Radit memeluk Dita erat, lalu mendaratkan bibir di kening sang istri saat wanita itu membuka mata.
"Radit ...."
Radit meletakkan telunjuknya di bibir Dita. "Jangan bicara apa-apa. Kondisi kamu sekarang gimana, Sayang?" tanya Radit lembut.
"Udah enakan," jawab Dita.
"Yakin? Apa perlu cek ke dokter?"
"Enggak. Aku gak apa-apa." Dita menegakkan punggungnya untuk meyakinkan Radit.
"Ya udah. Tapi, hari ini libur aja dulu. Jangan kerja."
Mendengar kata 'kerja', D
"Ke Inggris?!” pekik Dita. Ia tampak sangat terkejut dengan keputusan Radit.Radit mengangguk. “Aku gak mau pisah sama kamu, Ta. Walau cuma Jakarta-Bandung,” tutur Radit.“Tapi kamu gak harus ke Inggris, ‘kan?”“Apalagi yang harus kulakukan biar kamu gak pergi, Ta?” tanya Radit pelan. Ekspresinya kini menunjukkan kekecewaan. Radit teringat kata-kata rekan kerjanya, yang mengatakan ia terlalu lemah terhadap Dita.Dita menunduk. Hatinya benar-benar kalut. Ia tak ingin Radit berangkat ke Inggris, tetapi juga tak mau menahan studinya yang pernah tertunda demi dirinya.“Lusa kamu ke Bandung?” tanya Radit kemudian.Dita mengangguk.Radit menghela napas. “Tidurlah,”
‘Gue yang mau ngerjain Radit, napa malah dia yang duluan ngerjain gue?’ Dita menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.“Ciee ... ada yang nangis-nangis minta aku jangan pergi.” Terdengar suara Radit di depan wajahnya. Dita masih belum berani membuka selimut. Ia merasa malu.“Gak usah malu-malu. Sini-sini aku cium,” goda Radit. Ia membuka selimut itu, tetapi Dita menariknya kembali.“Jangan pergi ....” Radit menirukan gaya Dita saat mengatakannya tadi. “Aku gak kuat nahan rindu ...,” lanjutnya lagi dengan gaya yang sama.Dita yang tak tahan dengan keusilan Radit akhirnya membuka selimut dan memandang Radit dengan wajah cemberut.“Udah, puas?!” Dita cemberut, memajukan bibirnya.
“AAA ...!!!” Dita langsung berlari ke kamar mandi dan mengunci pintu. Sementara, Radit menelan ludah setelah tersadar atas apa yang baru saja terjadi. Ia tak pernah menyangka akan melihat pemandangan yang cukup mengejutkan dan mengganggu kesadarannya.Radit menghela napas panjang berkali-kali untuk menetralkan degup jantungnya yang mendadak kencang.Dita yang berada di dalam kamar mandi tak kalah terkejut dengan kejadian beberapa saat lalu. Meski sudah mencoba menyiapkan mental untuk hal tersebut, tetapi ia tak menyangka Radit masuk ke kamar ketika ia sedang memandangi dirinya yang memakai lingerie di depan cermin.Detak jantung Dita begitu cepat hingga membuat kedua tangannya terasa dingin. Wajahnya benar-benar terasa panas. Ia berkaca di cermin kecil kamar mandi dan melihat wajahnya yang memerah.‘Kenapa Rad
“Yaah, napa gak sepuluh menit lagi aja sih sampainya?” keluh Radit yang sudah bersiap menyelam di lautan cinta bersama sang istri. Ia yang masih mengenakan celana panjangnya sejak semalam, lantas memakai kaus dan menuju ke pintu depan.Dita tertawa geli melihat ekspresi Radit yang gagal ‘sarapan' di kasur pagi ini. Ia pun segera mengenakan pakaian dan mengambil lingerie untuk segera dimasukkan ke mesin cuci.Di depan, Radit tampak bingung setelah membuka pintu. Tak ada sesiapa pun di sana. Namun, ada sebuah kotak berukuran sebesar kotak sepatu yang tergeletak di teras rumahnya.“Siapa yang naruh ini di sini?” gumam Radit.“Mana buburnya?” tanya Dita yang menghampirinya di pintu depan.“Gak ada. Tapi ada ini.” Radit mengambil kotak tersebut.
“Maaf untuk semuanya. Semua kesalahan dan kebodohanku selama ini,” lirih Dita. Tangannya berhenti mengusap keringat di wajah Radit.“Maaf ya udah nyinggung kamu,” balas Radit.Keduanya kini saling melempar senyum. Dita kembali mengusap keringat yang terus bercucuran di kening Radit. Tanpa sadar, ia terpesona dengan sosok Radit yang tengah mengganti ban.“Suka ngeliat aku berkeringat?” tanya Radit tiba-tiba, membuat Dita tersadar dan malu karena ketahuan menatap lelaki itu tanpa berkedip.“Eh, a-anu, aku ke mobil dulu. Di sini panas,” ucap Dita gugup. Ia hendak berdiri, tetapi Radit menahan tangannya.“Sesekali, ikutlah olah raga denganku.”Dita mengangguk.Radit tersenyum
Dita mendekatkan wajahnya hingga berjarak beberapa senti saja dengan wajah Radit.“Kamu beneran amnesia atau cuma ngerjain aku?” tanyanya curiga.Tiba-tiba Radit menarik kepalanya hingga wajah mereka bersentuhan. Dita yang terkejut berusaha mengangkat kepala, tetapi Radit justru menekannya lebih kuat dan terus menghujani bibirnya dengan ciuman.Radit akhirnya melepaskan Dita setelah wanita itu tampak sulit bernapas.“Kamu ngerjain aku lagi ya!” Dita mengusap kasar mulutnya. Napasnya masih terengah-engah.“Aku cuma mau buktiin kalau kamu emang beneran istriku,” jawab Radit dengan santainya.“Kamu nyebelin banget siiih! Gak usah pura-pura amnesia kalau cuma mau nyium aku!”“Kenap
“Kalian di sini juga?”“Kak Danu?” Dita tampak bingung dengan kehadiran sosok lelaki itu. Berbeda dengan Radit yang justru memperhatikan lelaki yang berdiri di samping mejanya dari ujung kepala hingga kaki.“Apa maksudnya ‘juga’?’ tanya Dita dalam hati.“Apa ... Arya yang meminta kalian ke sini?” tanya Danu kemudian.Dita mengangguk, tetapi raut tanya tak hilang dari wajah cantiknya.“Kalau begitu, boleh saya tunggu dia di sini sama kalian?”Dita memandang Radit. Ia takut Radit akan cemburu seperti sebelumnya.“Dita, sini.” Radit meminta Dita duduk di sampingnya. Lalu, dengan kode matanya, ia menyuruh Danu duduk di hadapan mereka.
Radit meringis saat Dita menyentuh luka di wajahnya.“Sakit?” tanya Dita lembut.Radit mengangguk.“Emangnya waktu pukul-pukulan tadi gak sakit?”Kali ini Radit menggeleng.Gemas, Dita menekan luka di pelipis lelaki itu.“Aw! Kenapa sih?”“Kenapa harus pukul-pukulan coba? Bonyok kan nih muka!” geram Dita.“Gak laki kalau gak mukul,” jawab Radit asal.“Kalimat apaan, tuh!”“Kamu gak suka aku kasar atau gak suka aku mukulin Danu?” Pelan, Radit mendekatkan wajahnya dan menatap intens kedua bola mata Dita.