Pagi hari telah tiba. Kevin membangunkan Jasmine, karena waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Mata itu terbuka dengan perlahan. Mengerjap-ngerjapkan matanya, kemudian menatap Kevin yang sedang duduk di sampingnya. "Sudah pagi ya, Mas? Jam berapa ini?" tanya Jasmine kemudian meregangkan otot-ototnya. Tiba-tiba saja, tenggorokan Jasmine terasa pahit. Seperti ada yang ingin dikeluarkan dari perutnya. Segera ia berlari ke kamar mandi. Mengeluarkan cairan kuning di sana. Kevin mengusapi punggung istrinya itu dengan lembut. "Sepertinya kamu memang sedang hamil, Sayang. Terakhir kali kamu mual muntah, dan diperiksa ada isinya," kata Justin kemudian. Berasumsi jika istrinya itu memang sedang hamil. "Tespack nya di mana, Mas?" tanya Jasmine sambil memegang perutnya. "Saya ambilkan dulu." Kevin bergegas keluar untuk mengambil alat tes kehamilan itu. Tak lama kemudian, Kevin kembali. Memberikan alat tersebut kepada Jasmine. Perempuan itu masuk ke dalam toilet, untuk melakukan tes kehami
“Boleh-boleh saja, jika ingin bertanya mengenai produk kami. Tapi, Anda bisa tanyakan ini pada pihak marketing langsung. Kami menyediakannya. Jadi, tidak perlu repot-repot menunggu saya.“Karena saya juga banyak kerjaan yang harus diselesaikan. Menemani istri saya ke mana ia ingin pergi, dan lain sebagainya. Jadi, tidak bisa secara detail menjelaskan produk yang akan produksi.”Jasmine tersenyum menang kala mendengar penuturan Kevin kepada Angel. Dengan tegas ia mengatakan jika adanya pihak yang bisa menjelaskan secara rinci, produk yang mereka produksi.Angel tersenyum malu-malu kala mendengarnya. ‘Rupanya Pak Kevin susah ditaklukan!’ ucapnya dalam hati. Geram yang ia rasakan kini. Lantaran gagal mendekati Kevin.“Oh begitu ya, Pak. Maaf, biasanya saya bicara langsung dengan pemilik perusahaannya. Makanya saya melakukan hal yang sama pada Pak kevin,” jelasnya kemudian. Beralasan dengan alasan yang cukup logis.Kevin menanggapinya hanya dengan manggut-manggut. “Tidak masalah. Hanya pe
Kevin lantas menarik tangan Jasmine agar berdiri di sampingnya. “Jangan bicara seperti itu. Saya tidak akan pernah memilih apa yang sedang saya kerjakan.”Jasmine menghela napas dengan panjang. “Ya sudah. Jangan kerja sama lagi dengan perempuan gila ini! Hanya ingin mencari kesempatan dalam kesempitan.“Nyuruh saya ambilkan invoice dan parfum-nya, ternyata ada niat terselubung yang ingin kamu lakukan pada suami saya. Ke mana harga diri kamu, Mbak? Udah jatuh?“Pantes. Nggak punya malu. Harga dirinya aja udah jatuh. Gak tahu ada di mana itu harga diri jatuhnya. Sampai suami orang diembat. Mau jebak dia pakai serbuk begituan. Gak tahu malu!”Jasmine mencaci maki perempuan itu di depan Kevin dan Lisa. Semuanya terdiam. Tidak ada yang menyudahi cacian yang Jasmine lontarkan kepada Angel.Sementara perempuan itu hanya diam. Wajahnya menunduk malu. Lantaran terciduk saat hendak melakukan aksi jahatnya itu.“Pulang! Saya tidak akan bekerja sama lagi dengan orang sepertimu. Saya akan bicaraka
Jasmine berlalu pergi meninggalkan Kevin di ruangannya. Dipanggil pun tidak menyahut. Jasmine sedang dalam mode badmood. Emosinya sedang meluap-luap lantaran Angel yang membangunkan emosinya.Perempuan itu pergi ke toilet. Menangis tersendu-sendu di dalam sana. Rasanya tidak bisa membayangkan hal yang akan dilakukan oleh Kevin dan Angel jika ia telat datang ke ruangan itu.Sementara efek obat perangsang sangat berpengaruh besar pada hasrat orang yang meminumnya. Tidak memandang siapa yang dia sentuh, yang penting dia mengeluarkan semua gairah tersebut.“Makin gak betah tinggal di sini. Baru satu bulan, udah ada penggoda datang. Gimana sama tiga bulan mendatang? Mas Kevin sendiri yang bakal menggoda perempuan,” ucapnya sambil menatap wajahnya di cermin.Kemudian menghela napasnya dengan pelan. “Kangen suasana Jakarta. Kangen rumah. Kangen masakan Bibi. Aku pengen pulang.” Jasmine menjambak rambutnya sembari menundukkan kepalanya.“Kalau pulang sendiri, Mas Kevin bakal hanyut sama godaa
Kevin menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Saya hanya mengagumi keberanian kamu dalam mengatakan apa yang ingin kamu katakan. Selalu tepat sasaran dan membuat saya tidak bisa berkutik lagi."Jasmine lantas tersenyum dengan riang. "Maaf ya, Mas. Kalau Mas merasa tertipu oleh sikap saya dulu, yang terlihat seperti seorang perempuan yang sangat alim. Tapi ternyata, saya selalu menjawab apa yang Mas katakan, jika memang pantas saya jawab." Jasmine mengakuinya.Tapi menganggukan kepalanya. "Saya tidak merasa tertipu apalagi menyesal sudah menjadikan kamu sebagai istri saya. Kamu tegas. Bisa menyampaikan apa yang ingin kamu sampaikan."Tidak pernah memendamnya, apalagi sampai membatin. Saya senang, kamu bisa bersikap seperti itu. Tapi, jangan pula kamu hanya berani pada saya. Melainkan harus berani juga pada semuanya."Jasmine menganggukan kepalanya sembari mengulas senyum. "Baik, Mas Kevin. Waktu pertama kali Mas Kevin melihat saya, kenapa seperti orang yang yang malas melihat perempuan? Bany
Waktu yang dijanjikan oleh Kevin. Yang katanya akan pulang di bulan depan, nyatanya harus diundur menjadi hampir dua bulan.Jasmine yang terus menggerutu kesal lantaran Kevin masih sibuk dengan pekerjaan di Malang. Banyaknya pesanan dan produk yang baru akan diluncurkan di malam ini.Launching parfum kedua akan dilaksakan di malam terakhir Kevin dan Jasmine berada di Malang. Walaupun lega, tapi tetap saja membuat Jasmine kesal pada suaminya itu.“Mala mini, langsung pulang. Ada pesawat yang berangkat dari Malang ke Bandara Soekarno-Hatta di jam sebelas malam ini. Kita langsung pulang, okay?”Kevin tengah membujuk Jasmine agar jangan terus menerus menggerutu kesal padanya. Matanya menatap nyalang wajah Kevin, kemudian membuang muka.“Sayang. Kita pulang malam ini,” ucap Kevin dengan lembut.“Beneran kan, gak pake diundur-undur lagi?”Kevin mengangguk antusias. “Iya, Sayang. Besok pagi, kita harus menyaksikan siding putusan Gemma juga.”“Sidang? Baru disidang, Mas? Kok lama?”Kevin meng
Kevin berdecak kesal kala melihat pesan yang dikirim oleh seseorang yang diduga dari Justin. Kemudian menyimpan ponsel itu kembali di atas nakas.“Pesan dari siapa, Mas?” tanya Jasmine sembari menarik selimut, untuk menutupi tubuhnya.Kevin menoleh ke belakang. “Dari Justin, maybe. Tidak ada namanya.”Jasmine mengerutkan keningnya. “Perasaan nomor yang baru juga sudah diblokir,” gumamnya dengan pelan.“Apa kamu bilang?” Kevin mendengar ucapan Jasmine.Perempuan itu menoleh dengan cepat ke arah Kevin.“Justin ada kirim pesan lagi sama kamu?” tanya Kevin kembali.Jasmine mengangguk pelan. “Tapi, sudah saya blokir. Mungkin pakai nomor baru lagi.”Kevin tak menjawab ucapan Jasmine. Pria itu memilih untuk menghubungi nomor tersebut, yang diyakini adalah Justin.Dalam dering pertama, orang tersebut sudah menerima panggilannya.“Lagi apa?” tanyanya di seberang sana. “Sudah malam. Kenapa belum tidur? Baru pulang dari Malang, pasti capek.”Kevin menghela napasnya dengan pelan. ‘Pantes, berani
“Mas! Kamu pasti sudah tahu, kalau aku sudah bercerai dengan Mas Gemma,” ucapnya to the point.“Lalu? Aku harus mencarikanmu jodoh, begitu? Cari sendiri, Desi. Kamu bukan perawan tua yang harus aku carikan jodoh!” sengal Kevin kemudian.“Aku tidak punya waktu. Jangan ganggu aku lagi!” Kevin menarik tangan Jasmine, melangkahkan kakinya menjauh dari Desi.“Mas! Dengarkan aku dulu! Kalau aku tidak bisa menjadi istri satu-satunya kamu, aku siap jadi istri kedua kamu,” teriaknya tanpa dosa. Tanpa ada rasa malu sedikit pun.Jasmine kembali menganga kala mendengarnya. ‘Gilak! Sampe segitunya Mbak Desi pengen balik lagi sama Mas Kevin.’ Jasmine geleng-geleng kepala sembari masuk ke dalam mobil.“Jangan didengerin. Dia memang stress. Saya tidak akan pernah mau menjadikan dia istri kedua. Untuk apa,” kata Kevin kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.Meninggalkan Desi yang sedari tadi berteriak seperti orang gila.“Mas. Kenapa Mbak Desi jadi seperti itu?” tanya Jasmine kemudian.Kev