"Abaikan permintaannya, lebih baik cepat kau naik. Jangan menghabiskan waktumu untuk iblis itu," ucap naga merah memperingati. Austin mengangguk antusias, ia meloncat ke tubuh naga dan terbang meninggalkan kekesalan Alana. "Berengsek! Awas kau, lihat saja, aku akan berusaha keluar dari sini dan memasuki duaniamu. Aku akan menghancurkanmu dan juga manusia lainnya," maki Alana dengan dendam yang baru saja tersemat di hatinya. "Bagaimana dia bisa berada di lembah itu? Apa kesalahan yang telah dia perbuat?" tanya Austin. "Kau tak perlu tahu, itu bukan urusanmu. Lebih baik kau fokus saja pada tujuanmu," balas naga merah yang enggan menceritakan kisah Alana. "Baiklah, setelah ini apa yang harus aku lakukan?" tanya Austin. "Seperti sebelumnya. Kau harus merendam tubuhmu dan bawa tongkat itu menuju dimensi lain. Kau harus menyelesaikan tugas terakhirmu di sana," balas naga. "Benarkah itu adalah tugas terakhirku? Tidak ada yang dimensi lain lagi yang harus kukunjungi setelahnya?" tanya
"Apa yang anda katakan Tuan? Bahaya apa yang anda maksud?" tanya Kenny cemas. Seketika langit menjadi hitam, lalu mulai menjatuhkan hujan dan membasahi semua orang yang ada di lapangan. "Tetap di tempat, jangan bergerak," pinta Tuan Aldrik. Semua tetap di tempat, membiarkan tubuh mereka basah karena hujan yang terus mengguyur bumi. Tapi Kenny masih penasaran dengan ketakutan yang Tuan Aldrik gumankan. Tanpa diduga bayi yang ada di gendongannya tersenyum, tertawa dan terbang dari gendongan sang Ibu. "A-anakku!" teriak Kenny dengan tangan menggantung diudara. Bayi laki-laki itu seperti bermain dengan hujan di udara, bahkan petir yang menyambar seolah tak membuatnya takut. Lain halnya dengan Kenny, wanita itu sangat ketakutan melihat apa yang terjadi dengan anaknya. "Biarkan saja, alam sedang menyambutnya," ucap Tuan Aldrik. Nyonya Aldrik meraih tubuh Kenny, ia menenangkan Kenny dengan memeluknya. "Biarkan saja Nak, kau tidak lihat tawa bahagia anakmu. Nanti dia akan turun," ucap
"Baik, Tuan," balas rombongan pria lain. Mereka masih berjalan hingga matahari sudah berada tepat di atas kepala. Taun Aldrik senantiasa menemani pria bertubuh gempal untuk mengistirahatkan diri. Ia pun duduk di bawah pohon rindang, sambil menatap pintu masuk desa yang terlihat dari atas bukit. Hatinya merasa cemas, masih mengharapkan kedatang Tuan Arthur untuk menolong mereka. Penglihatan tentang kehancuran itu terlihat samar, meski begitu ia mengetahui waktu tragedi itu terjadi. Ia melihat langit keemasan, semakin terang akibat kebakaran yang Perneco lakukan. "Ayo kita jalan lagi," ajak Tuan Aldrik pada pria di sampingnya. Pria bertubuh gempal itu menganggukkan kepalanya, ia berjalan meski tertatih dengan sekarung persediaan makanan di punggungnya. "Tuan, anda duluan saja. Aku akan mengikutimu dari belakang," ucap pria itu karena tak enak hati saat Tuan Aldrik mengimbangi langkahnya. "Kita jalan bersama, aku pun sedang mengintai sekitar. Takut Perneco tiba-tiba mengetahui kebe
"Bunuh mereka semua! Cepat bawa wanita itu dan anaknya kepadaku!" perintah Nick yang sudah berada di kawasan air terjun. Para warga yang belum memasuki goa terkejut dan panik akan kedatangan pasukan Perneco di bawah sana. Pasukan Perneco menembaki mereka dengan membabi buta. Hingga banyak warga yang tertembak dan terjatuh ke bawah kolam. Kolam bening nan indah itu tercemar dengan darah para warga yang berjatuhan. Semua panik dan berlari menuju goa yang masih dibuka oleh bayi Kenny. "Tidak! Nyonya! Cepatlah anda masuk, biar kami yang menghalanginya," ucap salah satu warga. Kenny pun tak kalah panik, meski anaknya memiliki kekuatan tapi ia tak mengerti cara melawan mereka. "Cepatlah masuk, utamakan wanita dan anak-anak! Cepat!" perintah Kenny memburu. "Tidak ada waktu Nyonya," timpal warga lain saat pasukan Perneco sudah mulai menaiki batang besar. "Cloe! Bawa masuk Nyonya dan Tuan muda. Biar kami di sini menaham mereka," timpal pria lainnya yang diangguki oleh para wanita yang b
"Cepat katakan!" pinta Tuan Arthur yang sudah tidak tahan dengan keadaan. Ia ingin menghabisi siapa dalang di balik kehancuran desa. Pasukan Perneco yang ada di cengkeramannya masih bungkam, ia tak memberikan informasi sedikit pun pada Tuan Arthur. Hingga Tuan Arthur mengeluarkan kemarahannya, dan mengeluarkan hawa panas pada cenkeramannya. "Arrgh!...." teriak pengawal Perneco di akhir kematiannya. "Berengsek! Kalian semua membuatku marah!" maki Tuan Arthur. Tuan Arthur membuang jasad pria itu dan melangkah maju. Ia menatap ngeri pada kolam yang sudah berubah warna dan dipenuhi oleh jasad para warga. "Temukan Kenny dalam keadaan apa pun!" perintah Tuan Arthur. "Baik Tuan," balas pengawal bersamaan. Bukan hanya keadaan kolam yang membuatnya terkejut, tapi batang pohon penghubung goa pun tak luput dari pandangannya. "Berengsek! Mereka juga merusak penghubung goa!" mulutnya kembali memaki. Para pengawal mulai membereskan kekacauan, bahkan para mayat yang mengapung telah mereka
"Sialan! Dia sudah lenyap, lalu bagaimana aku bisa keluar dari dimensi ini?" gumamnya kesal. Austin melangkah dengan gontai sambil menatap telapak tangan yang baru saja menyerap permata pemberian naga hitam. Lalu ia menoleh pada tongkat naga yang dimilikinya."Hei! Apakah kau tahu cara keluar dari dimensi ini?" tanya Austin seolah tongkat bisa diajak berbicara. "Bodoh! Tentu dia tidak bisa menjawab pertanyaanku," gumamnya lagi merutuki kebodohannya. Austin melihat pohong berbuah lebat, sama seperti buah yang ada di desa Tuan Aldrik. "Apakah aku harus bertapa di sana? Sepertinya iya, karena aku tidak melihat adanya kolam di sekitar sini," gumamnya tanpa melepaskan tatapannya dari pohon. Ia mengambil langkah lebar, lalu duduk bersila di bawah pohon rindang. Tubuhnya menjadi lebih segar lagi, seolah pohon memberikannya energi lebih. "Entah kekuatan apa yang aku miliki sekarang, aku tidak pernah membayangkan memiliki kekuatan seperti ini," gumamnya sambil menggelengkan kepala. Austi
"Apakah kau baik-baik saja selama aku pergi?" tanya Austin. "Ya, aku baik-baik saja. Semua warga di sini sangat baik padaku. Hanya saja aku sedih tidak bisa mengjak mereka semua memasuki goa," balas Kenny tertunduk sedih. Austin mengembuskan napasnya. "Kau tidak salah, kau sudah membantu mereka dengan kemampuanmu," ucap Austin menenangkan sang istri. Ia menarik tubuh Kenny dan merangkulnya. Sang anak pun seolah paham dengan kesedihan sang Ibu. Ia bergerak-gerak di dalam gendongan Austin dan meminta digendong oleh ibunya. "Ada apa? Apakah kau haus?" Tanya Kenny saat bayinya menyentuh dua gentong ASI miliknya. Austin terkekeh saat melihat ekspresi bayinya. Ia mengelus puncak kepala bayi itu dan mengecupnya. "Susuilah, sepertinya dia sedang haus," balas Austin memberi perintah. Kenny menganggukkan kepalanya dan mulai menyingkap pakaiannya. Jiwa kelelakian Austin terpana saat melihat perbedaan aset kembar sang istri. Ia teringat adegannya degan Alana yang saat itu menyamar menjadi i
'Astaga aku lupa kalau ada Kenny di sini,' batin Austin terkejut saat mendengar pertanyaan Kenny. Ia langsung menegapkan tubuhnya, lalu menoleh ke samping. Kenny sudah bersedekap dada dan menghapus air matanya dengan kasar. 'Gara-gara Kakek ini,' batin Austin. Sedangkan Tuan Arthur dan Nyonya Aldrik pergi meninggalkan mereka. Bahkan Tuan Arthur memberikan semangat pada sang cucu melalui tepukan di bahunya. "Jawab! Jangan diam saja? Enak ya mesra-mesraan sampai bergairah gitu?" tanya Kenny dengan nada sinis. "Sayang, bukan begitu. Tubuhnya memang indah, tapi lebih indah tubuhmu. Aku tak melihat seluruh tubuhnya, hanya meliihat saat dia menyusui anaknya. Dan yang mengejutkan wajah anak iblis itu juga menyerupai wajah anak kita," balas Austin menerangkan. Kenny menganggukkan kepalanya. "Pantas saja saat aku menyusui kau bertingkah mesum seperti itu. Pasti kau mengingat tubuh wanita itu kan?" tanya Kenny dengan kekesalannya. "Tidak, aku tidak mengingatnya. Sayang, jangan berbicara a