Kehebohan yang dibuat Fiona pada rapat dewan direksi akhirnya membuat para dewan sepakat untuk menunjuk Fiona menjadi penerus selanjutnya. Ditambah lagi hubungannya dengan Kennard yang semakin meyakinkan para dewan direksi kalau sepasang insan itu bersatu, akan membuat Savero Group semakin kokoh.Kondisi perusahaan pun sudah mulai stabil. Fiona dan Kennard bekerja keras membantu Kakek Antony untuk membuat perusahaan menjadi lebih baik. Reynald pun bisa kembali fokus pada pekerjaannya sebagai dokter. Walaupun masalah pertunangan Fiona masih belum menemukan titik terang karena Kennard masih belum berhasil membujuk kakeknya untuk datang menemui Kakek Antony.Kakek Antony pun tidak ingin memberikan restunya secara cuma-cuma. Pria tua itu selalu punya cara untuk menguji Kennard. Leanna bahkan sudah tidak heran lagi melihat Kennard sering muncul tiba-tiba di kediaman Maheswara.Namun masalahnya bukan hanya kemunculan Kennard di kediaman Maheswara, melainkan kemunculan dua wanita yang sedang
Semenjak kejadian di karaoke malam itu, Kennard memang tidak pernah lagi terlihat mengunjungi rumah keluarga Maheswara. Fiona pun tidak pernah bertanya tenta apa yang sudah terjadi pada malam itu. Adik kesayangan Reynald itu hanya menenggelamkan dirinya dalam kesibukan pekerjaannya. Bahkan hampir setiap hari Fiona pulang nyaris dini hari.Hal ini tentu membuat Leanna khawatir. Dia paham bagaimana perasaan Fiona saat ini. Dia juga mengerti kenapa Fiona menjadi seperti sekarang ini, seolah tidak peduli pada dirinya sendiri.“Sudah tiga hari ini Kennard tidak pernah datang lagi ke sini. Apa ucapan Mas waktu itu terlalu keras, ya?” tanya Leanna saat Reynald mengantarnya ke butik.“Kalau dia benar-benar serius pada Fiona, seharusnya dia bisa memperjuangkan hubungan mereka,” jawab Reynald tak acuh. Pria itu tetap pada ketegasannya.“Tapi aku benar-benar khawatir pada Fiona,” balas Leanna lagi.“Tenang saja, dia wanita kuat. Dia pasti baik-baik saja.”“Mas ini gimana, sih? Dia sudah sampai s
Rysha dan Leanna duduk bersebelahan sambil menunggu Fiona selesai dengan urusannya. Suasana di sekeliling mereka mendadak hening. Rysha terlihat sedikit canggung berada di sebelah Leanna.“Bagaimana kehidupan kalian?” tanya Rysha berusaha membuka percakapan.“Baik.”“Syukurlah. Sebelumnya, maaf.” Ada jeda sejenak sebelum Rysha melanjutkan kalimatnya. “Mewakili kakekku aku minta maaf atas apa yang sudah kakekku lakukan pada kalian.” Rysha berdehem sebentar. “Aku tahu sebelumnya kakekku sempat membuat kalian kesulitan. Aku benar-benar minta maaf untuk semua hal yang sudah kakekku perbuat.”Leanna menggeleng pelan, “Tidak apa-apa. Aku mengerti kok, kenapa Beliau sampai melakukan hal itu.”Untuk sesaat suasana menjadi hening kembali saat keduanya terdiam. Seperti kehabisan topik pembicaraan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.“Lalu, bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Leanna pada Rysha.Rysha menoleh melihat Leanna kemudian tersenyum, “Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja.”La
Selama perjalanan pulang Leanna tidak banyak bicara. Entah kenapa moodnya mendadak berantakan. Baru kali ini Reynald menomorduakan Leanna. Biasanya pria itu paling protektif terhadapnya. Jangankan untuk jadwal pemeriksaannya seperti hari ini, Leanna tidak memberinya kabar sedikit saja Reynald pasti langsung mencarinya.“Kamu masih marah, ya?” tanya Reynald sambil melirik Leanna sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.“Tidak,” jawab Leanna singkat dengan sikap tak acuh.“Maaf, saya kan sudah minta maaf dari tadi,” kata Reynald yang paham betul kenapa Leanna enggan mengeluarkan suaranya. Wanita itu bahkan lebih memilih melihat padatnya jalanan daripada suaminya sendiri.Melihat suasana hati Leanna yang masih belum membaik, Reynald mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut puncak kepala istrinya itu sekilas. Namun sayangnya suasana hati Leanna tak kunjung membaik. Apalagi ketika mereka tiba di rumah, Reynald langsung tertidur begitu tubuhnya menyentuh kasur yang empuk.
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O