Ara membalikkan tubuhnya, tetapi terkejut dan tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya karena dia menabrak tubuh seseorang yang berada tepat di belakangnya hingga dia hampir terjerembab kebelakang jika tangan orang itu tidak menahan dan merangkul tubuhnya.
“Gilang???”
Ara memperbaiki posisi tubuhnya yang hampir terjatuh.
“Kamu kok di sini?” tanya Ara lagi.
“Kamu yang ngapain ada di sini? Cewek kok hobbynya malah berkelahi.”
“Jadi kamu tadi lihat? Sejak kapan kamu disini?”
“Iya. Aku melihat mulai dari awal tau!” jawab Gilang dengan nada yang terdengar kesal.
“Oh, ya sudah,” jawab Ara seraya berjalan meninggalkan Gilang yang menahan emosi.
“Kamu kok hobby banget berkelahi? Ini sudah dua kali aku melihatnya dalam beberapa bulan terakhir,” ujar Gilang dengan keras karena Ara yang sudah mulai menjauh dari tempatnya berdiri.
“Hobby? Enak
Gilang menyibukkan dirinya dengan tumpukan pekerjaan yang harus diselesaikannya segera di tengah rasa rindu yang menyiksa dirinya. Untuk menghubungi Ara saja dia tidak ada waktu. Begitu juga dengan Ara yang tidak pernah lagi menghubungi Gilang, seakan menambah derita bagi Gilang.Seperti hari ini Gilang terlihat sangat fokus dengan pekerjaannya. Disaat dia sedang fokus, ketukan di pintu membuyarkan konsentrasinya. Karina masuk dengan wajah pucat karena takut. Gilang menatap tajam pada Karina yang mengganggu konsentrasinya.“Saya sudah bilang jangan ganggu saya selama 3 jam kedepan, apa kamu enggak mengerti?” bentak Gilang pada Karina dengan tatapan yang hendak membunuh gadis itu, hingga Karina bergidik ngeri.“Ma….maaf pak, sayang tidak bermaksud begitu. Itu ada tamu,” jawab Karina dengan suara bergetar dan tubuh yang gemetar.“Hari ini saya tidak menerima tamu, kamu keluar sekarang!!” jawab Gilang dengan suara m
Ara tampak sibuk di galeri lukisannya. Besok dia harus berangkat ke Paris untuk menghadiri undangan pameran lukisan disana. Beberapa lukisannya juga masuk nominasi disana. Ara mempersiapkan semuanya dengan hati hati. Dia tidak ingin ada kesalahan sedikitpun saat sampai disana nantinya.Drt! Hape Ara berdering.“Halo…,” sahut Ara saat mengangkat teleponnya.“…………..”“Di Galeri, Vin,”“……………..”“Baiklah. Kamu sama siapa?”“…………….”“Oke. Aku tunggu di galeri. Sekalian bawakan makan siang, Vin.”“………..”Ara melanjutkan pekerjaannya setelah menutup sambungan teleponnya dengan Kevin. Kevin dan Carista akan datang untuk membantu berkemas kemas.Satu jam kemudian terdengar suara mobil memasuki hal
“Bagaimana kabar Diana?” tanya Ara saat teringat dengan calon istri Gilang.“Jangan tanya kabar orang lain jika kita sedang berdua. Aku hanya ingin membahas tentang kita bukan tentang Diana.”“Aku pikir kalian sudah menikah,” ucap Ara.“Tinggal dua bulan lagi, Kia. Setelah itu semuanya akan beres dan akan membuat aku lega.”“Semoga berjalan lancar, Lang. Semoga sesuai dengan yang kamu harapkan,” bisik Ara.“Udah deh. Jangan bahas hal itu. Aku jadi mellow kalau membahas hal tersebut,” sahut Gilang.“Kamu mengapa bisa sampai di sini?” tanya Gilang yang penasaran mengapa Ara bisa berada di kota ini.“Ya pastinya sama pesawat lah, Lang. Enggak mungkin juga aku jalan kaki kesini,” ucap Ara seraya tertawa lebar hingga matanya menyipit membentuk bulan sabit.Gilang terpesona memperhatikan Ara. Tawa yang selalu dia rindukan, wajah yang selal
Ara memucat menatap Gilang. Beragam pertanyaan dan rasa khawatir menghantuinya. Semuanya melintas di kepalanya karena tindakan Gilang yang sudah berbaring di atas kasurnya.“Lang….” teriak Ara dengan sangat keras karena kesal dengan kelakuan Gilang.“Aku di sini sayang. Jangan teriak teriak gitu,” goda Gilang.“Keluarlah dari kamar ini, aku mau mandi,” ucap Ara.“Silakan mandi, aku hanya numpang tidur doang kok,” ucap Gilang tanpa rasa bersalah sedikitpun.Ara melangkah dengan kesal menuju kamar mandi. Tetapi, malang baginya karena dia tidak melihat jalan karena kesal. Tubuh Ara oyong karena menabrak kaki Gilang yang diangkatnya secara sengaja. Karena tidak siap, Ara terjatuh tertungkup tepat di atas tubuh Gilang yang sedang tidur di kasur.Dia tidak menyangka bakalan jatuh dengan posisi awkward seperti itu. Ara berusaha menahan tubuhnya agar tidak menempel dengan Gilang.Sedangka
Malam ini, Ara sudah bersiap untuk menghadiri acara penutupan pameran lukisan. Dia akan menghadiri penutupan seorang diri karena dia memang tidak memiliki pasangan yang bisa dibawa kesana. Meskipun undangannya menyarankan untuk hadir dengan pasangan.Setelah penutupan nanti, dia akan berkemas untuk berangkat kembali ke tanah air.Ara berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya di sana. Sebuah gaun dengan warna hijau botol terlihat begitu serasi di tubuhnya. Ara segera melangkah keluar dari kamarnya seraya mengambil handbag yang berada di atas kasur. Handbag yang berwarna merah menyala, sangat cocok dipadukan dengan hijau botol.Selanjutnya dia memasang high heels berwarna merah yang serasi dengan hadbagnya. Ara sangat jarang tampil dengan seperti ini. Biasanya juga hanya memakai flat shoes ke mana mana, atau malah terkadang pakai sneaker doang. Tetapi, karena sekarang adalah acara resmi makanya dia sudah mempersiapkan penampilan dari jauh jauh hari.
“Kamu marah?” tanya Gilang saat mereka sampai di Taman Champs de Mars yang ada di sekitar Menara Eiffel. Dari taman ini, megahnya menara Eiffel dapat terlihat dengan begitu jelas.Ara tidak menjawab pertanyaan Gilang, dia terus berjalan jalan di seputaran taman. Pikirannya menerawang memikirkan hubunganya dengan Gilang. Sangat sulit bagi Ara untuk menghindar dari Gilang.“Sebenarnya mau kamu apa sih?” ucap Ara akhirnya setelah mereka hanya terdiam beberapa saat.“Kita segera menikah,” jawabnya singkat.Ara mendengus kesal mendengar jawaban Gilang. Setiap pembicaraan pasti berujung kesana. Sedangkan mereka telah memiliki pasangan masing masing. Bahkan dua bulan lagi mereka akan menikah dengan pasangan masing masing.“Jangan diamkan aku seperti ini, Kia. Atau kamu perlu bukti dengan semua itu?” sahut Gilang dengan nada yang sudah mulai turun karena melihat Ara yang tidak merespons ucapannya. Gadis itu s
Ara segera mengemasi barang barang bawaannya begitu sampai di hotel. Dia akan check out malam ini juga. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam waktu setempat. Dengan dibantu oleh Gilang, akhirnya dia selesai mengemasi barang bawaannya.Sebenarnya Ara tidak mau ikut dengan Gilang, tetapi karena Gilang yang terus memaksa akhirnya dia mengalah saja.“Sudah semuanya?” tanya Gilang sebelum mereka keluar dari kamar hotel.“Sudah,” jawab Ara seraya melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada barang barang yang tertinggal di sana.Mereka keluar dari hotel setelah proses check out. Gilang mengendarai mobilnya dengan perasaan yang sangat bahagia, akhirnya Ara tunduk juga kepadanya meskipun dengan susah payah.Ara menatap jalanan kota yang dipenuhi oleh kendaraan malam. Suasana kota yang tidak ada sepinya meskipun jam sudah merangkak menuju tengah malam. Kota yang hidup selama 24 jam, kota yang tidak pernah tidur dari aktivitas pengh
Ara memandang suasana kota Prancis di pagi hari. Beberapa orang sudah mulai menjalankan aktivitas mereka. Pikiran Ara menerawang jauh, memikirkan semuanya. Mulai dari kemarin saat bertengkar dengan Gilang, Ara sudah memutuskan untuk menjalani saja semuanya tanpa memikirkan bagaimana akhirnya.Satu jam duduk memperhatikan kota dari ketinggian hotel, Ara berjalan untuk membangunkan Gilang.Dia duduk disamping Gilang yang masih tertidur pulas. Wajah yang sangat tampan dan begitu sempurna, sangat beruntung wanita yang akan menjadi pendampingnya kelak. Apalagi ditambah dengan sepasang lesung pipinya, seakan membuat Ara tidak pernah bosan untuk memandang dan menikmati wajah Gilang.“Sudah puas mandangin aku?” ucap Gilang dengan mata yang masih terpejam.Ara tersenyum mendengar perkataan Gilang “Buruan bangun, katanya mau berangkat pagi pagi. Ini udah lewat pagi paginya,” ucapnya dengan suara tawa yang mulai terdengar.“Ini m