Setelah 48 jam di rumah sakit pasca melahirkan, Sinta dan bayinya sudah diperbolehkan pulang. Bertambah lagi anggota keluarga di tengah-tengah keluarga kecil Devano dan Sinta. Kini suasana rumah lebih ramai dengan hadirnya suara tangisan bayi setiap harinya. Devano pun turut andil karena predikat suami dan papa siaga memang pantas disematkan kepadanya. Di tengah malam meski terkantuk-kantuk ia dengan suka rela mengganti popok si bayi begitu pula Sinta yang sudah bertekad untuk memberikan ASI eksklusif untuk sang buah hati meski sedang tertidur lelap dengan sabar dibangunkan untuk disusui. Benar-benar pengalaman baru yang membutuhkan tenaga ekstra, ketelatenan dan juga kasih sayang.
Dengan kelahiran sang buah hati membuat perasaan sayang Devano kepada Sinta kian bertambah di mana ia melihat dengan jelas perjuangan sang istri untuk bisa melahirkan secara normal itu tidak mudah, butuh pengorbanan besar dan juga mempertaruhkan nyawa. Rasa sayangnya
Dengar lagu judulnya anak alay....give bintang 5 dan vote ya say! Thank U ❤️💜💚
“Iya Bu semua furniture di rumah ini baru semua tapi tidak ada yang beli alias gratis, semua ini merupakan hadiah dari sahabat karib saya karena beliau memiliki perusahaan di bidang furniture!” ungkap Devano“Wah! ya pantas saja kalau gratis Pak, lawong yang punya perusahaan furniture adalah sahabatnya Pak Vano, lah kalau kita? siapa kita ya?” sahut Bu Ila.“Hehehe Bu Ila bisa saja!” tutur Devano sambil tertawa.“Pak! apa kami boleh lihat-lihat ke halaman belakang yang ada kolam renangnya itu kan?” tanya Bu Ila“Oh boleh! mau berenang di situ juga boleh kok!” celetuk Devano.“Ah kami tidak bisa berenang atu Pak!” jawab Bu Eni.“Tidak masalah juga itu Bu, karena kami juga menyediakan pelampung bagi yang tidak bisa berenang!” usul Devano.“Tidak..tidak…tidak…terima kasih banyak Pak!” tolak Bu Eni keta
Hari ini Devano mengajak istri dan putranya untuk berlibur ke tempat yang masih tetap di wilayah jawa barat yaitu Pantai Sindangkerta, yang mana lokasinya berada di Cipatujuh-Tasikmalaya. Kenapa Devano memilih pantai Sindangkerta dari sekian banyak pantai yang berada di wilayah jawa barat karena pantai yang mereka kunjungi kali ini sangat bersih dan tak jauh dari sana terdapat resort favorit Devano karena selain memiliki berbagai fasilitas yang lengkap. Resort tersebut sangat nyaman jika membawa anak kecil. Sebenarnya tujuan awal Devano hendak membawa keluarga kecilnya berlibur ke luar negeri atau bisa juga ke luar kota yang jauh dari kota Bandung, namun Sinta menolak untuk pergi jauh dari rumah karena selain nantinya akan menempuh perjalanan panjang yang akan menghabiskan waktu dan tenaga namun juga Bagi Sinta banyak pantai di wilayah jawa barat yang belum ia kunjungi dan panoramanya tak kalah indah dibanding pantai di kota lain atau di negeri seberang
Devano dan juga keluarga kecilnya beberapa hari yang lalu berlibur ke pantai selama 2 hari setelah itu mereka kembali pulang ke rumah. Sesampainya di rumah setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh mereka mencuci muka serta membersihkan diri untuk kemudian beristirahat. Kemudian keesokan hari seperti biasa Sinta memasak untuk sarapan pagi. Untuk Azka ia buatkan sayur sop wortel dan juga daging sapi kesukaannya sedangkan untuk suaminya ia buatkan chicken oregano. Di sertai dengan beberapa kudapan dan juga buah segar yang ia sajikan di atas meja makan. Setelah selesai disajikan semua Sinta pun memanggil suaminya yang tengah berada di ruang kerja. “Sayang sarapan dulu yuk! semuanya sudah siap!” ajak Sinta. “Oke sayang duluan saja dulu ya, sebentar lagi aku menyusul!” jawab Devano. “Oke jangan lama-lama ya! kalau gitu Mama panggil putra kita dulu buat sarapan juga!” “Oke!” Saat itu Azka sedang bermain di halaman b
Suara adzan subuh terdengar di indra pendengaran Sinta membuatnya terbangun dari tidurnya yang pulas. Saat itu menunjukkan pukul 04.30 WIB, ia pun bergegas untuk bangun dari tempat tidur. Teringat jelas kemarin suaminya bilang akan pulang tadi malam. Ia pun pergi ke ruang tengah namun terlihat sepi, kemudian bergeser pergi ke posisi ruang tamu masih tetap sama seperti saat ia tadi malam terakhir kali menutupnya. Kemudian ia pun berpindah memeriksa kamar sebelah, tempat di mana suaminya biasanya berbaring serta bersantai namun hasilnya juga sama tidak ada siapa-siapa di sana. Tanpa banyak berpikir ia pun memeriksa handphonenya sama sekali tak ada panggilan masuk setelah kemarin siang suaminya menelpon dirinya. Perasaan Sinta mulai khawatir lalu dicobanya untuk menghubungi suaminya ternyata HP nya tidak aktif. Tak ingin larut dalam perasaan khawatir yang kian mendera Sinta segera mandi, wudhu setelah itu sholat subuh. Entah ia sama sekali sedari bangun ti
8 hari sudah suami tercinta pergi meninggalkan dirinya dan putra tercinta untuk selamanya. Rasanya baru kemarin ia bersama sang suami sedang bersama, saling bersua, bercanda dan bercumbu mesra. Kenangan indah bersamanya tetap terpatri sampai kapanpun jua dalam jiwanya. Wajahnya yang tampan, senyumnya yang ramah, tatapannya yang meneduhkan hati, tuturnya yang hangat serta perilakunya yang bersahaja semua begitu melekat indah di relung hati. Bagaimana Sinta bisa melupakan semuanya? betapa banyak kenangan indah yang telah ia tinggalkan untuknya, rasanya mustahil jika semuanya sirna begitu saja tanpa jejak, tanpa bayangan dan tanpa berbekas. Andai ia menyadari firasat itu, firasat terakhir yang ia rasakan sebelum kepergiannya. Karena malam itu sebelum suaminya pergi dan takkan pernah kembali lagi untuk selama-lamanya Sinta merasakan sebuah perasaan yang tidak nyaman. Saat itu perasaannya seperti merasakan galau yang tiba tiba-tiba dan juga putranya
Saat itu Sinta sedang duduk-duduk di sebuah taman kota untuk menemani sang putra yang sedang bermain ayunan. Terlihat begitu riangnya sang putra yang sedang bermain tersebut sambil sesekali mencondongkan tubuhnya sendiri agar ayunan yang ia duduki terus bergerak. Sambil menemani sang putra yang sedang bermain kedua netra coklat terang nan indah itu berjalan-jalan memandangi taman bunga yang adiwarna. Nyaman rasanya berada di tengah-tengah taman yang ditumbuhi oleh rumput yang menghijau dan juga aneka jenis bunga yang berwarna-warni, tumbuh pula yang membuat taman kota begitu sejuk nan asri yaitu tumbuhnya pohon-pohon besar nan rindang yang sudah berumur ratusan tahun. Saat Sinta tengah memegang sebuah bunga mawar berwarna merah tiba-tiba ada yang menepuk bahunya, tentu saja dalam seketika ia menoleh. Betapa terkejutnya dia ternyata sosok tampan nan rupawan yang selama ini begitu ia rindukan kini benar-benar ada di hadapannya. Sontak Sinta begitu
Sinta begitu asyik menonton acara talk show di sebuah stasiun televisi yang ditayangkan secara live sambil ngemil keripik tempe kesukaannya. Sudah 15 menit sudah ia menonton acara tersebut tanpa beranjak sama sekali dari atas sofa yang ia duduki di ruang tengah, beberapa saat kemudian Azka ikut bergabung duduk di sofa untuk duduk di sampingnya. “Mama!” panggil Azka “Iya sayang!” sahut Sinta. “Tadi di cekolah Aka ketemu Om Ganteng!” pamer Azka kepada Mamanya. “Om ganteng? siapa itu sayang?” tanya Sinta. “Om yang pelnah ke cini caat Mama gak mau banyun, Mama di kamal teyus nangis gak mau belhenti!” ungkap Azka. “Oh ya? apa benar itu?” tanya Sinta. “Iya benel!” jawab Azka yakin. Tiba-tiba terdengar sebuah truk berhenti di seberang jalan, Sinta mengecilkan volume televisinya. Melihat apa yang terjadi dari balik tirai jendela ternyata sebuah truk kontainer sedang menurunkan barang-barang yang se
Suara tangisan Azka yang begitu kencang terdengar hingga di dapur tempat Sinta berada, dengan segera Sinta berlari ke halaman rumah namun ia tidak menemukan keberadaan putranya di tempat yang baru saja ia lihat. Curiga dengan pintu gerbang yang kini sedang terbuka membuatnya semakin mempercepat lagi laju larinya ke luar rumah, saat ia tiba di sana terlihat dari jarak beberapa meter darinya nampak kerumunan orang yang berada di tengah jalan raya persis sekali dengan asal suara tangisan putra semata wayangnya. Jantungnya semakin berdetak kencang tak mampu membayangkan jika suatu hal terjadi kepada putranya tersebut. Kakinya kian terasa lemas nafasnya tak beraturan, rasa takut kian menghantuinya pada saat ini. Sinta semakin mempercepat pace larinya, ia juga harus berani menerima kenyataan apapun yang akan terjadi di hadapannya kini. Bibirnya hanya mampu terkatup namun batinnya sama sekali tak berhenti untuk terus berdo’a serta berharap agar t