Melody spontan menoleh ke belakang setelah mendengar suara yang familiar itu. Manik matanya melebar sempurna mengetahui siapa yang menyapanya. “Mama? Sejak kapan Mama datang?” Melisa, mama dari Khaysan yang sekarang kembali menjadi mama mertuanya. Wanita paruh baya itu dan Bagas—papa dari Khaysan tinggal di luar negeri sejak Melody dan Khaysan menikah dulu. Walupun tak sering bertemu, tetapi Melisa adalah mertua yang baik dan menyayanginya. Akan tetapi, entah bagaimana dengan sekarang. Melisa memang tinggal di luar negeri, namun penyebab perceraian Melody dan Khaysan di masa lalu pasti sampai ke telinga wanita paruh baya inj juga. Mungkin Melisa juga menganggapnya seperti wanita murahan yang gemar berselingkuh sampai hamil. Dugaan Melody terpatahkan ketika Melisa memeluknya erat, masih sama seperti setiap kali mereka bertemu dulu. Jika Melisa juga menjadi salah satu orang yang salah paham padanya, tak mungkin dirinya mendapat rengkuhan hangat seperti ini. “Mama senang bisa bertemu
Melody nyaris tersedak karena dikejutkan oleh kedatangan suaminya. Ia spontan mengedarkan pandangan, khawatir keributan ini memancing perhatian orang lain. Untungnya, suara Khaysan masih relatif pelan meski penuh penekanan. Jadi, keributan ini tidak sampai terdengar ke pengunjung restoran lainnya. Melody tak menyangka akan bertemu dengan Khaysan di sini. Kantor lelaki itu cukup jauh dari sini, seharusnya hal itu meminimalisir pertemuan mereka. Ia mendorong kursinya dan bangkit dari sana. Sorot tajam dari tatapan suaminya itu membuat nyalinya tiba-tiba menciut. Melody merasa seperti ketahuan berselingkuh. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Seharusnya ia tidak perlu takut lelaki itu tahu apalagi marah, sebab mereka hanya menikah kontrak. Akan tetapi, kemarahan yang terpancar dari wajah Khaysan tak bisa Melody abaikan begitu saja. “Apa kamu tidak bisa bicara baik-baik? Lagipula memangnya kenapa kalau Melody bersamaku?” sahut David yang langsung bangkit dari tempat duduknya. Lelaki
“Butuh waktu cukup lama untuk membujuknya. Nathan mulai sedikit tenang setelah aku menunjukkan foto pernikahan kita. Aku yakin pasti ada sesuatu yang terjadi.” Khaysan yang telah menghabiskan makanan di piringnya kembali menambahkan. Melody yang mulai terkantuk-kantuk langsung kembali segar karena pertanyaan tersebut. Ia baru tahu kalau Nathan bereaksi sama, bahkan mungkin lebih parah ketika pertama kali bertemu dengan Khaysan. Yang ia lihat waktu itu, anaknya tampak langsung akrab dan tidak menunjukkan tanda-tanda yang biasanya terjadi. “Emm … sebenarnya—” “Jangan menjawab tidak ada yang terjadi. Tidak mungkin Nathan seperti itu kalau semuanya baik-baik saja!” tegas Khaysan memotong kata-kata Melody. “Jangan menutupi apa pun dariku! Apalagi jika menyangkut anak kita.” Melody menghela napas pelan. Ia tahu pengakuan ini pasti membuatnya menjadi pihak yang paling disalahkan. Namun, pada kenyataannya memang seperti itu, dirinya yang kurang selektif hingga menyebabkan anaknya mengalami
“Uhuk! Uhuk! Maaf, Bu. Saya sangat terkejut mendengarnya.” Melody buru-buru mengambil air minum dan menenggaknya hingga tandas. Duduk satu meja dengan Rosetta saja sudah membuatnya tidak nyaman. Apalagi dengan pembahasan seperti ini. Secara tidak langsung, curhatan Rosetta menyebabkan Melody tahu kalau Khaysan benar-benar menepati janji padanya. Walaupun pasti menyakitkan di sisi Rosetta, ia memang ingin hubungan keduanya berakhir selama Khaysan berstatus sebagai suaminya. “Saya yakin Ibu pasti mendapat yang jauh lebih baik darinya. Ibu pantas mendapat yang lebih baik,” nasihat Melody yang berpura-pura memasang ekspresi sedih. Padahal dirinya lah dalang dari semua ini. “Mungkin saja dia memang belum berniat serius dengan Ibu.” Melody pikir Rosetta hanya ingin ikut makan di meja yang ditempatinya. Mereka baru saling mengenal dan tidak benar-benar dekat. Apalagi Rosetta merupakan atasannya di sini. Rasanya kurang etis jika membahas masalah pribadi. Rosetta memang terlihat sangat kaca
“Tadi kamu baru mengirim email pengunduran diri pada saya. Masa iya kamu sudah lupa?” imbuh Rina lagi. “Email? Tidak mung—” Melody menghentikan kata-katanya dan spontan mencari ponselnya di tas. Jemarinya bergerak cepat membuka aplikasi untuk mengirim email tersebut. Ia belum sempat mengecek email yang masuk hari ini, apalagi yang sudah terkirim. Melody terkejut bukan main melihat email terbaru yang terkirim satu jam lalu dari emailnya. Pesan tersebut tertuju pada Rina dan berisi pengunduran dirinya dengan alasan ia ingin fokus merawat anaknya. Melody merasa tak pernah mengirim email itu dan dirinya juga tidak memiliki rencana sedikitpun untuk mengundurkan diri. Tanpa sadar wanita itu mulai mencengkram ponselnya. Ia tahu siapa dalang di balik semua ini. Sudah pasti kekacauan ini terjadi karena Khaysan. Entah apa yang lelaki itu inginkan sampai tega melakukan ini padanya. “Untung saja saya sudah mendapat orang untuk menghandle pekerjaanmu sementara waktu. Sayang sekali kamu harus m
Kedatangan Argani membuat Khaysan dan Melody spontan memisahkan diri. Khaysan tampak santai saja dan menyapa juga mempersilakan Argani duduk di sofa. Sedangkan Melody masih bergeming di tempat dengan malu yang tak terbendung. “Ayah sudah mengetuk pintu beberapa kali. Tapi, tidak ada jawaban. Ternyata kalian sedang asyik sendiri,” sindir Argani yang sudah duduk di sofa panjang yang tersedia di ruang kerja Tama. “Kamu tidak lupa kalau kita akan membahas pekerjaannya hari ini, ‘kan?” “Tentu saja aku ingat. Tapi, tiba-tiba aku kedatangan tamu. Jadi, aku harus mengurusnya dulu,” sahut Khaysan seraya mengerling jahil ke arah Melody. Melody hanya memasang ekspresi cemberut tanpa menjawab. Khaysan membuat namanya semakin tercoreng di hadapan sang ayah. Argani pasti berpikir jika dirinya sengaja datang untuk menggoda Khaysan. Padahal sebenarnya ia ingin meluapkan amarah pada lelaki itu. Melody yang hendak beranjak pergi mengurungkan niatnya karena melihat beberapa orang yang sepertinya akan
Liburan dadakan yang Khaysan rencanakan kacau karena Nathan mimisan dan pingsan tak lama kemudian. Mobil yang tadinya sudah siap berangkat liburan berubah haluan menjadi mengunjungi rumah sakit. Sekarang, Melody dan Khaysan masih menunggu di depan IGD karena Nathan masih mendapat penanganan di sana. Khaysan lebih mampu mengendalikan kekhawatirannya dibanding Melody yang terlihat sangat gelisah dengan mata berkaca-kaca. Melody tak tega melihat anaknya terus menerus berbaring di ranjang rumah sakit dengan kondisi yang mengkhawatirkan. Apalagi jarak drop putranya ini sangat sering. Ia tak mampu menghitung berapa kali putranya drop belakangan ini. “Semua ini salahku. Seandainya aku punya banyak waktu untuk Nathan, kesehatannya pasti lebih terjaga,” gumam Melody yang menyalahkan dirinya sendiri bersamaan dengan air matanya yang menetes. Khaysan sedikit menarik Melody agar menghadap ke arahnya, lalu menangkup wajah wanita itu. “Aku tidak suka kamu menyalahkan dirimu sendiri. Ini bukan sa
Kedua sudut bibir Melody tertarik ke samping, membentuk senyum miris. Walaupun tidak mengetahui apa tujuan Khaysan dan Rosetta bertemu, ia cukup tahu kalau ternyata keduanya masih berhubungan di belakangnya. Melody segera mengalihkan pandangan sembari menghela napas pelan. Setelah membayar makanannya, ia bergegas pergi dari sana. Namun, salah satu bungkusan makanan yang dibawanya malah tersangkut ujung meja hingga nyaris berantakan di lantai jika tidak buru-buru ia tahan. Seorang wanita paruh baya yang tak sengaja Melody tabrak karena tidak memperhatikan sekitarnya mengomel dengan suara cukup keras. Hal itu tentu saja memicu atensi orang-orang yang berada sana, termasuk Khaysan dan Rosetta. “Saya minta maaf, Bu. Saya tidak sengaja,” ucap Melody sembari menyatukan beberapa bungkusan keresek di satu wadah agar lebih mudah dibawa. Wanita paruh baya yang mengomel itu langsung pergi begitu saja tanpa memedulikan Melody yang masih kesulitan merapikan belanjaannya. Rosetta yang menyadari