Mereka melanjutkan perjalanan yang masih tinggal setengah lagi. Sesampainya di penginapan, Kiara langsung masuk ke dalam.
Sedangkan Gilang beristirahat di teras penginapan.
Lumayan capek rasanya, menempuh perjalanan selama empat jam lamanya dengan berjalan kaki. Ini merupakan pengalaman pertama bagi Gilang.
Berjalan sejauh itu, dengan banyak tantangan di perjalanan.
Kiara menghampiri Gilang dengan membawa minuman dingin dan aneka kue.
Kiara tersenyum memandang Gilang yang kelelahan setelah melakukan perjalanan yang cukup menyita waktu dan menguras tenaga karena ditempuh dengan berjalan kaki.
“Capek, Lang?” tanya Kiara.
‘Hhmmm,” jawab Gilang menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
“Silahkan diminum, Lang.” Kiara meletakkan minuman dan kue di hadapan Gilang.
“Terima kasih,” ucap Gilang sambil meminum air yang dihidangkan Kiara.
Mereka menikmati makanan dan minuman di
“Yakin nih? Kerjaan kamu gimana?” Kiara mulai mengalah dengan penjelasan Gilang.“Semuanya kan bisa diatur, Kia. Hidup nggak melulu tentang kerjaan, kan? Kadang aku juga jenuh mikirin kerjaan terus, Kia. Aku juga pengen bebas kayak kamu. Sepertinya dengan refreshing bisa membuat kinerja otakku membaik.” Penjelasan Gilang cukup panjang.“Aku bisa begini mumpung lagi bebas. Makanya mau mengunjungi semua tempat,” ujar Kiara.“Setuju!” Senyum Gilang penuh kebahagiaan.“Andai kamu tau gimana sibuknya aku mengurus perusahaan, Kiara,” ucap Gilang dalam hatinya.“Ya sudah. Jangan mikirin kerjaan lagi. Yang penting dinikmati liburannya. Jarang-jarang bisa begini, kan? Mari kita nikmati selagi ada kesempatan,” ujar Kiara penuh semangat.“Terima kasih banyak Kiara. Hadirmu mampu mengalihkan duniaku yang selalu sibuk dengan pekerjaan,” bisik Gilang.
”Jangan ngomong sendiri, Lang,” tegur Kiara.“Hmmm. Aku nggak ngomong apa-apa kok,” jawab Gilang gelagapan. Jangan-jangan Kiara bisa membaca pikiran. Pikir Gilang sendirian.“Berapa jam kesana, Kia?” Gilang mulai mengalihkan pembicaraan dari pada ntar dia sendiri yang terpojok.“Paling lama satu setengah jam, Lang,” jawab Kiara.Sepanjang perjalanan mereka mengobrol tentang banyak hal termasuk hal-hal umum yang mereka lihat disepanjang jalan.Sekedar untuk menghilangkan kebosanan agar tidak jenuh dengan perjalanan jauh yang mereka tempuh.Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam lamanya, mereka pun menginjakkan kaki di Pesisir Selatan.Persisir Selatan merupakan bagian dari daerah Sumatera Barat yang menyimpan berbagai keindahan alam yang sangat menakjubkan.Kebanyakan orang mungkin masih merasa asing dengan daerah satu ini karena letaknya yang tidak terlalu populer di ban
Sepertinya lagu tersebut sudah membawa Kiara pergi jauh menjemput kenangannya di masa lalu.Gilang pun sedikit-sedikit mulai memahami Kiara yang sepertinya memiliki beban berat dimata Gilang.Akan tetapi Gilang hanya diam saja melihat Kiara. Tanpa bertanya sepatah kata pun, karena menurut Gilang mungkin itu adalah privasi Kiara dan Gilang sangat menghargai privasi seseorang.Mungkin nantinya Gilang juga akan mengetahui semuanya jika Kiara percaya padanya.Gilang memperhatikan Kiara, yang sepertinya hanyut dalam lamunannya sendiri tanpa menyadari keberadaan Gilang disisinya.“Setelah ini, kita kemana lagi, Kia?” Gilang berusaha mengembalikan fokus Kiara, agar nyawanya kembali ke dalam raganya.Entah sampai kemana perjalanan angan Kiara.Saat pikirannya melayang jauh entah kemana yang tanpa disadarinya sampai meneteskan bulir bening di pipi mulusnya.“Maaf,” ucap Kiara sambil mengambil tisu yang tersedia d
Kiara memutuskan mandi terlebih dahulu untuk menghilangkan lelah karena aktivitas seharian yang telah mereka lakukan dan perjalanan jauh yang telah ditempuh membuat badan terasa lengket semua.Kiara pun keluar dari kamarnya dengan setelan celana panjang dan baju kaos kebesarannya. Kiara berjalan menuju ruang tamu dimana Gilang sudah duduk menunggunya.“Sudah selesai mandinya?” tanya Gilang.“Sudah, Lang. Sudah lama nunggunya?” senyum Kiara.“Nggak lama kok, baru setengah jam yang lalu,” jawab Gilang sambil tertawa.“Hahah. Maaf, kelamaan ternyata,” ucap Kiara sambil tertawa.“Kita kemana lagi sekarang?” tanya Gilang.“Sekarang nggak kemana-mana lagi, Lang. Kita istirahat saja malam ini. Besok baru jalan-jalan lagi,” jelas Kiara sambil berjalan menuju jendela ruang tamu.“Jalan-jalan kemana besok, Kia?” ucap Gilang.“Tunggu besok saj
“Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, Lang,” ucap Kiara.“Kenapa? Apa ada yang salah?” cecar Gilang.“Nggak ada yang salah, Lang. Ntar kamu malah kecewa,” jawab Kiara pelan.“Berarti ada peluang untuk aku, Kia?” desak Gilang dengan penuh harap.“Lang, bicara soal perasaan tidak segampang membalikkan telapak tangan. Kamu nggak tau gimana aku, siapa aku, gimana sifatku, siapa keluargaku. Yang pada intinya kamu nggak tau keseluruhan tentang aku. Begitu juga sebaliknya, Lang,” ucap Kiara panjang lebar seraya manatap Gilang lekat.“Aku nggak peduli dengan semua itu, Kia. Aku hanya ingin kamu!” tegas Gilang.“Lang, semuanya harus ada proses, bukan? Lagian, yang kamu rasakan hanya perasaan sesaat, Lang. Mungkin hanya rasa kagum atau simpati saja,” jelas Kiara panjang lebar.“Apa rasa ini salah?” tanya Gilang lebih lanjut.“Bukan
“Apaan sih, Lang?” sungut Kiara saat Gilang mulai memegang tangannya dengan erat.“Jangan banyak komentar, Kia. Ikut aku!” tegas Gilang, sambil berjalan memegang tangan Kiara.“See you Mr. Richard,” ucap Kiara sambil menganggukkan kepala, yang di jawab Richard dengan anggukan dan senyuman.“Lihat kedepan, Kia,” kata Gilang.“Kamu kenapa jadi rese kayak gini,” sungut Kiara.“Aku nggak suka kamu kenalan dengannya,” ucap Gilang dengan suara dingin sedingin udara yang berhembus di lembah ini.“Kenapa?” tantang Kiara tak kalah seram.“Nggak ada alasan. Yang penting aku nggak suka. Jangan membantah!” tegas Gilang.“Bilang saja kamu kalah keren dengan Richard. Iya, kan?” Goda Kiara sambil menautkan alisnya.“Jangan jadi nakal, Kia,” sungut Gilang.“Kenalan aja nggak boleh. Gimana mau jadi pasangan
Sementara itu, Gilang yang baru sampai di penginapan Kiara kelimpungan karena gadis itu sudah kembali ke Jakarta.Mendapati Kiara yang sudah membohonginya, Gilang langsung menghubungi nomor Kiara.Terdengar nada sambung di hapenya, akan tetapi tidak ada jawaban.“Apa mungkin sedang di pesawat? Tapi kalau sudah di pesawat pastinya offline kan? Ini masih tersambung.” Monolog Gilang sendirian.Gilang mencoba menghubunginya kembali. Pada panggilan ke tiga baru ada jawaban dari seberang.“Halo, Kia. Kamu dimana sekarang?” pertanyaan Gilang mendapat respon yang sangat mengejutkan dari seberang.“Kia siapa? Mohon maaf Tuan, anda salah sambung,” jawab suara diseberang telpon.“Jangan becanda, Kiara,” ucap Gilang dengan nada tinggi.“Maaf Tuan. Saya bukan Kiara,” jawabnya lagi.“Trus kamu siapa?” tanya Gilang menahan luapan emosinya.“Harusnya sa
“Kamu nilai aja sendiri, Car,” jawab Ara.“Yyyeeeee. Kan aku nggak kenal, Ra,” sungut Carista.“Ntar aku kenalin kalau ketemu,” ucap Ara sambil tertawa lepas.“Kamu emang hobinya ngerjain orang. Kena batunya baru tau rasa,” ucap Carista.“Rasanya aku nggak ngerjain deh, Car.” Ara menjawab dengan wajah polos tanpa rasa bersalah sedikitpun.“Trus ini apa namanya?” kesal Carista.“Kan, dia minta nomor yang bisa dihubungi. Nggak ada salahnya aku berikan nomor kamu. Kan nomor juga. Lagian kamu kan online terus,” jawab Ara.“Aku berikan nomor kamu ya,” ucap Carista dengan senyum menggoda, untuk menyelesaian pertikaian ini.“Terserah,” jawaban singkat Ara sambil menaikkan kedua bahunya.Mendengar jawaban Ara, Carista langsung mengirimkan nomor kontak Ara pada Gilang.Sedetik kemudian handphone Ara langsung berbunyi