Bab 7 : Pergi dengan amarah
Semua pasang mata melihat pada Tira sampai Tira merasa tak enak hati saat ponsel itu bergetar dalam genggaman tangannya."Bukan siapa-siapa kok," jawabnya pada Bu Sani. Ia buru-buru menyimpan ponselnya ke dalam tas. Namun, dering ponsel itu lagi-lagi berdering dan Tira memutuskan untuk mematikan ponselnya saja.'Maaf, aku pasti akan jelaskan semuanya nanti. Tunggu aku,' batinnya. Tira langsung memasukan ponsel ke tas kecil yang Ia bawa. Ia memang berusaha berlatih seperti Tira yang lebih feminim dan mengurangi memakai celana jeans yang sangat disukainya, Karena Ia tak mau mengacaukan semuanya.Makan pagi itu berjalan dengan sangat menegangkan bagi Tira. Namun, Ia berusaha terlihat santai dengan menyeruput teh hijau hangat yang disiapkan Ibu mertuanya.Pak Joni berpamitan pada semuanya untuk pergi ke kantor. Ia menaruh harapan tinggi pada Tira, mengingat Alex sangat pemalas dalam bekerja. Ia berharap, setelah menikah dengan Tira, putranya itu bisa berubah.Setelah Pak Joni, giliran Alex dan Tira yang berpamitan pada Bu Sani karena mereka berencana untuk ke rumah Tira. Mereka akan mengambil semua barang-barang milik Tira."Bu, aku sama Tira pamit, ya," kata Alex sembari mencium punggung tangan, diikuti Tira menyalami tangan Bu Sani juga."Iya, hati-hati di jalan ya. Ibu harap kalian segera pulang ya," ucap Bu Sani pada keduanya. Lambaian tangan bu Sani seolah merestui kepergian keduanya.Alex bersama Tira pun pergi dari rumah itu dengan menggunakan mobil. Mereka berdua pergi menuju rumah Pak Arya dan Bu Mira yang merupakan orang tua Tira. Dan saat dalam perjalanan, Alex mulai membujuk Tira untuk pindah ke rumahnya hari ini."Ibu mau, kita pindah hari ini. Gimana dong? Kamu nggak papa kan?" kata Alex yang sepertinya menyerahkan soal tempat tinggal pada Tira. Ia memang tak ingin memaksa Tira karena ia tak ingin memaksa wanita yang dicintainya itu.Tira bingung, Ia tak tau harus bagaimana saat Alex bertanya. Tira hanya menggenggam erat ponselnya sembari sesekali melihat ke arah Alex dengan wajah bingung. Ia juga tau, jika seharusnya Ia mau dan setuju saja perkara pindah rumah. Namun, Tira hanya takut jika dirinya akan melakukan hal-hal yang belum pernah Tira lakukan sebelumnya. Tentu saja itu akan berpengaruh pada penilaian keluarga Alex. Nama baik saudara kembar juga keluarganya dipertaruhkan kali ini. Beban pikiran Tira bertambah dan Ia hanya bisa berpura-pura santai saat Alex bertanya."Gimana? Kenapa kamu malah diam?" tanya Alex lagi pada Tira, tak sabar dengan jawabannya."Diamnya kamu, berarti iya. Yesss," ucap Alex tak memberikan kesempatan pada Tira untuk bicara. Tangan Alex mengepal dan Ia berjingkrak sembari memegang kemudi mobil.Karena Ia melihat Alex tampak senang, akhirnya Tira terpaksa menyetujui jika hari ini dirinya akan membawa barang-barangnya ke rumah Alex.Tira hanya bisa berdoa, jika Tira yang asli segera ditemukan agar dirinya bisa menjalani kehidupannya seperti sediakala.Beberapa saat kemudian, mereka berdua tiba di rumah Tira. Tentu saja disambut hangat oleh Bu Mira ýang sudah antusias menyambut keduanya."Akhirnya, kalian pulang juga. Yuk masuk, ibu ada sesuatu untuk kalian berdua," ucap Bu Mira yang sikapnya seolah santai menghadapi situasi yang sebenarnya sangat sulit. Ya, sikap Bu Mira seperti bahagia diatas penderitaan putrinya.Bu Mira membawa Tira dan Alex ke ruang tamu dan mempersilahkan mereka untuk duduk. Hingga beberapa saat kemudian, Bu Mira menunjukan sesuatu pada Tira dan Alex."Lihat ini." Ucap Bu Mira memperlihatkan sesuatu di tangannya. Seperti pamflet iklan."Apa itu, Bu?" tanya Tira penasaran. Manik matanya mengarah pada apa yang dibawa ibunya. Seperti sebuah iklan, namun tidak begitu jelas dalam penglihatan Tira."Ini, lagi ada promo honey moon." Ucap Bu Mira pada Alex.'Ya ampun! Kenapa akting Ibu total banget sih? Bukannya ini sudah pernah dibahas? Gawat kalo sampe Alex kepancing,' batinnya. Tira panik saat Ibunya malah membahas hal yang paling tidak Ia sukai."Bu, bapak mana?" tanya Tira sembari melihat-lihat keberadaan ayahnya. Sengaja Ia melihat kesana kemari untuk mengalihkan pembicaraan ibunya."Bapak, mau apa nyari bapak? Ibu belum selesai bicara," ujar ibunya yang tampak membuang wajahnya pada Tira dan fokus dengan Alex."Ibu kan bisa bicara sama Mas Alex. Aku mau temui bapak dulu ya," kata Tira pada Ibu dan juga Alex. Seketika Tira langsung kabur dari ruang tamu, berpura-pura mncari Pak Arya."Yasudah, sana! Bapak lagi di belakang, sepertinya dia mau pergi," jelas Ibu pada Tira.Tira berdiri dan langsung pergi ke belakang, tempat dimana biasa bapaknya berada. Ia melihat kesegala arah saat menuju ke belakang Rumahnya. Harusnya, bapak ke kantor. Namun, mungkin saja ia punya alasan di jam seperti ini belum berangkat.Saat tiba di belakang rumah, tampak ada seperti taman bunga, ada rumput hijau, kolam renang kecil juga banyak sekali berbagai macam bunga. Ya, tentu saja itu adalah koleksi Tira. Bahkan, Tira akan berjam-jam mengurusi bunganya jika Ia sedang senggang.Tira meloneh ke kanan Taman dan Ia dapati Pak Arya duduk di kursi kayu yang sudah sedikit usang. Maklum, kursi tua itu dibuat oleh nenek moyangnya. Makanya, masih tetap terjaga hingga kini."Pak!" Tegur Tira yang langsung duduk tanpa permisi pada Bapaknya."Kamu. Ngapain? Kok di sini? Mana suamimu? Jangan bilang kalau kamu kabur ya!" Ucap Pak Arya yang mengira-ngira Tira kabur. Pak Arya memang hapal betuk kelakuan Tisa. Manik mata Pak Arya tidak ditujukan pada Tira saat bicara."Enak saja kabur! Enggak! Satu lagi, jangan katakan jika Alex adalah suamiku! Dia suami kakakku! Tentu saja aku kemari karena ini adalah rumahku. Aku salah ya? Gimana? Udah ada kabar? Aku nggak bisa bertahan lebih lama di sana. Sungguh, aku takut dia melewati batas," jelas Tira pada ayahnya, Ia merengek dan mengatakan ketakutannya. Namun, Arya tetap diam seolah tak mendengarkan.Tentu saja Tira belum puas akan hal yang belum dijawab itu. Ia berdiri dihadapan bapaknya kemudian berjongkok dan menatap dalam pak Arya. Ingin segera mendengar sesuatu dari mulut pak Arya. Namun, lagi-lagi hening."Pak! Kita bilang saja pada Alex. Berterus terang jika sebenarnya Tira diculik. Biar saja dia juga bantu carikan Tira. Aku nggak mau jadi Tira lagi. Berat!" Katanya merengek."Kau bunuh saja aku! Apa yang akan terjadi jika Alex tau? Perusahaan akan hancur! Kau tau itu bukan? Bersabarlah sebentar lagi! Bila perlu, kau segera pindah agar aktingmu meyakinkan," celetuk Pak Arya yang tentu saja membuat Tira tercengang.Hati Tira bagai disambar petirsaat Pak Arya malah menyuruhnya pindah. Alih-alih pulang ke Rumah bisa tinggal di Rumah, ini malah disuruh segera pindah. Hanur hati Tisa saat itu."Dari dulu, bapak memang tak menyayangiku! Kau hanya menyayangi kakakku saja! Baik, aku pergi dan tidak akan kembali!" Tira emosi karena bapaknya dinilai tak menyayanginya.Tira pergi ke kamarnya dan membereskan pakaiannya. Ia bersumpah di dalam lubuk hatinya bahwa dia akan mencari Tira dan menyelesaikan semuanya tanpa bantuan Ayahnya. Tira lanhmgsung memasukan pakaian ke dalam koper tanpa dibantu oleh siapapun.Setelah selesai berkemas, Ia pun langsung menuju ruang tamu dan mengajak Alex untuk pergi."Ayo, Mas. Kita pergi sekarang juga," ucap Tira yang sudah membawa dua koper."Pergi? Kemana? Baru aja kamu datang. Masa mau pergi lagi? Tunggulah sebentar lagi!" Kata Bu Mira mencegah Tira pergi.Namun, sipat keras kepalanya tak bisa hilang begitu saja. Ia langsung pergi tanpa Alex. Ia langsung menuju mobil dan Alex pamit pada Bu Mira, kemudian menyusul Tira.Tentu saja Bu Mira sangat terkejut dengan sikap yang ditunjukan oleh Tira. 'Kenapa ini? Apa dia bertengkar lagi dengan bapaknya?' Batinnya.Karena khawatir, Bu Mira pun langsung menemui suaminya dan langsung menanyakan soal apa yang terjadi pada Tira."Mas, apa yang terjadi pada Tira?" Tanya Bu Mira. Namun, suaminya itu malah bungkam."Dia pergi dalam keadaan marah! Apa dia bertengkar lagi? Kenapa kau selalu kasar dan membuatnya tak betah di rumah? Kenapa?" Tanya Bu Mira kesal.Namun lagi-lagi, pak Arya enggan menjawab pertanyaan dari istrinya itu. Hingga dering ponsel Pak Arya seolah menjadi penengah obrolan mereka.Pak Arya mengangkatnya dan langsung menyodorkan pertanyaan."Apa kabar barunya?""Tira disekap di sebuah rumah mewah. Saya akan kirimkan foto dimana saya melihat Tira," kata seseorang yang merupakan orang suruhan Pak Arya."Cepat kirimkan alamatnya!" Titahnya langsung memutus sambungan telepon.Detik berikutnya notivikasi ponsel berbunyi dan pak Arya langsung membuka pesannya. Pak Arya terbelalak kala melihat gambar yang dikirimkan seseorang padanya. Ya, ia melihat rumah mewah yang Ia kenal."S*alan! Aku harus turun tangan!"Bu Mira pun terkejut ....***Bab 8 : Perubahan sikapBu Mira terkejut mendengar perkataan suaminya yang dinilai kasar. Tidak sepantasnya Pak Arya mengatakan hal itu. Ia maju satu langkah kemudian menarik tangan Pak Arya yang masih memegangi telepon."Ada apa?! Katakan! Aku harus tau apa yang sedang terjadi? Kedua anakku pergi gara-gara kau! Pasti gara-gara kau!" Pekiknya pada Pak Arya. Bu Sani menjatuhkan dirinya, lemas karena takut kehilangan kedua putrinya."Diam saja! Kau tidak akan mengerti!" Pak Arya kembali mengetikan sesuatu pada ponselnya, seperti memerintah seseorang. Namun, kali ini Ia hanya memerintah lewat pesan karena jika bicara lewat telepon, jelas Bu Sani akan mengetahui apa yang sebenatnya terjadi.Bu Sani masih duduk di lantai. Memanjangkan kakinya, raut wajah putus asa ia tunjukan tak lain agar suaminya segera membereskan semuanya."Bangun! Aku akan segera menyelesaikannya! Tunggu saja!" Kata Pak Arya sembari melihat ke arah Bu Sani yang masih duduk di lantai.Bu Sani berdiri kemudian menatap t
Bab 9 : Tisa ketahuanPada bagian depan kotak yang dibungkus pelastik hitam itu, tak ada nama pengirimnya di sana. Bahkan setelah Tira membulak balikan kotaknya, tetap saja ia tak menemukannya.'Aku nggak boleh buka kotak ini. Gimana kalo ini ada hubungannya dengan Tira atau bahkan aku? Bisa gawat jika aku membuka kotak ini di depan mereka berdua.' Batinnya.Tiba-tiba saja, Tira memegangi kepalanya. Kemudian memejamkan matanya sejenak dan merebahkan tubuhnya di kursi yang Ia duduki sekarang."Kamu kenapa?" tanya Alex khawatir. Ia langsung mendekat pada Tira dengan sigap."Apa jangan-jangan dia hamil?" Celetuk Bu Sani yang tentu saja membuat Tira mual mendengarnya.Tira langsung membuka matanya lalu kembali duduk. Ia menyilangkan tangannya pada Ibu kemudian berlari ke arah kamar dengan membawa kotak itu.Sementara itu, Bu Sani hanya melihat heran dengan sikap Tira yang malah tiba-tiba seperti itu. Bu Sani pun melihat ke arah Alex yang malah duduk memperhatikan ke arah dimana Tira tadi
Nab 10 : Terbongkarnya identitas.Ceklek!Pintu kamar mandi terbuka dan dari sana Alex muncul dengan hanya mengenakan handuk yang Ia gunakan untuk menutupi sebagian tubuhnya."A ...!" Jerit Tira dengan lantang. Sontak saja Tira terkejut melihat Alex yang hanya memakai handuk saja. Tira menutupi matanya dengan kedua tangan dan membalikan badannya saat melihat pemandangan tak biasa. Namun, diam-diam dia membayangkan apa yang Ia lihat. Kulit putih bersih dengan proporsi tubuh kekar di bagian tangan juga perut yang berbentuk persegi bagai roti sobek membuatnya terdiam membisu. 'Nyaris sempurna,' batinnya.Sementara itu, Alex segera memakai pakaian yang buru-buru Ia ambil dari lemarinya. Buru-buru juga Ia pakai celana ketat karena terkejut dengan teriakan Tira."Sudah! Aku sudah ganti baju. Lagian, kenapa kamu nutupin mata sih? Bukannya kita suami istri? Ah, aneh sekali," ucap Alex tampak heran namun Ia langsung merapihkan rambiutnya yang basah."It-itu .. itu karena aku belum terbiasa."
Bab 11 : Sebuah perjanjianTira memilih bungkam dan menunduk. Bahkan manik matanya tak berani melihat pada Ibu mertuanya."Nggak kok, Bu. Kami berdua nggak kenapa-napa. Mari makan," ajak Alex langsung menyambar apa yang ada di hadapannya kemudian Ia makan.Diam-diam Tira melihat Alex dengan ujung matanya dan kembali menunduk berkonsentrasi pada makanan di hadapannya.Semuanya makan malam dengan senda gurau diantara Alex, Bu Sani dan Pak Joni. Berbeda dengan Tira yang sedang merasa takut jika identitasnya terbongkar.'Apa yang harus aku lakukan agar Alex tetap menjaga rahasiaku? Aku harus tau kelemahannnya. Aku tidak ingin Ia tau kalau aku sangat takut semuanya terbongkar. Aish! Jika bapak tau, aku akan mati ditangannya. Dasar kau Tisa! Ceroboh!' Batinnya terus meracau.Dan makan malam pun selesai. Pak Joni meninggalkan meja makan karena ingin bristirahat lebih awal. Sementara Alex pergi lebih dulu tanpa mengatakan apapun dan di sana hanya ada Ibu dan juga Tira."Tira, kamu sedang ber
Bab 12 : Siapa kau sebenarnya?Manik mata Tisa masih terbelalak saat menerima pesan itu. Bibirnya dengan otomatis merekah saat menatap layar ponselnya. Sesekali manik matanya membayangkan sesuatu. Namun akhirnya Ia buru-buru mematikan ponselnya dan memasukannya ke dalam tas yang rencananya akan Ia bawa. Kemudian, Tisa berjalan ke arah luar rumah. Tisa menuruni anak tangga dengan tergesa, dan tak sengaja kakinya terpeleset dikarenakan terlalu terburu-buru saat turun.Tira terpelintir hendak jatuh ke lantai bagian bawah anak tangga. Namun, dengan sigap Alex menangkap tubuh mungilnya. Menyentuh pinggang Tisa hingga sesuatu terasa saat itu.Debaran jantung yang sangat kencang juga manik mata diantara Tisa dan Alex membuat mereka saling melihat wajah masing-masing dengan begitu dekat.'Ah. Dia adik iparku!' Tegas Alex yang langsung melepaskan tangannya yang tadi menyelamatkan Tisa dari bahaya."Aduh!" Pekik Tisa karena jatuh ke atas lantai.'Tega sekali dia menjatuhkanku! Padahal jelas-je
Bab 13 : Bertemu seseorangTira menundukan kepalanya saat Bu Sani bertanya. Ia juga masih memegang dengan erat tas yang ada di tangannya. Keringat dingin mulai keluar dari sekujur tubuhnya. 'Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Dasar ceroboh!' Katanya dalam hati menyesali apa yang baru saja Ia lakukan.Sementara itu, Bu Sani terus maju ke arah dimana Tira berada. Ia berdiri di hadapan Tira kemudian mendongakan wajah Tira dengan hati-hati. Tiba-tiba saja Bu Sani merangkul Tira dengan sangat erat.Sementara, Tira masih bingung dengan apa yang terjadi pada Bu Sani. 'Ini ada apa sih sebenarnya?' Batinnya bertanya-tanya."Kau sempurna, Nak. Ibu tak usah khawatir lagi jika bepergian. Ibu baru tahu kalau kamu itu pandai bela diri. Dimana kamu belajar semua itu?" Tanya Bu Sani yang langsung mengambil tas yang ada pada tangan Tira."Soal itu ..., aku tidak sehebat yang ibu pikirkan." Ucapnya terbata-bata. Ia tak menyangka jika Bu Sani tak mencurigainya. Tira bisa bernapas lega."Ah. Kau ini s
Bab 14 : Tisa ketahuanTisa terbengong jika orang yang paling ingin Ia hubungi ada di hadapannya. Ya, Meta yang sedari tadi ingin Ia hubungi."Tisa!" Tegur Meta mengerutkan kedua alisnya."Meta?! Kenapa kau di sini?" ucap Tira terbata-bata."Harusnya, gue yang nanya. Lo kemana aja? Napa kemaren lo nggak dateng?" tanya Meta menyelidik.Tisa melihat kesekelilingnya dan Ia langsung menarik tangan Meta dan membawanya ke luar Restoran. Mereka berdua pun duduk di kursi belakang Resto yang kebetulan tak ada siapapun di sana."Apa yang terjadi?" Meta menatap Tisa dari bawah ke atas dan Ia tersenyum seolah meledek Tisa."Diam! Jangan tatap gue kayak gitu! Singkirkan pandangan lo!" Pekik Tisa memperingatkan sahabatnya, Meta."Ini lo nggak salah? Pake baju, ya ampun! Gue pangling, Sa." Ujar Meta tergelak saat memperhatikan Tisa."Lo bisa kan jaga rahasia ini dari siapapun? Gue nggak mau lo bilang apa yang terjadi, apalagi sama Aris. Jangan pokoknya!" Ancam Tisa pada Meta."Tapi kenapa? Bukannya
Bab 15 : Tisa melihat TiraAris berdiri beberapa menit, kemudian duduk kembali. Kali ini, Ia berjongkok di lantai tepat dihadapan Meta. Ia menyeka air mata yang menetes. Kemudian mereka berdua saling berpandangan satu sama lain."Kenapa? Jangan katakan hal yang akan membuatmu sakit. Bisa?" Ucap Aris pada Meta dengan mengelus pipi lembutnya.Meta memejamkan matanya sembari memikirkan sesuatu hingga Ia mengucapkan,"bantu aku kali ini saja. Temui Ani dan berkencanlah dengnnya. Itu yang akan membuatku lega. Ani sudah membantuku dengan memberiku uang."Hening beberapa saat, namun Aris masih fokus pada Meta. "Kenapa kau meminta bantuannya?"" Apa kau bisa memberiku uang, sekarang? Aku harus realistis karena Ibuku sedang memertaruhkan nyawanya! Pergilah padanya. Tolong!" Lirih Meta meminta pertolongan, agar Aris pergi berkencan dengan Ani.Meta mendorong tubuh Aris hingga Aris terpental dan sedikit terjatuh ke latai dengan posisi tangan masih menopang badannya. Meta pun berdiri kemudian meni