Dua puluh menit kemudian Abhygael keluar dari kamar mandi, dilihatnya Leona sudah tertidur lelap. Ditatapnya isterinya itu, ternyata walau masih menggunakan bintik-bintik hitam di wajah, dia terlihat sangat manis. Betapa besyukurnya Abhygael karena berhasil mencabut gugatan cerainya. Beruntung malam ini dia bisa menguasai dirinya setelah beberapa menit yang lalu sempat tergoda dengan suara dan tubuh isterinya. Jadi dia tak perlu menggunakan sabun seperti yang sering dilakukannya selama ini. Pria tampan ini tersenyum tipis lalu mengambil bad cover yang digunakannya sebagai alas di lantai kamar itu. Biarlah malam ini dia harus melantai, akan tiba saatnya mereka berdua bisa tidur bersama. Keesokan paginya Leona terbangun, saat dia membuka mata tak dilihatnya Abhygael di sampingnya. Dengan sedikit merenggankan ototnya, Leona segara bangun. Kakinya menyentuh sesuatu, dia terkejut. Suaminya tidur dilantai dengan beralaskan bad cover. Leona merasa bersalah, dia ingin membangunkan suaminya a
Setelah melihat Abhygael tertidur lelap, Leona segera keluar dari kamar itu. Dia teringat sesuatu dan kembali lagi ke dalam kamar, dia mencari keranjang pakaian kotor namun tak melihatnya, keningnya mengernyit, bukankah pakaian kotor itu selalu ada disini ?Dengan perlahan Leona turun ke lantai bawah, dilihatnya semua menu sarapan pagi sudah tersedia di meja. Apa-apaan ini, bukankah sudah menjadi tugasnya untuk mencuci dan memasak ?Bibi Sultia memahami kebingungan Leona, "Atas perintah tuan, nyonya tidak diijinkah lagi untuk mencuci dan memasak, semua sudah dilakukan maid.""Tapi mengapa dia tidak memberitahuku ?" protes Leona. Dia segera berbalik naik ke lantai dua.Saat memasuki kamar terdengar erangan dari dalam, Leona buru-buru membuka pintu. Abhygael sedang mengigil kedinginan, obat yang diminumnya tak memberi efek sama sekali, suhu tubuhnya tetap panas namun dia merasa kedinginan. Leona menghampirinya "Kita harus ke Rumah Sakit.""Ti..tidak, aku ingin dirawat di rumah saja. To
Siang itu, Abhygael merebahkan tubuhnya setelah minum obat yang pahitnya bagaikan empedu. Jika bukan Leona, sudah dipastikan Abhygael membuang seluruh obat itu di dalam kloset. Leona di depannya tampak mengawasinya, meski dengan perasaan mendongkol, Abhygael berusaha menutup matanya. Leona tersenyum melihat ulah kekanak-kanakan suaminya ini. Kalau dipikir, dia masih sangat muda dibanding Abhygael, namun kini dia baru menyadari jika ternyata suaminya sangat manja bagaikan anak ingusan. Leona merapikan selimut yang menutupi tubuh Abhygael, saat dia hendak beranjak, Abhygael segera menariknya ke dalam pelukannya. "Apa-apaan ini ? Ingat kau sedang sakit, istrahatlah. Aku akan menemani nenek di ruang keluarga." "Sebentar saja, ijinkan aku memelukmu." "Kau...ahhh," Leona berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Abhygael. Walau dalam keadaan sakit tapi pelukannya sangat kuat, sehingga percuma bagi Leona untuk berontak. "Tolong lepaskan aku, aku janji jika kau sembuh, kau bisa memeluk a
Abhygael menggeliat, dia merasa sangat segar setelah tidur siang. Entah karena janji sang isteri atau karena pengaruh obat. Yang pasti kini dia merasa sudah baikan. Abhygael bergegas kekamar mandi, mengganti kaus dan celana pendeknya yang basah oleh keringat, dan tak lupa menyikat gigi. Teringat sebelumnya jika dia tak melihat Leona maka dia akan berteriak sekencang-kencangnya demi untuk membuat Leona repot, tapi kali ini dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperlakukan Leona bagaikan ratu di rumah ini. Dengan kaus oblong biru kesukaannya dan celana jeans pendek sebatas lutut, Abhygael turun ke lantai dasar. Dia kini merasa benar-benar telah sembuh. Adelia yang sempat mendongak melihat Abhyagel turun perlahan menuruni tangga. Adelia segera berdiri menyambut Abhygael, Leona dan nenek Melinda tertegun melihat tingkahnya. "Tuan Abhy, bukankah anda sedang sakit ? Hati-hati jangan sampai jatuh," Adelia mendekati Abhygael dan hendak mengulurkan tangan untuk membantu pria itu t
Sementara itu, meskipun Leona terus meronta, Abhygael tetap tak menurunkannya, senyum di wajahnya tidak berubah saat mendengar teriakan Leona. Tidak masalah, dia akan menaklukan gadis ini cepat atau lambat. Abhygael membaringkan tubuh Leona di atas kasur, setelah itu diapun berbaring disebelahnya, dia tak memberikan ruang untuk Leona melarikan diri. Abhygael mengulas senyum dan menatap mata Leona. "Apakah kau sudah siap melayaniku hari ini ?"Nada suara Abhyagel terdengar sangat santai, Leona bahkan tak bisa menebak, apakah suaminya ini sedang menggodanya atau bersungguh-sungguh. "Kau sedang sakit, fokus saja pada kesehatanmu" Leona menatap netra pria yang pernah memperlakukannya bagaikan pembantu ini. Dia memberikan saran dengan penuh pertimbangan. "Karena kau baru sembuh dari sakit, jadi sebaiknya kau beristirahat saja, hmm." Alis tebal pria itu tampak berkerut. Dia langsung menolak tanpa ragu. "Tidak !" Kata Abhygael. Suaranya bahkan terdengar sangat arogan tanpa bisa ditolak. "M
Terlihat dari gerakan tubuh pria yang berdiri dengan kaku, menyadarkan Leona jika telepon itu sangat penting. Entah siapa, Leona tak ingin tahu.Leona bergegas ke kamar mandi setelah memungut bra yang teronggok di lantai. Merasa telah rapi, Leona keluar, pemandangan yang dilihatnya nampak dari samping jika pria yang hanya memakai celana bokser itu, sedang tegang. Urat-urat tangannya nampak menonjol menggenggam erat ponsel di telinganya.Tak ingin mengganggu, gadis macan tutul ini bergegas membuka pintu kamar perlahan."Mau kemana kau Leona."Langkahnya terhenti dan segera berbalik. Matanya tak sengaja melihat tonjolan besar di balik celana bokser itu. yang membuatnya jengah dan segera memalingkan wajahnya ke arah lain."Aku akan menyiapkan makan malam," Leona tak berani menatap Abhygael."Tidak perlu, bukankah tugasmu adalah melayani suamimu uhmm...?!" pria setengah telanjang ini menghampiri Leona menariknya ke dalam pelukannya dan segera mengunci pintu. Rupanya Abhygael telah menutup
Karena ini adalah pengalaman pertama bagi Leona, membuat tubuh bagian bawahnya terasa sakit, digesernya tubuh Abhygael perlahan lalu bangun dengan sedikit meringis.Saat dia akan melangkah, suaminya itu terbangun dengan pergerakannya. Tangan nakal Abhygael merengkuh pinggangnya, membuat gadis ini kembali tersipu lalu pelan-pelan berdiri."Mau kemana, berbaringlah, aku masih ingin terus memelukmu," suara serak Abhygael membuatnya berpaling."Aku lapar," hanya itu yang bisa dikatakan Leona karena tak ada alasan yang tepat menepis godaan suami.Abhygael menggeliat, dia segera bangun masih dengan tubuh yang tak terbungkus sehelai benang, menarik tubuh isterinya ke pelukannya sambil berbisik."Aku tahu kau kesulitan berjalan."Sontak saja rona wajah Leona berubah, pelan-pelan gadis ini memungut pakaian yang berserakan. Tanpa menoleh dia menyodorkan kaus dan celana Abhygael."Mengapa kau malu, aku ini suamimu, berbaliklah. Aku telah melihat semuanya, aku akan membantumu memakaikan pakaianmu,
Malam telah berlalu untuk kedua pasangan yang baru saja mereguh cinta dalam kenikmatan tiada tara. Pria itu dengan sabar menuntun isterinya untuk menerima semua pergulatan demi pergulatan panas yang tiada habisnya sampai keduanya mendapatkan pelepasan entah sudah berapa kali,Leona yang bangun lebih dulu dari suaminya, membiasakan langkahnya agar tak terlihat menahan sedikit perih, walau sudah dibiasakan nyaris semalaman namun rasa mengganjal di bawah sana masih sangat terasa.Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi, artinya dia bangun kesiangan. Diapun tak membangunkan suaminya yang nampak tertidur lelap. Leona turun perlahan menuruni tangga satu persatu seakan masih bisa merasakan benda tumpul yang membuatnya terhanyut itu menempel terus di setiap pergerakannya.Saat kakinya menyentuh tangga terakhir, terlihatlah nenek Melinda dan seorang pria paruh baya sedang duduk berbincang di ruang tamu. Pria itu ternyata staf kakeknya dulu yang bernama Benyamin. Mereka pernah bertemu beberapa