Setelah pergi meninggalkan rumah Ruslan, Malik pertama-tama bergegas menuju rumah sakit. Di ingin mencari tahu lebih detail apa yang dilakukan Anita pada hari itu.Di tengah jalan, ban mobil malik tiba-tiba saja pecah. Karena ia tidak membawa ban ganti, ia harus menghubungi jasa service langganannya agar datang ke lokasinya sekarang.Seraya menunggu pria tampan itu duduk di tepi jalan yang rindang. Ia menatap ke arah langit yang mulai mendung. Matahari pun sudah sepenuhnya bersembunyi di balik awan-awan yang gelap itu.“Haaah, hari-hari ku mulai sulit karena hal yang absurd sekarang. Apa ini balasan untukku karena telah bersikap kasar pada Anita. Kalau diingat-ingat lagi, aku yang tanpa sengaja membuat Anita terjatuh di kamar mandi hingga kakinya patah lagi, itu sangatlah kejam dan tidak manusiawi,” ungkap Malik pada dirinya sendiri.Seekor kupu-kupu tiba-tiba hinggap di bahunya yang kekar. Malik melihat kupu-kupu berwarna biru itu dengan tenang.“Apakah kamu datang ingin menenangkank
Saling bertautan lah kedua bibir suami istri itu di ruang keluarga. Sulit bagi Anita mengimbangi permainan suaminya karena ia baru pertama kali melakukan hal itu. Beberapa kali Anita melepaskan diri dari Malik untuk mengambil napas. Tapi kemudian Malik kembali menariknya hingga mereka tanpa sengaja terjatuh ke atas sofa. Semakin liarlah Malik menjarah tubuh istrinya di atas sofa itu. “Kak, jangan lakukan di sini, nanti ada yang liat kayak mana?” cemas wanita itu.Tapi Malik tidak menggubris perkataan istrinya. Karena Malik sudah mengunci pintu rumah, dan Bi Minah juga tadi sore izin pulang untuk menemui Imah.Anita tidak tahu harus berbuat apa. Ia pun hanya diam dan membiarkan Malik melakukan apa yang pria itu inginkan.Akan tetapi, sejak awal rasa menggelitik di perutnya kini menjalar keseluruh tubuhnya. Ia tidak mengerti rasa yang ia rasakan itu, tapi ia menikmatinya. Suara yang sedari tadi ia tahan pun keluar begitu tangan kekar suaminya menyentuh bagian sensitif tubuhnya.Seketik
Malik tiba di cabang baru cafenya. Di sana telah ramai orang yang datang menunggunya. Karena Malik yang akan memotong pita pembukaan cabang cafe itu. Para calon pelanggan juga sudah banyak yang datang di depan cafe menunggu pembukaan dan mendapatkan kopi dan kue gratis.Eris segera membukakan pintu mobil Malik begitu pria tampan itu memarkirkan mobilnya.“Ayo Pak, akan saya pandu ke tempat pemotongan pita,” ucap Eris.“Maafkan aku Eris, aku ada kerjaan tadi sebelum kesini.”“Iya Pak, sebaiknya kita cepat melakukan pemotongan pita. Matahari semakin terik, kasihan orang-orang yang menunggu.”Lalu mereka berdua pun bergegas dengan mempercepat langkah kaki mereka. Dan begitu mereka tiba di tempat yang dituju tepuk tangan dan sorakan terdengar dari para pelanggan. Mereka mengucapkan selamat dan doa agar cafe yang baru buka itu sukses.Pria tampan itu tersenyum seraya mengucapkan banyak terima kasih. Lalu ia pun segera memotong pita dan meresmikan pembukaan cabang cafenya. Lagi-lagi tepuk t
“Sudah sayang, jangan kamu pikirkan apa yang baru saja terjadi. Apa kamu sudah shalat Dzuhur?” Malik mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.Dan untung saja istrinya segera menenangkan dirinya begitu Malik bertanya soal shalat. Begitu Anita merasa lebih baik, wanita itu pun berdiri dengan masih dibantu oleh suaminya.“Nggak apa-apa, kita bisa pelan-pelan,” ucap Malik agar istrinya bisa merasa lebih tenang.Karena langkah kaki istrinya terasa sangat berat, Malik pun menggendongnya. Wanita itu juga hanya diam saja begitu pria itu menggendongnya karena ia memang merasa sangat lelah dan kehabisan tenaga.“Apa kamu bisa mengambil wudhu?” tanya Malik begitu istrinya baru saja hendak masuk ke kamar mandi.“In Sya Allah bisa Kak,” jawab Anita dan hendak menutup pintu kamar mandi.“Nggak usah ditutup,” cegah Malik.“Tapi aku mau mandi Kak.”“Kenapa harus mandi? Ambil wudhu aja.”“Aku kotor dari berkebun tadi Kak, aku juga tadi menggunakan pupuk kandang,” jawab Anita lirih.“Ya walaupun kamu mau
Hari ini Linda Mama dari Malik hendak datang ke cabang baru cafe putranya itu. Anaknya itu memang tidak mengundangnya, karena ia dua hari yang lalu masih di Hongkong untuk urusan bisnis. Dan hari ini ia memutuskan untuk memberikan kejutan untuk Malik di hari pembukaan cafe.Dari kejauhan sebelum ia tiba di cafe, mertua Anita itu sudah bisa melihat betapa ramainya cafe. Senyuman bangga terlukiskan di wajah cantiknya yang mulai menua.“Pak, berhenti di depan aja,” titah Linda pada Pak Mamat sopirnya.“Iya Bu.”“Nanti kamu carilah apa yang hendak kamu cari tadi. Aku akan berada di cafe untuk beberapa waktu. Kalau aku aku mau keluar aku bisa minta antar karyawan Malik nanti.”“Baik Bu.”Setelah Mamat berhenti di depan cafe, Linda turun dan berjalan menuju cafe. Sedangkan Mamat pergi meninggalkan cafe dan Linda di sana.Eris manager cafe melihat Linda yang datang. Karena ia sebelumnya sudah pernah bertemu dengan mertua Anita itu, ia pun mengenalnya dan segera menghampirinya.“Ibu!” sapa Er
Dua hari telah berlalu sejak kejadian tragis di rumah Malik. Linda juga sudah merawat Anita dengan baik agar bisa mengurangi trauma. Dan hari ini Linda harus pulang karena ada urusan penting.Anita mengantarkan Linda berjalan keluar rumah. “Terima kasih ya Mama sudah mau menemani aku beberapa hari ini Ma,” ucap Anita.“Kenapa berterima kasih sayang, kamu kan sekarang menantu Mama. Dan akan menjadi kesalahan bagi Mama jika membiarkan kamu. Kamu juga sudah Mama anggap anak sendiri.” Anita pun tersenyum dan memeluk Mama mertuanya itu.“Kamu beneran nggak mau kasih tau Fatimah dan Khalid?” tanya Linda.“Ani rasa jangan deh Ma, nanti akan menjadi beban pikiran Mama Papa aja nanti.”“Iya juga sih Nak. Mama cuma khawatir nanti mereka merasa bagaimana kalau nggak dikasih tau.”“Nggak apa-apa Ma, nanti kalau misalnya Mama Fatimah sama Papa Khalid bertanya baru Ani cerita sama mereka. Lagi pula Mama sama Papa lagi sibuk ngurusin Kak Mizwar urusan bisnis Kakak.”Linda mengangguk seraya mengelus
Anita tidak tahu harus bagaimana setelah ia mengetahui bahwa Malik kini sudah tau kebenarannya. Wanita itu kini hanya bisa menunduk karena sangat bingung. Lalu air matanya mulai mengalir tanpa ia sadari. Ia pun tidak tahu bagaimana bisa air mata itu terjatuh, karena perasaannya kini bercampur aduk.Malik menyadari bahwa istrinya menangis. Ia pun segera berdiri kemudian duduk berlutut agar bisa menghapus air mata Anita. “Kenapa kamu nangis? Apakah perkataanku tadi telah menyakitimu?” tanyanya.“Bangun Kak, kenapa Kakak bertulut seperti itu,” pinta Anita seraya mencoba membangunkan Malik.“Kalau aku tidak berlutut, lalu bagaimana caraku menghapus air matamu yang mulai mengalir?”Anita diam saja tidak menjawab apapun.“Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu menduga bahwa anak yang dikandung Lusi adalah anakku?” tanya Malik. Anita yang menunduk kini melihat ke arah suaminya dengan tatapan sendu.Malik menghapus kembali air mata istrinya yang terus saja mengalir. “Katakan sesuatu, agar aku
“Tuan pasti baik-baik aja Nyonya, Nyonya berhentilah menangis.”Bi Minah mencoba menenangkan Anita yang terus saja menangis. Malik belum juga sadar walaupun sudah dibawa ke rumah sakit. “Nyonya, Nyonya harus tegar. Entah apa yang akan Nyonya hadapi kedepannya nanti. Kalau Nyonya lemah gimana jadinya nanti rumah tangga Nyonya.”Mendengar nasihat Bi Minah seketika isak tangis Anita berhenti. “Benar, apa yang Bibi katakan itu benar. Entah masalah apalagi yang akan terjadi kedepannya. Tidak tau apakah itu berat atau tidak nantinya.”“Gitu dong Nya, harus tegar dan kuat.”Anita memeluk Bi Minah, “Terima kasih ya Bi.”“Iya Nyonya sama-sama.” Bi Minah tersenyum lalu membalas pelukan Anita.Beberapa saat kemudian polisi datang ke rumah sakit untuk mendapatkan keterangan dari Anita soal insiden yang terjadi pada Malik. “Ibu Anita?” “Iya Pak.”“Mari ikut kami sebentar!” ajak beberapa polisi itu.