Jasmine tersenyum licik saat berbicara, jadi aku yakin pasti ada yang tidak beres dengan ucapannya. Aku tidak menanggapi pertanyaan Jasmine, aku berkata, "Aku merasa nggak ada yang aneh kalau datang ke sini. Kamu bicara terus terang saja, jangan berbelit-belit. Di sini nggak ada keluargamu."Jasmine tersenyum sinis dan berkomentar, "Haha. Kak Maya, kamu itu selalu bersikap angkuh, membosankan sekali. Kak Harry nggak suka dengan sikapmu ini, dia bilang kamu itu selalu berlagak seperti seorang putri. Sebenarnya, kamu sangat monoton, bahkan kamu sangat kaku saat bermanja-manja."Aku benar-benar kesal melihat sikap Jasmine, lalu aku menimpali, "Jasmine, aku nggak pernah bertemu dengan orang yang nggak tahu malu sepertimu!"Jasmine menyahut, "Maya, nggak usah berlagak menjadi senior, bukannya selama ini kamu begitu sabar? Apa kamu nggak menemukan kondom di saku Kak Harry? Aku nggak percaya kamu nggak kaget atau sedih waktu melihat barang itu, Kak Harry bilang kalian nggak pernah pakai itu."
Sikap Jasmine membuatku muak, tapi aku terpaksa harus bertahan. Jasmine adalah wanita yang licik, aku tidak bisa tenang. "Rahasia? Wanita nggak tahu malu sepertimu punya rahasia?""Maya, jangan cuma berani bicara. Kamu adalah wanita yang cerdas, aku telah mengirimkan banyak foto yang bagus, tapi kamu sama sekali nggak marah. Kamu sabar banget dan bersikap seolah nggak terjadi apa-apa di depan kakakku, kamu pasti nggak rela meninggalkannya, ya?" Jasmine menatapku sambil menyesap anggurnya dan tersenyum provokatif.Rasanya emosiku malu meledak, tetapi aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi wanita iblis ini."Ayo, temani aku minum. Kamu perlu melepas penat." Jasmine membujukku. Namun melihat aku yang tidak bergeming, Jasmine malah tersenyum puas. "Kamu takut padaku? Tenang saja, kamu nggak lihat aku juga meminum anggur dari botol ini? Ngapain takut?"Jasmine menatapku dengan sinis, tetapi aku tetap diam saja. "Baiklah, terserah kamu."Kemudian Jasmine mendekatiku, lalu berkata dengan la
Aku berusaha meloloskan diri, tetapi ketiga pria ini menahanku. Aku berjuang mati-matian dengan menggerakkan tangan dan kakiku, hanya saja tenagaku tidak sebanding. Sebuah tangan besar mendekat dan merobek pakaianku. "Srek ...."Seiring suara robekan pakaian, aku berteriak makin keras. Tubuhku bergetar ketakutan, aku berusaha keras untuk melepaskan diri. "Pergi, tolong ...."Aku meratap putus asa, aku mulai kehilangan tenaga untuk memberontak. Para pria ini tidak memedulikanku, mereka tetap berusaha melecehkanku.Sebuah tangan tangan yang lebar membuka kancing celanaku dan melepaskannya."Bugh!" Terdengar dentuman pintu yang keras. Aku yakin pasti ada orang yang datang, aku mengerahkan semua tenagaku yang tersisa untuk berteriak, "Tolong ... tolong aku ....""Prang!" Pintu yang didobrak mengakibatkan seisi kamar bergetar. Aku berusaha melepaskan tangan pria yang memegangku. "Lepaskan aku .... Tolong ...."Sesaat pintu terbuka, tampak dua sosok gelap yang masuk dan memukul pria yang mel
Setelah diinfus, saat aku dan Taufan hendak pulang, Fanny masuk ke dalam bangsalku dengan berapi-api. "Maya, ada ...."Begitu melihat Taufan yang berada di bangsalku, Fanny tersentak dan menelan kembali semua kata-katanya. Fanny tercengang menatap Taufan, raut wajahnya terlihat sangat aneh.Aku tahu apa yang dipikirkan Fanny, aku pun bergegas mengalihkan perhatiannya. "Fanny, kamu sudah pulang?""Fanny meneleponmu saat kamu pingsan, dia khawatir sama keadaanmu. Aku menceritakan kepadanya semua yang terjadi," jawab Taufan."Ka-kamu .... Ternyata kamu yang menjawab teleponku?" Fanny menunjuk Taufan sambil bertanya dengan penasaran, "Kamu siapa?"Aku bergegas mengenalkan Taufan kepada Fanny dan mereka pun berjabat tangan. Fanny bertanya saat melihat jas yang aku kenakan, "Kamu memakai jasnya Taufan?"Aku mengangguk sambil tersipu malu. Kemudian aku kembali menatap Taufan dan berkata, "Biar Fanny yang mengantarku pulang."Taufan mengangguk, lalu berpesan beberapa hal dan pergi meninggalkan
Harry memiliki firasat buruk, pasti ada sesuatu yang akan terjadi. Dia menatapku dengan dingin sambil bertanya, "Maya, apa yang ingin kamu lakukan? Berhenti membuat keributan!"Aku membalas tatapan Harry tanpa rasa takut. "Aku membuat keributan? Tunggu sampai Jasmine datang, biar kita lihat siapa yang membuat keributan."Melihat sikapku yang keras kepala, Harry pun bertanya kepada Fanny, "Apa yang terjadi?"Fanny merangkul lenganku sambil melayangkan tatapan jijik kepada Harry. "Kamu tanya aku? Aku mesti tanya siapa? Tunggu dan tanyakan pada adik kesayanganmu datang."Suasana di dalam ruangan terasa canggung, semua orang tahu tujuan kedatanganku tidaklah bersahabat.Tak berapa lama, Jasmine datang sambil jalan berlenggak-lenggok, suasana hatinya tampak bagus. Namun sesaat membuka pintu ruangan dan melihat orang-orang yang berkumpul, Jasmine tersentak, lalu menatapku dan bertanya, "Maya, kamu mau ngapain? Ada apa ini?"Melihat Jasmine yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, rasanya
Aku harus menahan James, ini adalah momen yang penting.Aku tidak menahan para petinggi yang lain demi menyelamatkan diri sendiri. Ini bukan saat yang tepat untuk mendesak Jasmine. Sebaliknya, aku ingin membuat Jasmine mundur dan mengalah.Tidak disangka, selanjutnya malah Jack yang buka suara. "Ada masalah apa sampai dibawa ke kantor? Ini tempat bekerja, mari bicarakan di rumah."Sebagai kepala keluarga, Jack menegur tindakan Maya yang dianggap kurang ajar. "Makin lama makin tidak tahu sopan santun."Meskipun tidak sungkan membalas teguran Jack, aku masih memanggilnya dengan sopan. "Ayah lagi menegur aku? Sebentar lagi Ayah lihat sendiri siapa yang tidak tahu sopan santun. Ayah harus melihat dan mendengarkan baik-baik, biar tahu siapa yang perlu diajari tata krama.""Maya, jaga sikapmu!" Harry marah melihat sikapku. Sejak dinikahi Harry, aku tidak pernah berbicara seperti ini kepada anggota Keluarga Sinjaya. Mereka sudah terbiasa dengan sikapku yang lemah lembut.Aku bangkit berdiri.
Raut wajah Harry terlihat masam saat mendengar jawaban Jasmine. Sorotan matanya tampak galak. "Apa lagi yang mau kamu katakan?""Apa yang mau aku katakan? Aku rasa kamu dan Jasmine tahu apa yang ingin kukatakan." Aku membalas tatapan Harry tanpa takut. "Cepat atau lambat, kebusukan kalian bakal ketahuan. Kamu nggak perlu kaget, ini namanya konsekuensi.'Aku tidak menyangka, Jasmine masih berada di tempat saat Taufan membawaku pergi.Giana memahami kode yang aku berikan, dia menatapku sambil bertanya, "Maya, jangan sungkan-sungkan, apakah dia membuatmu marah? Aduh, kamu ini, anak nakal ....""Apa-apaan kamu? Kenapa malah menyalahkan anakmu sendiri?" Jack memarahi istrinya. "Kita belum tahu apa yang terjadi, jangan asal memarahi anakmu. Harusnya kamu di rumah saja, tidak perlu ikut."Aku tersenyum sinis mendengar ucapan Jack. Tampaknya Jack telah dibutakan.Selama ini Jack selalu memanjakan putrinya. Jika Jack tidak memanjakan putrinya, Jasmine tidak mungkin tumbuh sebagai wanita yang so
Suara rekaman terdengar jelas. Rekaman tersebut direkam saat berada di Bar Arandall.Di dalam rekaman, terdengar suara tawa Jasmine yang bergema memenuhi seluruh ruangan. Aku memperhatikan ekspresi Jasmine.Pembicaraan di dalam rekaman tersebut tidak senonoh. Meskipun sudah mengalami secara langsung, aku masih bergidik saat mendengar rekaman ulangnya. Hatiku terasa sakit, aku tak dapat membendung air mata yang mengalir membasahi wajahku."Maya, sialan! Kamu menjebakku? Aku akan menghabisimu!" Jasmine tercengang mendengar isi rekaman yang aku putar.Di saat Jasmine menyerangku, Fanny telah mengambil ancang-ancang, lalu mengadang dan menendangnya. Jasmine terjatuh ke atas sofa, matanya tampak memerah seperti seekor binatang buas. Dia mengambil asbak yang ada di atas meja, lalu melemparkannya ke arahku.Untungnya aku gesit dan segera menghindar. Asbak tersebut jatuh ke lantai dan pecah berserakan.Semua orang di dalam ruangan membelalak. Giana menggelengkan kepala, dia tidak memercayainya