Linda menjatuhkan sendoknya. Walau sebenarnya dia sadar dengan kesempatannya yang sangat tipis untuk bisa mendapatkan hati Andre. Rasa gengsi dalam dirinya tidak mau mengakui itu.“Kenapa?” Linda mendengus, “Ah, karena lu mau menikah dengan Yunita? Begitu?”“Dari mana kau,”“Betul sekali, dari ibumu,” Linda yang sudah di kuasai oleh emosi yang campur aduk akhirnya membongkar kedoknya sendiri, suaranya mulai terdengar bergetar, “Pertemuan waktu itu? Betul sekali, aku yang merencanakannya. Kenapa sih kamu tidak pernah memberikan aku kesempatan sekali saja. Malahan wanita itu, yang sudah menyakitimu yang akhirnya kamu pilih,”“Jaga mulutmu,” Andre menahan emosinya, tangannya saat ini sudah meremas sendok cukup kuat; jika saja terbuat dari plastik atau kayu, mungkin sekarang sudah patah.“KENAPA?!!”“SHUT UP!!” Andre akhirnya meluapkan emosinya.
Besoknya, sesuai apa yang Andre janjikan, semua anggota Tim 8 dengan pasangan mereka masing-masing dan Pak Karto yang membawa keluarganya, mereka berkumpul di depan pintu keberangkatan sebelum masuk.“Lu sendirian saja?” saat sedang menunggu Natasya dan pacarnya yang masih dalam perjalanan, Ranti bertanya kepada Gideon yang datang hanya sendirian, “Cewek lu yang waktu itu mana?”“Sudah putus,” Gideon menjawab dengan begitu santai.Semua anggota Tim 8 mendengus mendengar si plaboy ini putus lagi dengan pacarnya—entah kali ini sudah perempuan yang ke berapa—padahal baru sebulan lalu Gideon pamer dengan begitu antusiasnya soal pacarnya yang sangat cantik bak model.Andre menggelengkan kepalanya melihat tingkah Gideon, sebab hubungan pria satu ini rata-rata tidak pernah bertahan lebih dari 6 bulan, “Mau sampai kapan lu kaya begitu? Lu sudah mau kepala 3 loh,” dia mengungkapkan kekhawatirannya dengan
“.. meski apapun yang terjadi,” kata-kata itu mengalir keluar dari mulut Yunita bersamaan dengan ingatan samar-samar di mana dia dan Andre berdiri di tempat ini sambil memandangi laut di malam hari.“See, ingatan terdalam mu pasti akan mengingatnya,”Yunita tiba-tiba meneteskan air mata saat mengingat janji itu, “Maaf,” dia tiba-tiba meminta maaf, “Maaf ka.. karena aku tidak bisa menepati janji kita waktu itu,” lanjutnya. Dia teringat betapa pengecutnya dirinya saat lari dari kenyataan hanya karena tekanan ibunya Andre.“It’s okay. Semuanya bukan salahmu, kita sama-sama salah waktu itu,” Andre lalu memeluk Yunita, “Maafkan aku juga karena sudah salah paham dan membencimu tanpa tahu yang sebenarnya terjadi,” dia mengelus kepala Yunita.Cukup lama mereka berdiri di tempat itu, mengenang beberapa momen lucu juga absurd, karena tempat itu merupakan destinasi pertama mereka liburan b
Melihat Andre yang berlutut di depannya saat ini persis seperti apa yang terjadi di masa lalu, Yunita menangis terharu. Ada perasaan takut kalau masa lalu buruk itu akan terulang kembali kali ini. “Just Accept it,” seseorang dari keramaian yang sedang merekamnya dan Andre saat ini berteriak. Namun mulutnya tidak bisa berkata apa-apa, mengesampingkan semua perasaan tidak berguna dalam kepalanya, dia ingin sekali mengatakan ‘yes’ namun mulutnya seperti terkunci rapat. Alhasil, dia hanya mengangguk sebagai ganti mengiyakan lamaran Andre. Tidak bisa menahan rasa gembiranya, Andre langsung bangkit berdiri dan memeluk Yunita dengan tersenyum lebar. Dia kemudian mencium kening Yunita sebelum akhirnya melakukan french kiss selama beberapa detik, diikuti oleh sorakan dan siulan kencang dari pengunjung bar yang lain. ‘Apakah ini betul-betul terjadi?’ Sampai saat sedang makan malam romantis, Yunita masih tidak percaya apa yang terjadi hari ini. Semuanya masih terasa se
“Panggil ambulans, sudah atau belum?!”, “Awas, hati-hati dengan besinya,” Yunita tersadar sebentar akibat mendengar suara orang-orang yang hendak menolongnya. Sekujur badannya terasa sakit, amat sakit hingga dia hanya bisa merintih. Dia masih bisa merasakan ujung kaki dan tangannya, namun tidak punya tenaga sama sekali untuk menggerakkan kakinya.Dia bisa mendengar suara gergaji mesin yang sedang memotong sesuatu di badan mobil karena dia bisa merasakan getarannya. “Andre!” pikirannya langsung teringat dengan Andre, dengan sisa tenaga yang ada, dia sedikit menggerakkan lehernya yang terasa sangat sakit walau hanya di gerakkan sedikit saja.Melihat kondisi Andre yang kepalanya berlumuran darah, dia menangis tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Dia berusaha menggerakkan tangannya untuk menyentuh Andre, namun apa daya, dia tidak mempunyai tenaga sama sekali.“Permisi!! Tolong buka Jalan!” seseorang kemudian berteriak ketika kesadarannya perlahan kembali memudar, pandangannya mulai menja
“Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?” Yunita bertanya kepada Nia yang mendorong kursi rodanya saat mereka dalam perjalanan ke ICU. Sebab kalau Nia berada di bali, kemungkinan besar sudah sehari berlalu semenjak semenjak kecelakaan itu. “4 Hari,” “Terus Tim kami?” dia kembali bertanya, “Mereka sudah kembali ke Jakarta lebih dulu. Kakak ngak usah memikirkan itu untuk sekarang ini,” Nia sempat berhenti sejenak dan berlutut di depan Yunita, “Yang haru menjadi perhatian terbesar kakak sekarang adalah bagaimana dengan Ibuku,” Yunita tersenyum tipis kepada Nia, “It’s okay, aku sudah memutuskan untuk tidak lari lagi kali ini,” ucapnya sambil mengelus tangan Nia . Walau mungkin perjalanannya dengan Andre akan makin terjal setelah kecelakaan ini, saat melihat cincin yang ada di jari manisnya saat ini, dia teringat dengan janjinya dengan Andre watu itu. “Ternyata Kak Andre betul-betul melamar kakak ya,” Nia bertanya saat melihat Yunita yang memandangi cincin yang Andre beli dengan re
Karena lukanya yang tidak terlalu parah, Yunita diizinkan setelah hampir 2 minggu menjalani perawatan. Dia masih tinggal di Bali selama beberapa hari dan berencana pulang bersamaan dengan pemindahan Andre ke rumah sakit yang lebih besar dan lebih memadai di daerah Jakarta. Berkat kecelakaan itu, identitas Andre sebagai calon pewaris perusahaan akhirnya terbongkar. Tim 8 menjadi yang paling pertama mengetahui itu; karena mereka di tugaskan untuk mengurus segalanya. “Well,” Natasya tersenyum jahil, “Bagaimana rasanya menjadi ibu bos. Gua liat di ruangan obrolan sudah ngak ada yang banyak komen lagi,” tanya Natasya saat dia dan Yunita sedang menunggu Gideon dan Ranti kembali dari mengurus beberapa administrasi tambahan sebelum Andre boleh di pindahkan. “Biasa saja,” Yunita menjawab dengan singkat, “Karena gua dari awal bukan mencintai statisnya, tapi orangnya,” jelasnya. “Tapi orang pasti akan menganggap lu sebelah mata sekarang, mereka akan mulai bergosip di belakang lu, bahkan mungk
Di atas pesawat yang tengah mengudara ke Jakarta, Yunta kembali memikirkan tindakannya. “Apakah tindakan gua tadi salah ya?” dia merenung sambil memejamkan matanya. Alih-alih ingin memperbaiki hubungan ,tindakannya hari ini malah mengundang permusuhan. Handphonenya tiba-tiba bergetar, dia langsung memeriksa dan mendapati kalo ternyata group khusus Tim 8 sekarang sedang bergosip soal duduk bersama dengan Nyonya perusahaan. Gideon bahkan sempat-sempat menyematkan gambar ibunya Andre yang sedang duduk dengan melipat tangan di depan dada. Walau hanya terlihat dari samping, ekspresi tidak senang begitu jelas terpancarkan dari raut wajah Ibunya Andre. “Lu ngak apa-apa kan Yun?” Ranti tiba-tiba bertanya lewat chat personal. “Aman, bagaimana dengan ibunya Andre? Dia ngak tanya yang macam-maca ke kalian kan?” dia mencoba sedikit menggali informasi mengenai kondisi di pesawat yang ditumpangi ibunya Andre sekarang. “Ngak kok, semuanya baik-baik saja. Walau gua dan Natasya mungkin ngak tahu