Raka
Aku yakin sekali jika Maureen sedang membenci Jonas, karena cemburu melihat kekasihnya pergi dengan istriku tanpa bicara pada siapapun. Tetapi bukannya merajuk, atau marah besar dan meminta putus, Maureen malah mau-mau saja diajak keluar oleh Jonas. Sekitar setengah jam yang lalu, mereka pergi dengan mobil Jonas dan aku yang bodoh ini langsung bergegas mengikuti mobil mereka dari belakang.
Keduanya tidak mampir kemana-mana, melainkan langsung pergi ke apartemen milik Jonas. Di balik kemudi aku mengawasi mereka berdua yang cukup lama di parkiran, mungkin membicarakan soal Citra atau entalah aku tidak yakin. Tetapi samar-samar bisa kulihat jika hubungan mereka sedang diperbaiki, Jonas merengkuh kepala Maureen dan mengecup dahinya, lalu mereka berciuman.
“Sialan.” Gerutuku sambil membuang muka.
Kupukul setir dengan sekuat tenaga, memaki dan bersumpah serapah untuk menahan rasa cemburu yang benar-benar membakar dada.
Hallo teman-teman pembaca, salam kenal yaa... Terima kasih sudah membaca cerita saya, jangan lupa tinggalkan komentar yaa supaya saya makin semangat untuk update ceritanya. Selamat membaca :)
CitraIya aku tahu, jika penampilanku ini jauh sekali dari selera wanita yang disukai oleh Raka, dan semua lelaki yang ada di kalangannya. Tetapi Raka tak perlu mengatakan hal sejahat itu hanya untuk berkata tidak. Cukup katakan saja tak mau pergi konsultasi, sudah.Kenapa malah membawa-bawa tak sudi menghamiliku segala? Memangnya aku juga mau dia hamili?Hidupku memang susah, aku ingin memiliki uang yang cukup untuk hidup dan bebas dari hutang serta tak perlu capek kerja keras. Tetapi jika harus mengorbankan harga diri dan memasang muka tembok demi mengandung anak orang kaya, lalu hidup enak dari biaya bulanan untuk anak.Aduh, itu bukan gayaku!Setelah berdebat panjang lebar dengan Raka, aku masuk ke kamar dan mengemas beberapa pakaianku. Tak tahan lagi jika lebih lama tinggal di sini, aku mau pulang dulu ke rumah ayah selama dua atau tiga hari. Siapa tahu bisa membuat kepalaku sedikit dingin dan bisa waras untuk kemba
RakaSudah dua hari Citra menginap di rumah ayahnya, sudah dua hari pula Maureen tak ada kabar. Aku ingin menyusul Maureen tapi sadar diri tak punya hak apapun untuk melarangnya melakukan ini itu sesuai kemauan dia. Urusan Citra, mau sebulan pun tinggal di sana aku tak peduli.“Pak, ada telepon dari kantor. Katanya ada rapat penting tapi bapak enggak bisa dihubungi.”“Oh iya, makasih.” Jawabku tak acuh.Walau begitu aku tetap berdiri untuk mengambil ponsel yang kubuat mode senyap, sehingga tak tahu ada telepon, chat atau notifikasi apapun yang kudengar. Ternyata sudah banyak panggilan tak terjawab, chat dari sekretaris dan aku langsung malas mengingat posisiku sebagai CEO. Karena hal itu aku jadi tak bisa duduk diam di rumah tanpa direpotkan dengan urusan kantor.Padahal di saat seperti ini, aku sangat ingin bersantai tanpa memikirkan apapun lagi. Sebab otakku sudah cukup ngebul memikirkan Maureen
CitraTak tahu hari keberapa aku menginap di rumah ayah, kulakukan beberapa hal untuk membuat rumah lebih nyaman baginya. Kubelikan kasur baru untuknya, juga untuk Angga sementara kasurku sendiri ditumpuk menggunakan kasur tipis bekas mereka. Tak apa, dibungkus seprai baru juga sudah terlihat bagus, lagipula aku tidak akan terus menerus tidur di rumah karena harus pulang ke rumah Raka.Juga kupanggil tukang untuk memperbaiki atap rumah yang bocor, juga menambal lantai yang keramiknya sudah pecah-pecah, mengganti daun pintu dan membeli lemari plastik yang ukurannya cukup besar untuk menyimpan pakaian mereka berdua, menggantikan lemari kayu yang sudah jelek dan dimakan rayap.Rumah sekarang terlihat lebih segar, dan juga lebih nyaman dibanding sebelumnya.“Jangan ke jalan lagi, Angga. Di sini aja temenin ayah.” Nasehatku saat kami sedang duduk di depan rumah, menikmati bakso di tengah hari.“Gimana nanti
Citra Sebenarnya aku belum mau pulang, tapi saat mendengar mama Laksmi memintaku menginap maka aku langsung mengiyakan ajakan Raka. Tak perlu berpikir dua kali, sebab aku menyukai wanita dengan tubuh subur itu. Orangnya tulus, dan tidak dibuat-buat.Aku merasa seperti diterima sebagai menantu, dianggap sebagai istri dari anaknya. Aku pun ingin melakukan semua yang bisa membuat mama Laksmi merasa senang, salah satunya mengiyakan ajakannya menginap.Saat kami akan berangkat, Maureen ngambek ingin ikut juga. Ia bahkan sampai merajuk seperti anak kecil, Raka kerepotan menghadapinya. Ia membujuk gadis bule itu supaya tidak marah-marah, dan berjanji akan membelikannya makanan yang ia inginkan.“Aku bukan anak kecil! Aku enggak mau disogok makanan! Aku maunya ikut!” tolaknya sambil menepis tangan Raka, ia lantas melipat tangannya di depan dada, bibirnya mengerucut manyun.“Ya udah..udah. Yuk
RakaIni adalah pengalaman menginap yang paling memuakkan sepanjang hidupku, padahal biasanya aku sangat tenang saat tidur di rumah mama. Tetapi malam ini, rasanya kupingku panas dan hatiku terbakar setiap kali melihat mama bersama Citra, atau terus memujinya di hadapanku.Kenapa mama seleranya rendah sekali?Citra itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Maureen, kelas mereka jelas berbeda jauh. Jika dibandingkan, langit dan bumi pun sepertinya terlalu dekat untuk membandingkan mereka berdua. Apa istimewanya gadis berwajah kusam itu? Apa jangan-jangan dia pakai jampi-jampi untuk menaklukkan hati mamaku?Halah, zaman digital begini memangnya masih mempan pakai jampi-jampi zaman batu? Lagipula siapa yang masih percaya pada dukun untuk mempermudah urusan mereka? Hanya orang primitif saja.“Raka, mama nyuruh aku untuk panggil kamu dan nyicipin roti. Itu udah pada mateng...”Citra menghampiriku yang se
Raka“Raka, beli mangga itu dong! Kok kayaknya enak banget asem-asem seger!”Aku terpaksa memberhentikan mobilku di pinggir jalan, karena Maureen melihat penjual mangga muda di trotoar. Penjual yang terlihat masih muda itu sedang melayani pembeli lain, Maureen dengan antusias mengantri menunggu gilirannya dilayani. Dengan cekatan penjualnya mengambil buah mangga yang sudah setengah matang, dikupas lalu ditusuk dengan sumpit bambu.Setelah itu ia mengiris setiap sisinya dan membuat buah mangga itu seperti bunga yang merekah. Dulu aku melihat penjual buah mangga yang dibentuk seperti dan disiram gula pedas itu di Thailand, tetapi sekarang di Indonesia pun sudah banyak yang menjual.“Aku pesen tiga!”“Lho, banyak banget. Emangnya bakalan habis?”“Habis lah! Aku ngiler banget tau!” Maureen ngotot dan aku hanya bisa mengiyakan saja.Namanya juga sedang ngidam, dia pasti ingin ma
RakaKudapati Maureen berjongkok di dekat mobilku, menangis tersedu-sedu dan sesekali mengacak-acak rambutnya hingga kusut. Aku melangkah mendekatinya dan mengusap kepalanya lembut, berusaha memberikan kenyamanan juga rasa tenang yang ia butuhkan saat ini.“Raka...sekarang aku harus gimana? Jonas enggak mau menikah denganku!” keluhnya di sela isak tangis, kupeluk ia dan tak ada penolakan. Maureen menjatuhkan kepalanya ke dadaku, melanjutkan tangisnya,“Aku enggak mau hamil..aku mau aborsi aja!”“Jangan Maureen, kamu tau kan kalo aborsi itu banyak risikonya?”“Tapi aku enggak mau hamil di luar nikah begini, nanti papaku marah dan aku dihapus dari daftar warisannya!”Aku terdiam, bisa kupahami jika Maureen sedang merasa putus asa dan membutuhkan solusi nyata. Apalagi urusan dengan papanya, bagi seorang anak yang biasa diperlakukan dengan mewah seperti seorang putri raj
CitraBaru kali ini aku melihat kondisi Maureen begitu buruk, memang beberapa waktu belakangan ia terlihat agak pucat dan kurang sehat. Tetapi kupikir itu karena ia memang sedang tak enak badan, namun dari yang kudengar saat ia meracau, dirinya tengah hamil.Hamil.Iya hamil!Aku tak mau menghakimi seseorang, dia sudah dewasa dan bisa melakukan apapun yang ia inginkan tanpa perlu izin dari siapapun. Sebab ia tentu sudah paham apa konsekuensi yang bisa didapatkan dari semua tindakannya, termasuk berhubungan badan.Memangnya dia pikir jika berhubungan badan konsekuensinya apa? Tentu saja hamil.Lalu setelah hamil harus bagaimana? Ya hadapi, bertanggungjawab.Tetapi melihat betapa histerisnya Maureen dengan kondisi yang ia alami saat ini, terlihat jelas jika ia tak mau hamil. jika memang tak mau hamil, mengapa tak pakai alat kontrasepsi? Kondom juga harganya murah sekali, tetapi sepertinya sudah benar-benar tak tertahankan