"Dengar-dengar, kantor kita di akusis sama perusahaan BOYA?"
"Benarkah?"
"Menurut rumor, hal itu benar. Hari ini Presdir baru akan datang sesuai jadwal yang aku tahu."
"Di akusis? Presdir baru? Perusahaan Boya yang mendunia itu? Bagaimana ya orangnya? Apa akan lebih galak dari Farhan?" batin Kaira setelah mendengar celotehan dari teman sekantornya yang sedari tadi asyik ngegosip.
Kaira kembali fokus dengan pekerjaannya yang bergaji tidak seberapa. Jay, sejak malam itu tidak pernah kembali ke rumah mereka yang sangat besar. Jay sudah 2 minggu hidup di luar rumah tanpa Kaira.
Kaira memahami status mereka hanyalah berakting semata jadi Kaira tidak berharap lebih atau menginginkan hal yang akan mengecewakannya.
"Kaira, di panggil HRD!" seru Lily.
"Oke!" jawab Kaira.
Kaira harus naik satu lantai untuk menemui HRD. Kaira menurut saja meskipun tidak tahu alasan apa sampai dirinya di panggil ke ruangan HRD.
"Apa aku bakalan di pecat?" batin Kaira dengan pikiran kacau. "Gimana ya kalau aku di pecat?" batinnya lagi.
Setelah mondar mandir terlalu lama, Kaira memutuskan untuk masuk setelah semua pertimbangan yang di pikirkannya.
TOK... TOK... TOK...
"Masuk!"
"Permisi, Pak Juna!" sapa Kaira sesopan mungkin.
"Kamu kenapa, Kai?" tanya Juna.
"Pak Juna panggil saya kenapa ya?" bukannya menjawab pertanyaan Juna, Kaira malah memberikan pertanyaan yang berbeda.
"Untung aja, waktu acara pernikahan, orang kantor yang datang cuma Bu Direktur Winy dan Pak Manager Dirga yang datang. Aman deh," batin Kaira.
"Kamu sudah dengar, kalau perusahaan kita di Akusisi?"
"Sudah, Pak Juna!" jawab Kaira dengan cepat.
"Apa selama ini aku kerjanya lelet ya? Aku harus berusaha lebih cepat biar gak di pecat," batin Kaira.
"Presdir meminta saya untuk memberikan ini," Juna memberikan satu bag pada Kaira.
"Buat saya, Pak? Pak, saya jangan di pecat," pintanya dengan memelas.
"Siapa yang mau pecat kamu?" tanya Juna dengan bingung.
"Bukannya bingkisan ini untuk barang sogokan biar saya mau di pecat ya?" Kaira berbicara terlalu berterus terang. Juna memegang kepalanya yang berdenyut nyeri melihat tingkah Kaira yang sangat polos.
"Perusahaan ini, tidak menggunakan cara yang kotor. Apa kamu yakin, bisa kerja di sini kalau harus membayar sejumlah sogokan?" ujar Juna dengan santai.
"Iya juga sih! Saya mana punya uang," jawaban Kaira membuat Juna terkekeh.
"Buka dan pakai. Satu jam lagi, Presdir datang. Dia akan resmi menjadi atasan kamu."
"Tugas saya apa Pak Juna kalau sudah pakai ini?"
"Masa harus di jelasin? Tugas kamu, menyambut kedatangannya di barisan paling depan. Sudah jelas?"
"Sudah, Pak!" jawab Kaira.
"Kenapa kamu masih di sini?" tegur Juna setelah Kaira tidak segera pergi dari ruangannya.
"Oh, Pak Juna belum meminta saya pergi, jadi saya belum pergi."
"Kaira, kalau kamu lama-lama di ruangan saya, saya bisa cepat gila. Keluar sekarang!"
"Presdir kenapa juga mau berurusan dengan wanita polos seperti itu?" batin Juna.
Kaira lari dengan cepat seperti di kejar-kejar setan di siang hari bolong. Kaira sudah masuk ke dalam toilet kantor. Kaira membuka bag yang di bawanya. Dress warna merah cerah, desainnya sangat lucu. Cocok di pakai oleh Kaira yang berkulit putih.
Kaira sudah selesai mengganti pakaiannya. Rambutnya sudah tergerai dengan rapi. Kaira kembali ke ruangannya untuk membenahi make up yang sudah hampir luntur.
Waktu sangat cepat berlalu. Kulit kaki Kaira sangat sensitif, tapi Kaira tetap harus pakai heels yang ada di dalam bag, bersamaan dengan dress yang di pakainya. Baru saja memakai heels selama 5 menit, dan berjalan ke arah pintu masuk. Kaki Kaira sudah lecet, terasa sangat pedih.
"Tahan, Kai. Demi pekerjaan!" batin Kaira.
"Oke, Presdir sudah dekat. Pastikan tidak ada keributan sama sekali!" ucap Bu Direktur Winy.
Semuanya sudah siap dalam barisannya. Menyambut pimpinan perusahaan yang baru di perusahaan mereka. Presdir datang dengan Asisten dan juga sekretarisnya.
Mata Kaira mendelik, melihat sosok Presdir yang berjalan semakin dekat ke arahnya. Sosok pria yang berjalan dengan tegap, tegas, dan begitu berwibawa. Membuatnya semakin menawan dalam kegalakannya.
"Ha? Kenapa bisa dia?" batin Kaira nangis bombai,
"SELAMAT DATANG, PRESDIR!" ucap karyawan yang bertugas menyambutnya, sesuai intruksi.
"Suruh dia ke ruangan saya!" Presdir menunjuk ke arah Kaira.
"Sana, ikut!" Manager Dirga menyenggol Kaira.
"Iya, Pak!" Kaira berusaha menyusul rombongan atasannya tapi kakinya yang luka, membuatnya hanya bisa berjalan untuk lomba dengan seekor siput.
"Kalian tunggu saya di lift," pintanya.
"Baik, Presdir Jay."
Jay berbalik, menghampiri Kaira. Kaira berusaha berjalan dengan cepat, supaya Jay tidak memarahinya di depan umum.
"Apa kamu memang selalu berjalan seperti seekor siput?" ledek Jay dengan memperlihatkan ketidaksukaannya pada Kaira.
"Kyaaaaaa..." teriak Kaira setelah Jay tiba-tiba menggendongnya ala bridal style di depan semua karyawan yang masih berdiri di tempatnya.
"Siapa yang membeli heels ini, ke ruangan saya 1 jam lagi!" ujarnya dengan tegas. Jay melempar heels yang di pakai Kaira dengan marah.
Heels itu di beli oleh Direktur Winy, sesuai dengan perintah Jay untuk mencarikan dress dan heels yang cocok untuk Kaira. Dalam catatan, heels tidak boleh terlalu tinggi. Direktur Winy, membelikan heels dengan tinggi 10cm. Baginya, ukuran segitu tidaklah terlalu tinggi.
"Matilah aku!" batin Direktur Winy meratapi nasibnya yang sial.
***
"Sudah tahu tidak bisa pakai heels, kenapa masih di pakai?" omel Jay.
"Emmmm, saya..."
"Berhenti menjawabku!" bentak Jay.
Kaira hanya diam mendengar omelan Jay, karena Jay tidak memberinya waktu untuk menjelasankan. Kaira duduk di atas sofa, sedangkan Jay berlutut dan mengobati kakinya.
"Awhhhh..." pekik Kaira saat Jay sengaja menekan kakinya dengan keras.
"Sekarang kau tahu, kalau luka seperti ini sakit? Luka seperti ini mudah terinfeksi. Kalau aku tidak menyadarinya, apa kau akan membiarkannya?" omelnya lagi.
"Kau mengkhawatirkanku?" tanya Kaira.
"Jangan bermimpi! Jangan berfikir terlalu jauh," jawab Jay.
Jay duduk di sebelah Kaira, setelah selesai mengobati luka kaki Istri yang sudah 2 minggu tidak di temuinya.
"APA..."
"Papa yang memintaku untuk mengakusisi perusahaan ini. Kau jangan berfikir kalau aku yang sengaja melakukannya demi dirimu!" ucap Jay. Jay memotong ucapan Kaira sebelum ucapan itu selesai.
"Aku tidak berfikir untuk menanyakan itu," batin Kaira.
"Apa kau punya ikat rambut?" tanya Jay.
"Punya. Nih!" jawab Kaira.
"Kayanya lucu kalau rambutnya yang bagian atas itu di kuncir," batin Kaira.
"Aku lebih suka melihatmu dengan rambut yang tidak menutupi wajahmu sedikitpun. Memperlihatkan lehermu yang putih dan jenjang," bisik Jay sembari tangannya mengikat rambut Kaira dengan asal. Tanpa sadar, bibir Jay mengecup dan memberikan tanda merah di bagian yang sangat sulit di tutupi.
"Aduhhhhhhhh, Pak!" Kaira mendorong Jay. Tangannya menutupi leher yang baru saja di gigit oleh Jay.
"Kenapa kau hilang kendali lagi?" batin Jay.
"sini, aku lihat!" ucap Jay.
"Lihat apa?" tanya Kaira.
"Lehermu!"
"Dasar mesum!" Kaira memukul Jay lalu keluar dari ruangan Jay tanpa alas kaki.
"Dia kenapa? Aku hanya ingin mengecek lehernya saja."
Direktur Winy sudah menghadap Jay. Kaira make up pada saat hari pernikahan, sehingga membuat Direktur Winy tidak mengenalinya. Saat di dalam kantor, Kaira hanya memakai lipstik tipis, dengan kacamata yang tak lepas dari wajahnya. Di mata Jay, wajah polos seperti itulah yang membuat Kaira menjadi semakin menarik. Jay duduk dengan tenang, melipat tangannya di dada, lalu menunggu Direktur Wini berbicara."Kamu kenapa diam saja?" tanya Jay."Saya menunggu Presdir menghukum saya," jawab Direktur Winy."Jadi dari tadi, aku menunggunya dan dia menungguku?" batin Jay."Apa kau tidak membaca pesanku dengan baik?""Baca, Presdir.""Lalu, kenapa bisa salah?" tanya Jay."Presdir baru menikah, dan sepertinya tertarik dengan Kaira. Apa seperti ini, dunia kelas atas?" batin Direktur Winy."Maaf Presdir, bagi saya, ukuran 10 cm
Kaira terbangun di tengah malam karena perutnya yang keroncongan. Kaira teringat, bahwa dirinya tidak makan malam. Tangannya meraba sesuatu yang keras, tubuhnya juga merasakan seperti memeluk sesuatu tapi bukan sebuah guling."Eh, apa gulingnya berubah menjadi batu?" gumam Kaira."Dia berfikir apa? Aku batu?" batin Jay yang terbangun karena tangan Kaira terus meraba dada bidangnya yang tidak mengenakan baju."Bisa hentikan sentuhan tanganmu itu? Aku tidak bisa menahannya lagi kalau terus merabaku," ucap Jay sembari menghentikan tangan Kaira yang terus bergerak merabanya."Kyaaaaa... Kamu siapa?"DUKKKKKKKK... Kaira lagi-lagi terkejut dan tidak sengaja menendang Jay hingga tergelinding ke atas lantai. Jay begitu kesal. Jay mengelus-elus pinggangnya yang di tendang sangat keras oleh Kaira."Sialan! Sudah mengganggu tidurku, membangunkan
Jay langsung menurunkan Kaira, setelah Tuan dan Nyonya Alrecha memergokinya tengah memaksa Kaira untuk melakukan hal yang tidak senonoh di meja makan. Kaira tidak tahu harus bicara apa. Jay yang melihat Kaira seperti takut, menggenggam erat tangan Kaira. Ketegangan dari suasana mulai mencair, saat Nyonya Luna mengusap lembut kepala Kaira."Kai, kalau anak ini memaksamu lagi, tendang saja!" ucap Nyonya Luna dengan pedas."Anak Mama sebenarnya siapa sih? Aku atau dia?" kesal Jay."Kaira itu baik, nurut. Kalau kamu? Buat Mama selalu pusing," jawan Nyonya Luna."Kai, sini!" pinta Tuan Alrecha dengan memberikan kode sebuah lambaian tangan. Kaira menyelinap pergi, mengikuti langkah Tuan Alrecha. Nyonya Luna dan Jay, masih melanjutkan perseteruan mereka."Mama, dia itu istriku!" seru Jay saat Nyonya Luna melarangnya untu
Saat ini, Kaira sedang menjadi perbincangan hangat di forum kantor. Mereka mengira bahwa Kaira menjadi simpanan Jay, atau yang lebih keterlaluan lagi adalah, mereka mengatakan, Kaira menggoda Jay, yang statusnya adalah pemilik perusahaan yang baru. Seperti yang mereka tahu, rumor Jay sudah menikah telah menyebar. Jay menggendong Kaira, tepat di hari pertamanya masuk ke dalam kantor. Sehingga fakta-fakta seperti itu, menggiring opini buruk tanpa mereka tahu, siapa Istri Jay yang sebenarnya. Kaira tidak menanggapi hal semacam itu dengan serius, tapi sebaliknya, Jay menyelidiki sumber yang memulai untuk memecah belah beberapa pihak yang damai. Kaira masuk kerja seperti hari-hari biasanya, dan tidak menghiraukan pandangan orang lain yang melihatnya dengan tatapan jijik."Kalau aku, meskipun miskin sekalipun, tidak akan menggoda bos besar yang b
Jay bukan pria yang selalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Jay akan membiarkan Kaira untuk menenangkan diri sejenak karena mau bagaimanapun, hubungan Jay dan Kaira terjalin tanpa persetujuan Kaira terlebih dahulu. Jay bukan pria egois yang memaksa Kaira untuk tetap bersamanya. Meskipun sejak menikah, Jay selalu menunjukan rasa nyaman dan ketertarikannya pada Kaira. Biasanya, yang tidak peka dengan perasaan pasangan adalah pihak pria, tapi yang terjadi di dalam hubungan Kaira dan Jay malah sebaliknya. Jay peka dengan keinginan Kaira, tapi Kaira yang terlalu takut dengan posisinya yang hanyalah sebagai seorang pengganti, sangat mengganggu emosinya. Jay berangkat ke kantor seperti hari-hari biasanya. Jay sengaja tidak langsung naik ke lantai dimana ruangannya berada. Jay masuk ke divisi pemasaran tempat Kaira bertugas. Jay membawa sekotak makanan untuk Kaira tapi Jay tid
Lagi-lagi, saat Kaira mulai menerima statusnya sebagai menantu dan Istri pengganti dari Jay, keputusannya patah, pecah menjadi puing-puing. Kaira hanya menelan segala perasaan yang di rasakannya. Kaira hanya menekan hatinya, supaya tidak mencintai Jay, lebih dari saat ini."Dia baik, tampan. Dia juga terus memberikan perhatiannya untukku. Tapi, aku belum pernah mendengar ucapan cinta dari bibirnya," batin Kaira setelah menutup ruang kerja Jay. Kaira segera menghapus airmatanya, setelah Jay membentaknya hanya karena sebuah bingkai foto yang tidak sengaja di rusak oleh Kaira. Kaira kembali mengerjakan pekerjaannya. Setelah jam makan siang, Kaira tidak ikut Lily dan yang lain untuk makan siang di kantin. Kaira memilih sibuk mencari bingkai foto yang sama, dengan yang di rusaknya. Hingga jam istirahat selesai, Kaira belum menemukan apa yang dia cari."
Kaira memalingkan wajahnya dari pandangan Jay yang masih berada di atasnya. Jay merubah posisinya dan duduk di sebelah Kaira. Jay tidak menjawab pertanyaan Kaira. Jay merasa dirinya belum pantas membicarakan hal cinta di saat hati Kaira belum sepenuhnya untuknya."Apa aku harus menjawabnya sekarang, kalau aku mencintaimu? Bagaimana kalau kau menolakku? Hatiku belum siap untuk itu," batin Jay. Kaira berjalan dan berjongkok di depan puing-puing pecahan bingkai yang telah menguras tenaganya. Kaira menyeka airmata yang sedari tadi mengalir keluar seperti hujan."Aku tahu kalau aku bersalah! Tapi, apa kau tidak bisa menghargai usahaku? Kalau kau tidak menerima bingkai ini sebagai pengganti, seharusnya kau letakkan saja tanpa harus merusaknya di depan mataku!" ucap Kaira."Kai...""Jay... Oh, maaf. Maksudku Tuan Jay, Anda juga harus ingat kalau aku
Saat pagi hari tiba, Kaira terbangun dalam dekapan hangat Jay. Kesalahpahaman yang sudah usai, membuat Jay dan Kaira bisa tidur dengan nyenyak dalam ranjang yang sama. Kaira dan Jay, akan memulai semuanya dari awal. Mengakhiri segala keegoisan. Kaira akan mempercayai Jay sepenuhnya selama 1 bulan ini.