang aneh.

"Jangan begitu sama orang tua!"ujar seorang Tukang kepadaku.

"Sudah kalian diam saja ini urusan ku sama Ibu mertuaku."jawabku ketus.

Lalu Ibu menyuruh para tukang untuk bekerja kembali.

Ibu mendekat kearah ku.

"Aduh mantu Ibu yang paling baik disini to rupanya."ujarnya sambil tersenyum kearah ku.

"Ibu ini jangan pura-pura dech!"jawabku ketus.

"Pura-pura apa to Nak cah ayu?"ujarnya lagi.

Aku semakin kesal diperlakukan seperti itu oleh Ibu mertuaku.

"Sudah Bu! Aku tidak mau basa basi lagi! Mana uang yang dikasih sama Mas Tejo!"ujarku sambil mengenadahkan tanganku.

"Sebentar ya mantuku cah ayu. Ibu ingat-ingat dulu berapa uang yang dikasih sama Tejo kemarin."jawab Ibu sambil tersenyum.

Lalu, Ibu masuk kekamarnya dan tidak begitu lama keluar lagi dengan membawa sebuah amplop tebal berwarna coklat.

"Sini duduk dulu mantuku cah ayu."ujarnya kepada ku sambil menepuk kursi.

Aku lalu duduk di kursi seberang Ibu.

"Ini uang yang dikasih Tejo kemarin."ujarnya sambil menyerahkan amplop itu.

Mataku berbinar dan langsung meraihnya.

Aku langsung membuka amplop itu dan menghitung isinya.

Setelah ku hitung uang didalam amplop itu berjumlah dua puluh juta.

Aku terbelalak ketika tahu jumlah uang itu. Nominal yang tidak sedikit. Pantas saja ibu bisa renovasi rumah.

Aku lalu memasukkan kembali uang itu kedalam amplop dan setelah itu aku lalu beranjak dari kursiku dan akan langsung pulang.

Ketika aku beranjak dari kursiku. Ibu berkata kepada ku.

"Bagaimana cah ayu? Sudah dihitung jumlah uang itu?"tanya Ibu kepada ku.

"Sudah Bu! Semua pas dua puluh juta."jawabku sumringah.

"Memang Tejo ngomong berapa jumlah yang diberikan kepada Ibu?"tanyanya kepada ku.

Aku sontak kaget dengan pertanyaan Ibu. Karena semalam Mas Tejo tidak ngomong jumlahnya, hanya ngomong jika Dia membayar hutang kepada Ibu.

"Su-sudah jumlahnya dua puluh juta."jawabku tergagap.

"O...o...o...jadi Tejo sudah ngomong jumlahnya. lalu Tejo ngomong apa lagi?"tanyanya santai sambil menatap ku.

"Ya-ya Mas Tejo nyuruh aku kesini meminta uang itu kembali."jawabku sedikit ragu.

"Ya sudah kalau begitu silahkan bawa uang itu dan coba kamu bacakan sebuah kertas yang ada didalam amplop itu."ujarnya sambil tersenyum kearah ku.

Aku lalu membuka amplop itu kembali dan benar saja ada sebuah kertas putih, lalu aku segera mengeluarkan kertas itu dan membukanya.

Mataku terbelalak melihat tulisan yang ada dikertas itu.

"Ayo nak cah ayu. Bacakan untuk Ibu agar Ibu bisa tahu apa tulisan dikertas itu."ujarnya kepada ku dengan senyum semakin lebar.

"Ayo baca dong mantuku cah ayu."ujarnya lagi.

"I-ini apa maksudnya Bu?"tanyaku bingung.

"Lho disitukan tertulis dengan jelas to cah ayu."jawabnya dengan nada yang sedikit aneh

"Ta-tapi kok..."aku menggantung kata-kata ku.

"Lho... Tadi katamu. Kamu di suruh Tejo untuk mengambil uang itu kembali. Jadi silahkan kamu bawa saja, tapi, sebelum pergi tolong bacakan dengan keras tulisan didalam kertas itu."ujar Ibu mulai sedikit ketus nada bicaranya.

"I-ibu kok mulai perhitungan sama anak sendiri."ujarku ketus.

"Coba dipikir dulu siapa yang perhitungan?"ujarnya dengan senyum meledek.

"Lha! Ini buktinya!"jawabku ketus sambil menunjukkan kertas itu kearah Ibu.

"Kamu bisa tanyakan sama Tejo, jadi salah jika kamu tanya sama Ibu. Apa kamu tidak bisa baca  tulisan itu dan apa kamu juga tidak bisa mengenali tulisan suamimu sendiri!"hardiknya kepadaku.

"Tapi ini tidak masuk akal! Ibu macam apa yang minta uang kepada anaknya. Padahal masih sehat bugar begini dan ibu juga punya warung yang lumayan rame."ucapku lantang.

"Ya itulah cah ayu. Ibu juga bingung. Menantu macam apa yang ada didepan Ibu ini? Sampai seorang anak dilarang berbakti kepada Ibunya!"bentaknya kepada ku.

Aku terdiam ketika mendengar penuturan Ibu.

Tapi didalam hati aku mengumpat Ibu mertuaku.

"Ya wajar dong Bu jika aku melarang Mas Tejo memberi uang Ibu. Aku yang mengurus Mas Tejo selama lima tahun ini. Jadi semua uang Mas Tejo adalah hakku."jawabku lantang.

"Oalah mantuku yang paying ayu nan cuantik. Ternyata lama juga ya kamu ngurus Tejo. Sangat benar jika uang Tejo adalah uangmu. Apalah Ibu ini yang hanya sebentar mengurus Tejo cuma dua puluh delapan tahun. Apalah ibu ini di banding kamu yang menemani Tejo dari nol. Ibu ini hanya seorang perempuan yang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkannya dan seorang perempuan yang membesarkannya sampai dia bisa menikah denganmu."ujarnya lembut tapi tegas.

Aku terdiam dan menelan saliva mendengar ucapan ibu.

"Wajar dong seorang ibu melahirkan dan mengurus anaknya. Jadi ibu minta mas Tejo mengganti rugi hal itu?" ucapku ketus

"OH... Tidak mantuku cah ayu... Ibu sangat sadar diri jika sekarang Tejo bukanlah milik ibu lagi. Tapi milikmu." jawabnya dengan nada mulai lembut.

"Na. Ibu sadarkan sekarang! Jadi ibu harus tahu diri dong mulai sekarang." ucapku lagi dengan senyum kemenangan.

"Ya sudah sana bawa uang itu kembali jika memang benar Tejo yang menyuruh mu!"ujarnya lembut.

Aku letakkan kembali uang itu dimeja dan aku langsung pulang tanpa pamit kepada Ibu mertuaku.

Hanya selembar kertas itu yang aku bawa, karena aku ingin tanya apa maksud Mas Tejo menulis itu.

Ibu mertuaku tersenyum ketika melihat kepergianku tanpa membawa uang itu. Pasti dia sangat senang karena aku meninggalkan uang itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status