Sementara Tian yang ada di kamar lain menggusar rambut dengan kasar. ‘Kalau tidak siap kenapa coba-coba? Apa Agni itu mau mempermainkan perasaanku? Atau ... dia memang ingin membalas dendam padaku karena aku memukuli teman lelaki selingkuhannya itu? Atau jangan-jangan mereka malah sudah pernah melakukannya?’ batin Tian.Berbagai pertanyaan dan kesimpulan sepihak muncul di kepalanya. Tian banyak menduga-duga tentang Agni yang ternyata tidak dia ketahui sama sekali. Karena lelah memikirkan nasib rumah tangganya yang entah bagaimana, akhirnya Tian memilih tidur karena besok pagi dia harus bangun cepat untuk bekerja. *Axel sedang kesal karena Bu Ningsih memaksanya untuk mengantarkan Karina pemotretan. Sudah berulang kali dia menolak tapi Bu Ningsih mengancam akan menarik semua fasilitas yang dia punya termasuk motor yang selalu dia pakai kemanapun. “Oke Axel akan antarkan Karina. Tapi cuma mengantarkan saja. Axel hari ini ada janji ketamu sama Arkan, jadi Axel nggak mau menunggu Kari
Tian sangat suka dengan semangat yang selalu ada pada diri Desi. Bahan saat kakinya masih sakit pun dia tetap tidak mengeluh.Seperti yang ada di jadwal agenda. Tian ditemani Desi mengadakan meeting dengan utusan perusahaan lain. Untung saja tidak banyak yang dibahas jadi meeting cepat selesai dan mereka kembali ke kantor. Tian dan Desi kembali fokus pada pekerjaan lain yang sudah menunggu untuk dikerjakan. Ada banyak berkas hasil penjualan selama sebulan yang harus dicek satu per satu sebelum dirangkap menjadi lembar Laporan Pertanggung Jawaban yang nantinya akan diserahkan pada CEO perusahaan tersebut. Kinerja Tian yang selalu bagus dan teliti selalu mendapat pujian. Sana dia tidak ingin mudah terlena dengan itu. Tian tetap mengedepankan ketelitian agar tidak ada kesalahan apa pun dalam pekerjaannya. Untung dia mendapat sekretaris yang sigap dan cekatan seperti Desi. Membuat pekerjaannya menjadi lebih mudah dan selalu selesai tepat waktu.Entah kenapa tiba-tiba Tian melirik ke arah
Desi menekan kepala Tian lebih dalam. Dan Tian tahu jika ternyata Desi suka dengan perlakuannya. Dia makin ganas melahap payudara Desi secara bergantian. Suhu ruangan makin panas bagi mereka berdua meski AC sudah pada suhu normal seperti biasanya. Tian tidak bisa lagi menahan sesak di bagian bawah tubuhnya hingga dia membuat sabuk yang membuat celananya begitu kencang. Dia juga menarik turun resleting rok Desi yang ada di bagian samping. Lalu menarik sedikit rok mini itu hingga menampakkan celana dalam Desi yang berwarna senada dengan branya tadi.Mata Tian sudah berkabut gairah yang begitu menggebu. Sesekali dia menggigit puting buah dada itu hingga pemiliknya mengerang nikmat. Tian merasa aman karena memang tidak ada satu orang pun yang berani masuk ke ruangannya tanpa izin. Desi sudah pasrah pada apa pun yang akan Tian lakukan padanya. Tubuhnya juga sudah panas dan menginginkan hal lebih. Ada yang berkedut di bagian inti tubuhnya dan dia masih asing dengan rasa nikmat itu. Dia me
Seketika wajah Agni berubah pias. Rantang yang ada di tangannya terempas jatuh ke lantai dan isinya berserakan. Dia melihat dengan jelas bagaimana tubuh Tian menindih seorang gadis yang hampir telanjang dan sedang menghisap puting payudara gadis itu dengan penuh nafsu.Sepasang manusia yang sedang dilanda gairah itu terkejut dengan kedatangan Agni.“A-Agni!” Tian langsung turun dari tubuh Desi dan menarik celananya ke atas dengan gerakkan terburu. Begitu juga dengan Desi yang langsung turun dan merangkak mencari bra dan kemejanya yang tadi dilempar sembarangan oleh Tian. Sadar dengan apa yang sedang terjadi, Agni langsung masuk dan menutup pintu agar tidak ada karyawan yang melihat adegan tersebut. Kini dia melihat dua orang berlainan jenis itu sibuk memasang pakaiannya kembali. Desi nampak ketakutan dari wajahnya yang pucat pasi. Berbeda dengan Tian yang wajahnya datar saja sambil terus menatap Agni. Meski awalnya sempat terkejut, tapi Tian sangat pandai menguasai diri dalam kondis
Ya, orang itu adalah papanya Tian. Dia baru kembali dari pertemuan dengan beberapa pejabat daerah lainnya. “Kamu sedang apa di sini hujan-hujan begini?”Agni tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin dia bilang kalau melihat Tian yang hampir meniduri sekretarisnya sendiri.“Apa kamu bertengkar dengan Tian?” tebak pria paruh baya yang sebagian rambutnya sudah memutih itu.Agni tidak menjawab. Dia lagi menundukkan kepala dengan tangan yang saling bertaut.Papa Tian tentu sudah tahu kalau tebakannya pasti benar.“Ya sudah kalau begitu ayo kamu pulang ke rumah papa saja. Nanti biar mama yang bilang sama Tian kalau kamu tinggal bersama kami untuk sementara waktu.”Karena tidak punya pilihan lain, akhirnya Agni mengangguk setuju untuk ikut bersama mertuanya. Dia duduk di bangku belakang sedangkan papa Tian duduk di samping sopir.“Loh, Agni. Kenapa bisa ikut papa?” tanya mama Tian setibanya suami sampai di rumah.“Sudah, masuk dulu.” Mama Tian mengangguk dan mengajak menantunya masuk k
Dengan langkah terburu Tian menyusuri koridor rumah sakit daerah tempat ayah Desi dirawat sesuai alamat yang dia ikuti di aplikasi penunjuk jalan.Dari jauh dia melihat Desi dan ibunya duduk di bangku panjang di depan sebuah ruang ICU. Segera Tian menuju ke sana.“Desi,” panggil Tian pelan.Desi yang tadi sedang berpelukan dengan ibunya kini mengangkat wajah dan menatap Tian.“P-pak Tian?”“Bagaimana keadaan ayah kamu?”“Infeksi usus buntu,” jawab Desi lirih. Sebenarnya dia malu untuk meminta bantuan pada Tian hanya untuk operasi yang sebenarnya tidak terlalu memakan banyak biaya. Hanya saja mereka baru saja melunasi rumah yang saat ini mereka tempati. Jadi tabungan Desi benar-benar sudah tidak ada lagi. “Dokter bilang apa harus segera dioperasi,” timpalnya lagi.“Ya sudah kalau begitu ayo kita urus administrasinya, supaya ayah kamu lekas bisa ditangani.”Desi mengangguk dan beranjak bangkit.“Ibu tunggu di sini, ya?”Ibunya Desi setuju dengan ucapan Desi.Kemudian Tian dan Desi ber
“Kamu beneran nggak apa-apa, Agni?” mama Tian begitu khawatir dengan menantunya yang terlihat sering murung. “Nggak, Ma. Agni baik-baik aja, kok. Mama jangan khawatir ya?”Wanita itu mengangguk mencoba percaya kalau sang menantu baik-baik saja.*“Pak Tian. Hari ini saya izin pulang lebih cepat, boleh?”Dessy sedang meminta izin pada Tian.“Mau ke mana?”“Tidak ke mana-mana, Pak. Ayah saya hari ini sudah diperbolehkan pulang.”Tian bangkit dari kursi dan memakai jas. Lalu mengambil kunci mobil di atas meja.“Ayo saya antar.” Tian melenggang begitu saja melewati Desi yang tidak tahu maksud bosnya itu.“P-pak ....” Desi mempercepat langkah kaki untuk bisa sejajar dengan Tian.“Saya akan antar kamu ke rumah sakit dan kamu tidak bisa menolak. Lagi pula kita tidak ada pekerjaan lagi, kan?”Desi hanya bisa mengangguk karena tidak mungkin dia bisa menolak Tian.Ternyata semua urusan di rumah sakit sudah selesai. Jadi ayah Desi langsung bisa dibawa pulang. Dua orang tua itu duduk di bangku p
“Kalau begitu ibu tidak bisa melarang seperti yang ibu katakan tadi. Asalkan kamu harus selesai dulu dengan istri kamu.”Tian lantas tertegun. Meski dia begitu kesal dan marah pada Agni, tidak terlintas sedikit pun dalam hatinya untuk bercerai dengan istrinya itu. Di mata Tian, Agni adalah gadis yang baik dan santun. Terlebih kedua orang tuanya sangat menyayangi Agni. Jadi dia tidak berniat berpisah dari Agni. Tian terlihat begitu gugup. Dia hanya bisa mengangguk dan tersenyum canggung. Tidak tahu harus bagaimana menanggapi ucapan ibu Desi.“Bu. Kita makan dulu ya? Jangan bahas yang lain,” ucap Desi menengahi antara ibunya dan Tian. Dia tidak peduli bagaimana reaksi Tian selanjutnya, dia sudah cukup bahagia mendengar pengakuan Tian tentang perasaannya. Dan itu sudah lebih dari cukup.“Pak Tian. Maaf kalau pertanyaan ibu saya tadi ....”“Tidak apa-apa, Desi. Itu hal yang wajar sebagai seorang ibu.”Mereka sudah berada di luar rumah karena Tian akan pulang. “Tapi ....” Desi tidak mela