Yudha segera membawa Anita ke rumah sakit swasta kenalannya. Wanita berhijab itu kembali pingsan dalam perjalanan ke rumah sakit.“Sabar, sabar Anita. Aku akan menyelamatkanmu,” ujar Yudha seraya menoleh melihat ke arah Anita.***Sesampainya di rumah sakit, Anita segera ditangani oleh Dokter ahli. Karena sebelumnya Yudha sudah menghubungi temannya terlebih dahulu.“Pras tolong, tolong selamatkan dia, aku mohon,” pinta Yudha dengan panik.Pras memegang bahu Yudha mencoba menenangkan pria baik itu. “Tarik napas, buang secara perlahan. Tarik napas lagi, buang lagi secara perlahan. Tenang, mari kita bicara dengan tenang,” tuntun Pras.Yudha melakukan apa yang dikatakan oleh temannya itu. Perlahan napasnya mulai kembali teratur dan ia pun mulai tenang. Kemudian Yudha melihat ke arah temannya.“Kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Pras. Yudha pun mengangguk.“Ayo kita duduk dulu, lalu kamu ceritain apa yang terjadi, wanita itu kenapa, apa yang terjadi padanya dan siapa dia?” tanya Pras.“P
Tidak terima dengan serangan bertubi-tubi yang diberikan padanya, Yudha pun membalas pukulan itu pada Malik berkali lipat dari yang ia dapatkan. Untung saja saat kejadian itu, para pelanggan sudah tidak ada. Manager cafe segera menutup cafe agar tidak ada yang melihat apa yang sedang terjadi di dalam.Beberapa pegawai cafe segera mendekati mereka dan mencoba memisahkan mereka berdua. Tapi karena keduanya sama-sama sedang dilanda emosi, cukup sulit bagi mereka untuk dipisahkan. Sampai-sampai ada pegawai yang terdorong dan terbentur di dinding cafe.“Sudah, berhentilah Pak Malik,” pekik manager cafe seraya terus memisahkan mereka berdua.Setelah beberapa saat, baik tenaga Malik maupun Yudha sudah terkuras habis. Mereka berdua pun terduduk secara terpisah. Pegawai dengan sigap segera duduk di tengah-tengah mereka agar tidak terjadi perkelahian yang kedua.“Ambilkan handuk dan es!” titah manager cafe pada salah satu waiters.Waiters itu segera melaksanakan apa yang diperintahkan dan membe
“Maafkan aku,” ucap Malik terdengar kembali di telinga wanita itu. Air mata mengalir membasahi mimpinya. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia tidak tahu apakah Malik benar-benar tulus meminta maaf atau karena suaminya itu khawatir bahwa ia akan mengadukannya pada seluruh keluarga atas apa yang telah terjadi.Di saat yang sama, Yudha masuk ke dalam ruangan dan melihat Anita yang menangis. Ia segera menarik kerah baju Malik kemudian memelototinya. “Kamu ini ya Malik, benar-benar ingin dihajar lagi ya,” geram Yudha.Mendengar kata dihajar lagi, wanita yang sedang terbaring lemas di atas kasur melihat ke arah dua pria tampan itu. Ia pun dapat melihat wajah keduanya penuh dengan luka lebam, bahkan ada darah kering di ujung bibir kiri suaminya. “Apa yang sudah terjadi?” tanya wanita itu.Malik dan Yudha melihat ke arahnya bersamaan, masing-masing dari mereka menyentuh bagian tubuh mereka yang terluka berusaha menyembunyikannya dari Anita. Tapi tentu saja itu sudah terla
Suster yang mengobati Malik tadi memperhatikannya yang kebingungan. Suster itu kemudian mengetikkan sesuatu di ponselnya dan menunjukkannya pada Malik.[Tidak apa-apa berbohong jika memang itu untuk kebaikan agar Mamanya tidak syok kalau anaknya sedang dioperasi]Malik melihat tulisan itu dan membacanya, ia pun terdiam sejenak untuk berpikir sebelum menjawab Mama Anita itu.“Iya Ma, Mama tidak perlu khawatir. Aku akan menjaganya,” jawab Malik akhirnya dalam panggilan telepon itu.“Alhamdulillah kalau semuanya baik-baik aja. Maaf Mama ganggu, assalamualaikum.”“Iya Ma, nggak kok. Waalaikumusalam.” Lalu panggilan telepon terputus.Malik melihat ke arah suster yang terlihat sudah paruh baya itu dan tersenyum. Tidak lama setelah itu keluar Dokter dari ruangan operasi. “Siapa wali pasien ini?” tanya Dokter itu.“Saya Dok, saya suaminya” jawab Malik kemudian mendekat pada Dokter itu.“Baiklah, operasinya lan
Hari dimana wanita berhijab itu untuk pulang semakin dekat. Tinggal sedikit lagi kakinya sudah bisa ia tekuk. Dan untuk berjalan ia sudah berjalan dengan cukup lancar.Malik benar-benar membantunya selama ini, tidak ada amarah atau apapun hal-hal yang berbau kekerasan terjadi padanya. Suaminya itu cukup lembut dan telaten dalam merawatnya selama hampir setengah bulan ini.Kini wanita itu sedang duduk dan menikmati makan siangnya. Dan Malik duduk di sampingnya dan sibuk melihat ke arah laptopnya.“Em, Kak.” Wanita itu hendak memulai pembicaraan. Malik berhenti sejenak dari pekerjaannya dan melihat ke arah istrinya.“Apa Mama nggak datang nemuin kita?” tanya Anita.Malik menghela napas dan kini ia benar-benar berhenti dari pekerjaannya tadi dengan menutup laptopnya. Ada sedikit rasa khawatir di hati wanita itu saat ini menunggu jawaban dari suaminya itu.“Aku rasa ini waktu yang tepat untuk bilang ke kamu, kondisi kamu juga sudah mulai membaik dan akan segera dipulangkan,” jawabnya. “Ak
Beberapa bulan kemudian. Anita kini sudah bisa pulang. Kakinya sudah bisa menekuk dan ia juga sudah bisa berjalan lancar. Ia sekilas tidak terlihat seperti pernah mengalami patah kaki dua kali.Tapi memang sungguh perjuangan yang sangat panjang bagi wanita itu untuk menahan rasa sakit. Dan kesabarannya itu pun berbuah manis untuknya. Walaupun tetap saja suaminya kini kembali seperti semula.“Apalagi yang kamu pikirkan? Ayo masuk,” cetus Malik dengan nada yang menjengkelkan.“Iya Kak,” jawab Anita.Begitu mereka berdua masuk ke dalam rumah, wanita itu terkejut karena ia melihat seorang wanita yang sudah cukup tua berada di sana dan menyambut kedatangan mereka. Wanita tua itu mengambil barang bawaan Malik dan Anita. Tapi Anita menolak khawatir wanita tua itu akan kesulitan.“Nyonya biarkan aku yang bawa, aku memang terlihat seperti sudah tua. Tapi aku ini masih 55 tahun dan masih sanggup,” ucap wanita tua itu.“Cepet kasih aja ke dia, dia Bi Minah pembantu kita mulai sekarang. Kamu baru
Wanita cantik itu melihat senyum puas di wajah suaminya. Ketika suaminya lengah ia mengambil kertas yang telah ia tanda tangani tadi. Ia merobek kertas itu kecil-kecil di depan Malik. Lalu ia bangun dari duduknya dan menuju kotak sampah aluminium yang ada di dekat dapur dan membakar kertas itu.Malik yang awalnya terdiam dan tercengang mendekat pada Anita dan menjambak rambut istrinya. Sorot matanya menunjukkan betapa marahnya dia pada apa yang baru saja wanita itu lakukan. Wanita itu menahan rasa sakit di kepalanya. Ia terus mencoba melepaskan diri dari cengkraman Malik. Tapi tentu saja perbandingan kekuatan mereka sungguh jauh berbeda.“Kak lepaskan aku,” pekiknya.“Lepaskan katamu? Lepaskan? Ini hukuman untukmu karena telah menentang kesepakatan yang aku buat,” jawab Malik.“Karena yang Kakak tulis itu sungguh tidak masuk akal,” sargah wanita itu.“Dengarkan aku ya wanita naif, apa kamu pikir karena kamu sudah kembali normal
Pagi hari telah tiba, kedua sepasang suami istri itu sedang duduk dan menikmati sarapan yang telah dihidangkan Bi Minah. Mereka duduk berjauhan dan tidak saling bicara satu sama lain.Mata sembab wanita itu terlihat jelas, wajahnya juga terlihat bengkak. Malik melihat sekilas ke arah istrinya yang dengan tenang menikmati sarapan dengan kondisi wajah yang seperti itu. Tapi anehnya itu terlihat sangat menggemaskan dan wajahnya wanita itu kini terlihat bersinar di matanya.‘Apa ini? Kenapa aku?’ batinnya. Lalu kembali melihat ke arah istrinya dan masih melihat Anita sama seperti sebelumnya. ‘Oh, apa aku sakit? … Em aku tau ini pasti karena aku ngerasa nggak enak sama Anita. Kan aku orangnya nggak enakan,’ benaknya lagi.Setelah beberapa saat, wanita itu telah selesai sarapan. Wanita itu melihat ke arah suaminya yang masih makan dan ia pun meminum susu yang juga disajikan secara perlahan seraya melihat ponselnya sampai Malik juga selesai makan.Lalu s