"Rekaman suara telah diterima. Korban selanjutnya telah terdeteksi."Dinda dan Fathimah saling berpandangan membaca pesan itu. Wajah keduanya semakin tegang. "Ini maksudnya apa?" tanya Dinda meski ia tahu Fathimah juga tak mengetahui jawabannya. "Mungkin ini salah kirim?" Fathimah balik bertanya.Dinda langsung menunjukkan namanya yang tertulis di kotak. "Ini untukku.""Ini nggak beres, Din. Kamu telepon dr. Andra sekarang!"Dinda mengangguk dan langsung mencari nomor suaminya. "Nomor yang hubungi sedang tidak aktif atau di luar jangkauan." Suara operator terdengar dan Dinda pun mematikan teleponnya."Kenapa?" Dinda menggeleng. "Tidak aktif. Aku akan menelepon Reza aja."Gadis itu kembali membuka kontak dan mencari nomor sang detektif. "Halo, assalamualaikum Din?" Suara Reza terdengar di seberang."Za, aku ada yang nggak beres di rumah aku. Kamu bisa kemari nggak?""Oke, aku ke sana sekarang!" jawab Reza tanpa bertanya apa-apa lagi. Lima belas menit kemudian laki-laki itu telah
Entah kenapa perasaanku sedang tidak enak. Jangan lupa kunci semua pintu."Perkataan Andra barusan membuat tangan Dinda seketika dingin. Gemetaran, ia menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Bingo masih meringkuk di antara kakinya. Seperti ada yang membuat kucing merasa tak nyaman sehingga mencari tempat perlindungan."Bingo, aku akan mengantarmu ke kamar kalo kamu nggak mau makan lagi. Ayuk!" Dinda mengangkat Bingo dan menggendongnya. Dengan jantung yang terus berdetak kencang, ia menuju ke kamar si kucing. Ada bayangan hitam yang mengikuti. Seperti itulah yang ia rasakan saat ini. Berkali-kali ia menoleh ke belakang, namun tak ada siapa-siapa. Begitu masuk ke kamar Bingo, ia langsung menutup dan mengunci pintunya. Lebih aman menunggu di kamar daripada di luar. "Kamu main-main di sini aja ya, Bingo. Aku akan temenin." Dinda menurunkan kucingnya dan menatap mata hewan bernetra abu-abu itu. Ada ketakutan di sana. Jelas Bingo merasakan ada yang sedang tidak beres. Dinda
Bab 102Sebuah mobil pick up melaju dengan kecepatan sedang di jalanan. Di dalamnya duduk Fathimah, di samping kursi seorang laki-laki paruh baya yang telah menolongnya dari asap beracun. Gadis itu menelepon ayahnya kembali, ia harus menanyakan keadaan ibunya dan menceritakan apa yang telah terjadi padanya. "Halo, Papa? Gimana keadaan Mama sekarang?" "Mama udah dibawa ke rumah sakit. Tadi Alex datang dan bantu Papa bawa Mama. Kamu kenapa belum sampai?" "Ada kejadian yang hampir bikin Fatim mati, Pa." "Apa?!""Sopir taksi yang Fatim tumpangi ternyata penjahat, dia bawa Fatim ke arah lain terus di racuni dengan asap. Untung ada yang bantu. Ini Fatim lagi on the way ke rumah sakit.""Astaghfirullah. Oke Papa tunggu di sini," jawab Maksum syok. Tak lama kemudian, mobil pickup yang ditumpangi Fathimah memasuki area rumah sakit. "Terimakasih, Pak. Udah bantu saya sejauh ini," ucapnya sebelum turun. "Iya, Neng, ndak usah sungkan. Itu memang sudah tugas kita sesama manusia. Cepat mas
Reza melihat Alex duduk di kursi pengunjung yang berbaris di dinding luar ruang rawat. Laki-laki itu langsung bangkit dan mempersilahkan sang detektif masuk. Di dalam ruangan, Dinda sedang duduk berbincang dengan Fathimah, sedang Andra berdiri mendengarkan. "Assalamualaikum," ucapnya. "Wa'alaikumsalam," jawab ketiga orang di sana. "IPDA Reza, silahkan masuk," sambut Fathimah. Reza tersenyum dan menghampiri. Kemudian menyerahkan buket bunga carnation yang dibawanya. "Semoga cepat pulih kembali," ucapnya."Terimakasih." "Apa racun itu banyak terhirup?" "Ya, saya nyaris pingsan. Tapi untungnya ada orang yang menolong."Reza mengangguk-angguk. Matanya kemudian melirik sekilas pada Andra."Kami sudah menemukan taksinya.""Alhamdulillah, cepat sekali," puji Fathimah. "Ya, Alhamdulillah. Dan ternyata taksi itu dibajak seseorang.""Dibajak? Jadi yang ingin meracuniku itu bukan sopir taksi beneran?" "Bukan. Memang ada orang yang ingin merebut taksi yang akan menjemputmu."Fathimah te
Dinda menatap laki-laki berkumis yang tiba-tiba masuk dan mengecam suaminya itu, dengan tatapan kesal. Persis seperti komisaris korup dalam film India, atasan Reza itu benar-benar bermuka dua. Beberapa hari yang lalu Andra sempat cerita bahwa sang komisaris berterimakasih padanya karena telah membantu menangkap Jamal. Laki-laki bermata kecil itu juga meminta maaf karena pernah menuduh Andra sebagai pelaku pembunuhan dan juga pernah ingin mempidanakannya saat kasus dengan Dahlan dahulu. Dada Dinda serasa bergemuruh mengingat semuanya.Sekarang, pria itu kembali ingin menjerat suaminya dan menuduhnya memberi kesaksian palsu. "Saya tidak berbohong, Suami saya memang langsung pulang sore itu.""Baiklah kalau Anda bersikeras seperti itu. Saya cuma mau nanya, apa Anda punya buktinya?"Dinda terdiam dengan sejuta rasa marah yang tak bisa ia ungkapkan. Sementara itu di luar ruangan, Alex dan Fathimah sedang duduk menunggu dengan raut cemas. "Alex, semua ini salahku. Coba saja aku tak ter
"Apa kita pindah ke rumah dinas saja dulu? Sampai kasus ini selesai," tawar Andra. Ia melihat Dinda mulai tidak nyaman dan was-was setiap saat, setelah munculnya pemilik Bingo di rumah baru mereka itu.Meski enggan untuk meninggalkan rumah impiannya bersama Andra, namun Dinda merasa tawaran sang suami lebih tepat untuk saat ini. Rumah dinas berada di tengah kota, dan jarak rumah dengan tetangga juga tak jauh. Akhirnya, setelah berbenah mereka berangkat ke rumah dinas. Rumah dimana keduanya saling mengenal hingga saling mencintai dan bermadu kasih. Tiba di sana, bibir Dinda seketika tersenyum. Banyak kenangan manis yang telah terpatri di rumah itu."Kamu senang?" Andra ikut tersenyum dan merangkul pundak istrinya hangat.Dinda mengangguk, kemudian melangkah masuk bersama dalam rangkulan lelaki itu.Andra benar-benar memperhatikan dan memanjakannya. Laki-laki itu juga mengajaknya bersantai sore, membuatkannya teh dan menikmati senja di kursi taman seperti biasa. "Padahal harusnya Di
"Kalau dalam kasus pembunuhan itu si pelaku sengaja mencari orang-orang yang hendak bunuh diri, kita bisa menjebaknya dengan memberi umpan seseorang yang akan berpura-pura bunuh diri. Dan lebih baik, orang itu memiliki hubungan dengan Anda atau istri Anda, Pak Andra," usul Guntur, sang detektif swasta.Andra mengangguk-angguk. "Aku tau siapa yang bisa berperan menjadi umpan," sahutnya. *Andra berdiri di hadapan sebuah ruko dengan tangan di dalam saku celananya. Bibirnya tersenyum menatap teras toko dimana ia dan seorang gadis baik hati bertemu. Kala itu ia hanya menganggap gadis berwajah ayu itu sebagai kelinci percobaan.Namun siapa sangka, kelinci percobaannya malah menjadi kelinci manis yang ia cintai. Bahkan berhasil mengubah jati dirinya.Klik. Pintu kaca toko terbuka. Seorang laki-laki paruh baya yang tak lain adalah Amir muncul dari dalam dan tampak tersentak kaget melihat Andra yang berdiri di depan tokonya. "N-nak Andra?" sebutnya terbata. "Ya. Ini saya."Amir buru-bur
Bab 107Tiba-tiba, Amir muncul dan menghadang jalan Andra. Laki-laki paruh baya itu kemudian berlutut dengan wajah memelas, membuat orang-orang di sekitar langsung memperhatikan. "Nak Andra, tolong kasihanilah kami, jangan tuntut kami. Nak Andra boleh mengambil toko baru itu, Kami akan menyerahkan sertifikatnya juga."Andra menghela napas. "Aku hanya ingin toko buku milik istriku kembali seperti semula. Aku tidak butuh toko lain!" tegasnya. Amir melirik cemas, meski telah membantu bersandiwara seperti ini ternyata suami dari keponakannya itu tetap tak mau memberi keringanan. "Tapi itu tak mungkin bisa, Nak! Orang itu telah mendapatkan tokonya dengan harga murah, tidak mungkin mau mengembalikannya lagi."Andra menatap tak sabar. Bisa-bisanya Amir mengambil kesempatan untuk bernegosiasi dengannya di tengah sandiwara yang telah ia atur. Ia hanya ingin Amir mengatakan bahwa Yani hendak bunuh diri, untuk memancing si pembunuh. "Kalian bisa membelinya kembali dengan harga yang lebih